Share

Bab 91. Mengecewakan

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2025-01-01 23:24:55
“Saya sudah memastikan jalurnya. Tidak ada jalan pintas lagi. Kita ikuti jalur utama sesuai petunjuk,” jelas Naura.

“Pastikan semua barang kita sudah di mobil, Naura,” ujar Reval sambil merapikan rambutnya.

Naura mengangguk yakin. “Siap, Pak Reval. Saya pastikan tidak ada yang berkurang.”

Reval tersenyum kecil. “Bagus. Kita tidak punya waktu untuk kesalahan kedua.”

Setelah semuanya siap, mereka melanjutkan perjalanan. Jalan yang dilalui terasa lebih familiar, mungkin karena Naura lebih hati-hati kali ini.

Di sepanjang perjalanan, Reval sesekali melirik Naura yang duduk di sebelahnya, sibuk memperhatikan layar ponselnya untuk memastikan arah.

“Kamu terlalu serius,” celetuk Reval.

Naura menoleh, menatapnya bingung. “Saya tidak mau kita tersesat lagi. Itu benar-benar membuang waktu.”

Reval terkekeh pelan. “Iya, tapi jangan sampai kamu lupa menikmati pemandangan ini.”

Tangan pria itu menunjuk ke luar jendela, di mana perbukitan hijau terbentang dengan indah.

Naura meno
Rich Mama

Huaaaa, capek banget hari ini.... (⁠╯⁠︵⁠╰⁠,⁠)

| Like
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 92. Kenapa Diam Saja?

    Nada suara Selena membuat Naura merasa seperti sedang dihakimi. Namun, ia hanya tersenyum tipis dan menjawab, “Saya akan berusaha melakukan yang terbaik.” Percakapan itu terhenti ketika Reval memanggil Selena. Wanita itu segera menghampirinya, meninggalkan Naura dengan perasaan campur aduk. Ia mencoba mengalihkan fokusnya kembali ke pekerjaannya, tetapi bayangan Selena yang begitu dekat dengan Reval terus mengganggu pikirannya. Setelah inspeksi di lapangan selesai, Reval meminta semua orang untuk kembali ke ruang pertemuan. Mereka akan membahas temuan di lapangan dan menyusun rencana tindak lanjut. Naura kembali ke tempat duduknya, membuka laptop, dan bersiap mencatat. Namun, kali ini Reval berbicara langsung kepadanya. “Naura, aku butuh laporan singkat tentang semua yang kita bahas hari ini. Kirimkan ke emailku sebelum pukul delapan malam.” Naura mengangguk cepat. “Baik, Pak. Saya akan segera menyelesaikannya.” Reval memberikan anggukan singkat sebelum kembali fokus pada tim

    Last Updated : 2025-01-02
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 93. Benar-benar Gila

    Naura meliriknya sekilas dari sudut matanya. “Apa maksud Pak Reval?” “Pak Handoko. Dia mengira kita pasangan,” jawab Reval sambil menyetir dengan fokus. “Kamu bisa saja menjelaskan kalau itu hanya kesalahpahaman.” Naura menghela napas pelan, menahan emosi yang mulai menggelegak. “Saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya tanpa membuat suasana semakin aneh. Lagipula, itu kesalahan Bapak.” Reval tersenyum tipis, meskipun matanya tetap tertuju ke jalan. “Kesalahanku?” “Ya,” jawab Naura tegas. “Bapak yang memegang tangan saya di bawah meja. Saya tidak mungkin menjelaskannya di depan semua orang tanpa membuat mereka curiga.” Reval mengangguk pelan, seolah memahami maksudnya. “Baiklah, aku akui itu salahku. Tapi kamu terlalu memikirkannya. Pak Handoko hanya bercanda. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Naura menatap ke luar jendela, mencoba menenangkan pikirannya. Percakapan itu seharusnya selesai, tetapi ada sesuatu tentang sikap Reval yang membuatnya gelisah. Lelaki itu sering kali

    Last Updated : 2025-01-03
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 94. Cantik

    Suasana mendadak begitu sunyi. Kehangatan yang ditinggalkan lelaki itu seolah terserap oleh dinding-dinding kamar yang kini terasa dingin dan luas. Naura menghela napas panjang, kemudian berbalik menatap kamarnya yang luas dan elegan. Kamar hotel itu begitu mewah dengan perabotan kayu berkilap, seprai putih bersih yang tertata rapi, dan balkon besar yang menghadap ke taman di luar. Namun, bukannya merasa nyaman, Naura justru merasa asing. Ia berjalan pelan ke jendela besar yang menampilkan pemandangan senja. Langit oranye membentang di atas pohon-pohon kelapa yang melambai tertiup angin. Di kejauhan, burung-burung beterbangan kembali ke sarang mereka. Betapa damainya dunia di luar sana. Berbeda jauh dengan badai kecil yang mengisi hatinya saat ini. Naura menyandarkan dahinya ke kaca yang dingin. Ingatan tentang kejadian tadi kembali terlintas di benaknya. Sentuhan Reval di tangannya, ciuman yang terasa terlalu hangat, terlalu nyata. Dia menggigit bibir bawahnya, mencoba menepis

    Last Updated : 2025-01-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 95. Menikmatinya?

    Naura merasa wajahnya memanas. Ia hanya mengangguk singkat dan melangkah keluar. Di dalam lift, mereka berdiri berdampingan, tetapi tidak ada yang berbicara. Naura mencuri pandang ke arah Reval, mencoba membaca ekspresinya, tetapi seperti biasa, ia tidak menunjukkan apa-apa. Ketika mereka hendak turun dari mobil, Reval membukakan pintu untuknya. “Kamu sudah melakukannya dengan baik hari ini,” ucap Reval singkat, tetapi ada nada tulus dalam suaranya. Naura terkejut mendengar pujian itu. “Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha lebih baik lagi.” Reval mengangguk, lalu berjalan pergi. Naura berdiri di sana sejenak, merenungkan kata-kata pria itu. Meski hanya sederhana, pujian itu memberinya semangat baru untuk menghadapi hari-hari berikutnya. Namun, ketika ia melangkah masuk ruangan, di sana sudah ada dua orang yang menunggu. Mereka akhirnya duduk bersama dua klien di meja bundar yang dikelilingi kursi empuk. Percakapan mengalir dengan santai, sesekali dipenuhi suara gelas yang berad

    Last Updated : 2025-01-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 96. Menggigit

    Reval mendekat, menatap Naura dengan tatapan yang sulit diartikan. “Naura, dengarkan aku baik-baik. Apa yang terjadi di luar sana, apa yang orang lain lakukan, tidak pernah memengaruhi bagaimana aku bekerja atau bagaimana aku melihat situasi ini. Clara tidak berarti apa-apa.” Naura merasa wajahnya memanas mendengar penegasan itu. Tetapi sebelum ia bisa merespons, Reval melanjutkan. “Dan satu hal lagi,” kata Reval, suaranya menjadi lebih lembut. “Kamu tidak perlu merasa terganggu oleh hal-hal seperti itu. Fokuslah pada pekerjaan kita. Itu yang penting.” Naura mengangguk pelan, meskipun hatinya masih diliputi rasa tidak nyaman. Wanita itu menggenggam tangan, mencoba menenangkan pikirannya. Mungkin, ia hanya terlalu sensitif. “Naura.” Wanita itu menoleh, melihat wajah Reval yang begitu dekat dengannya. “Jangan lupa, besok pagi kita masih banyak kegiatan. Jangan tidur terlalu larut.” Reval mengecup singkat kening Naura. Membuat wanita itu terdiam kaku di tempatnya. Kecupan singka

    Last Updated : 2025-01-06
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 97. Jatuh

    Setelah makan siang yang penuh ketegangan terselubung, Reval memutar kunci mobilnya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memegang ponsel. Ia tampak serius, berbicara dengan seseorang di ujung sana dengan nada tegas. Naura duduk diam di kursi penumpang, mencoba mengalihkan perhatian dari suara Reval dengan menatap jalanan yang mulai dipadati kendaraan. Perutnya masih terasa kenyang, tetapi pikirannya tidak tenang. Sikap Reval yang samar atau tidak jelas, membuatnya kesulitan menebak apa yang sebenarnya lelaki itu inginkan darinya. “Baik, aku akan sampai dalam lima belas menit,” ujar Reval sebelum menutup panggilannya. Ia melirik Naura sekilas, lalu mengarahkan mobil kembali ke arah proyek. “Pak, apakah kita kembali ke lokasi proyek?” tanya Naura, mencoba memecah keheningan. Reval mengangguk. “Ada yang perlu aku cek lagi. Kamu ikut.” Naura mendesah pelan, merasa tidak memiliki pilihan. Ia menyandarkan tubuhnya pada kursi, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini hanya p

    Last Updated : 2025-01-07
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 98. Mencari Celah

    Tubuh Naura membeku sesaat, matanya menatap muatan besar yang bergerak semakin cepat ke bawah. Sebelum ia sempat berpikir untuk melarikan diri, seseorang menarik tangannya dengan keras, membuatnya terhuyung ke belakang dan jatuh di atas tanah berdebu. Debum keras terdengar, membuat tanah bergetar. Naura terengah-engah, menyadari betapa dekatnya ia dengan bahaya tadi. Ia mendongak dan mendapati Reval berlutut di sampingnya, napasnya terdengar berat. “Apa kamu baik-baik saja?” tanya pria itu dengan nada yang lebih lembut daripada biasanya. Naura hanya mengangguk, masih belum bisa berkata-kata. Reval segera berdiri dan mengulurkan tangannya pada Naura. “Kamu harus lebih berhati-hati. Proyek ini bukan tempat untuk melamun.” Naura menerima uluran tangan itu, merasa pipinya memanas karena merasa bodoh. “Maaf, Pak. Saya tidak menyadari—” “Simpan penjelasanmu,” potong Reval. “Yang penting kamu selamat.” Nada suaranya terdengar dingin, tetapi sorot matanya menunjukkan sesuatu yang lain

    Last Updated : 2025-01-08
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 99. Kamu Penting

    Naura terdiam. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Sebagian dari dirinya merasa bahwa Reval benar, ia terlalu sensitif. Tapi di sisi lain, ia juga merasa bahwa Reval sering kali bersikap terlalu dingin dan mendominasi. “Saya tidak berniat mencari masalah,” gumam Naura akhirnya. “Saya hanya ingin diperlakukan dengan sedikit lebih baik.” Reval menatapnya selama beberapa detik, lalu menghela napas lagi. Ia memutar kemudi dan melanjutkan perjalanan tanpa berkata apa-apa lagi. Setibanya di hotel, Naura langsung membuka pintu mobil dan keluar tanpa menunggu Reval. Ia berjalan cepat menuju lobi, berusaha mengabaikan tatapan beberapa tamu yang kebetulan lewat. “Naura,” panggil Reval dari belakang. Ia berhenti, tetapi tidak menoleh. “Apa lagi, Pak?” Reval berjalan mendekat, hingga berdiri di sampingnya. “Kita belum selesai membicarakan ini.” Naura menatapnya dengan tajam. “Kita bisa membahasnya besok. Lagipula tadi Bapak juga bilang jika Bapak lelah.” “Tidak, sekarang

    Last Updated : 2025-01-09

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 119. Desahan Seorang Pria

    Dengan hati-hati, ia melangkah ke arah pintu, membuka sedikit untuk melihat siapa yang ada di luar. Seorang petugas pengantar berdiri dengan senyum ramah, memegang sebuah tas kecil di tangannya.“Permisi, ini titipan untuk Anda, Nyonya,” kata pria itu, menyerahkan tas tersebut.Naura mengerutkan kening, mengambil tas itu dengan rasa penasaran yang memuncak. Ia mengucapkan terima kasih sebelum menutup pintu kembali.Tas itu berisi setumpuk pakaian baru. Pakaian sederhana namun nyaman, yang jelas-jelas disiapkan dengan penuh perhatian. Di atas tumpukan itu, sebuah catatan kecil terlipat rapi.[Kamu boleh memakai manapun yang kamu suka. Jangan lupa makan. Dan jangan berpikir terlalu keras hari ini.]Naura tersenyum kecil tanpa sadar. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat, seperti baru saja menerima hadiah paling istimewa yang pernah ia dapatkan.Di kepalanya, bayangan wajah Reval terus muncul, seolah pria itu ada di setiap sudut ruangan, di setiap desahan napasnya.Tetapi bersama denga

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 118. Pelukan Dingin

    Reval membalas pelukan itu, memeluknya seolah dunia di sekeliling mereka bisa lenyap dan tidak ada yang tersisa selain mereka berdua.“Kamu tidak sendiri,” kata Reval dengan nada yang penuh keyakinan. “Aku di sini.”Isakan Naura membesar, tangisnya pecah dalam pelukannya. Setiap air mata yang jatuh membawa rasa sakit yang perlahan-lahan menghilang. Rasa takut, kesepian, dan kehancuran yang selama ini menjeratnya mulai mencair di bawah kehangatan sentuhan yang penuh kasih.“Kalau kamu ingin menangis lagi, menangislah. Aku tidak akan pergi,” kata Reval dengan lembut.Dan seperti tanggul yang runtuh, Naura menangis lagi. Tangisnya mengguncang tubuhnya yang kecil, tetapi kali ini ia tidak sendirian. Kali ini, Reval ada di sana, duduk di sisinya.Malam itu, waktu seolah berhenti. Hujan di luar jendela terus mengguyur, tetapi kehangatan di dalam ruangan itu lebih dari cukup untuk menghalau semua dingin yang tersisa.Naura akhirnya terlelap dalam dekapan Reval, dengan air mata yang masih me

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 117. Sangat Lelah

    Dengan tangan yang gemetar, bukan karena ragu, tetapi lebih karena emosi yang membanjiri hatinya, Reval berlutut di depan Naura. Ia menarik ujung handuk dengan lembut, melepaskannya dari bahu Naura. Pakaian yang basah menggantung berat di tubuhnya, membuat dinginnya semakin nyata. “Ini mungkin akan sedikit kebesaran, tapi …” Reval berhenti sejenak, tangannya bergerak pelan, membuka kancing-kancing kemeja Naura satu per satu. Jemarinya menyentuh kulit yang dingin, membuat hatinya mencelos penuh rasa peduli yang hampir meluap. Naura memejamkan mata, air matanya jatuh perlahan lagi, tetapi ia tidak menolak. Ketika akhirnya kemeja itu terlepas sepenuhnya, Reval menyisihkan rasa gelisah di dadanya. Ia mengambil kaus yang telah disiapkan dan menyelubungkannya ke tubuh Naura, gerakannya penuh perhatian dan tanpa sedikit pun rasa tergesa. Kaus itu terlampau besar, menggantung longgar di bahunya, lengan yang terlalu panjang nyaris menutupi ujung jari-jarinya. Namun, ada sesuatu yang hanga

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 116. Kedinginan

    “Aku tidak akan pergi.” Reval semakin mendekat, langkahnya tetap terukur, penuh kehati-hatian. “Aku di sini, Naura. Aku di sini untukmu.” “Tidak ada yang bisa membantuku.” Suaranya pecah, getir dan penuh rasa sakit. “Semua sudah berakhir.” “Belum.” Reval berdiri hanya beberapa langkah di belakangnya. “Selama aku ada di sini, tidak ada yang akan berakhir. Lihat aku, Naura. Tolong, lihat aku.” Naura terdiam sejenak, tangannya mulai gemetar. Ia ingin mempercayai kata-katanya, tetapi hatinya terlalu remuk untuk merasakan apa pun selain kehancuran. “Mas Dion tidak peduli,” lirihnya. “Tidak ada yang peduli.” Reval mengepalkan tangan, menahan dorongan untuk mengatakan sesuatu tentang Dion. Ini bukan saatnya untuk membicarakan lelaki itu. “Aku peduli.” Suaranya rendah dan penuh ketulusan. “Tidak,” Naura tertawa kecil, getir. “Kamu hanya merasa kasihan.” “Aku peduli,” ulang Reval dengan suara yang lebih tegas. “Dan aku di sini. Kamu tidak sendirian.” Ia bergerak perlahan, mendekatinya

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 115. Pergi ...,

    Tanpa berkata apa-apa lagi, Reval melangkah cepat menuju kamar yang ditempati Dion. Wajahnya mengeras, matanya menyala penuh kemarahan. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti ledakan bom waktu, siap menghancurkan siapa pun yang berani melukai Naura. Saat ia membuka pintu dengan kasar, pemandangan Dion yang baru saja mengenakan kemejanya membuat darah Reval mendidih. Dion bahkan tidak tampak terganggu, melainkan berdiri dengan senyum sinis, seolah semuanya hanyalah lelucon. Reval berjalan cepat, mencengkeram kerah kemeja Dion dan membantingnya ke dinding. Tangan Reval yang kuat mencengkeram leher Dion, membuat pria itu terbatuk, mencoba menarik napas. “Apa yang kau lakukan padanya?” geram Reval, suaranya rendah tetapi penuh ancaman. “Kau pikir aku akan membiarkanmu menghancurkan hidup Naura begitu saja?” Dion tertawa kecil, meski napasnya terengah. “Hidupnya? Kau terlalu terlambat, Reval. Naura sudah hancur sejak lama.” Reval mempererat cengkeramannya, matanya menyipi

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 114. Sakit

    “Terima kasih,” kata Reval, suaranya tetap tenang tetapi penuh penghargaan. “Kami tidak akan membuat keributan.” Naura, yang mendengarkan percakapan itu dengan jantung berdebar-debar, hampir tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Matanya memandang Reval dengan penuh rasa campur aduk. Antara kekaguman dan kebingungan yang sulit dijelaskan. Ketika mereka berbalik menuju lift, Reval menempatkan tangan di punggung Naura, membimbingnya dengan tenang tetapi mantap. “Mari kita selesaikan ini dengan kepala dingin,” bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Naura. Tetapi di dalam hatinya, badai mulai mengamuk. Langkah Naura semakin cepat saat ia menuju kamar 307. Derap sepatunya menggema di lorong yang sepi, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat. Jantungnya berdetak seperti genderang perang, menghantam keras di dalam dadanya, menciptakan denyut rasa sakit yang tak tertahankan. Ketika sampai di depan pintu kamar, tangannya yang gemetar terulur, hend

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 113. Masalah Besar

    Reval mendesah kasar, meninju setir dengan frustrasi. Lampu lalu lintas berubah hijau, klakson dari kendaraan di belakang mulai berbunyi keras, memaksa mobil untuk bergerak. Dengan gerakan tajam, ia menepikan mobil ke sisi jalan, memutar balik secepat mungkin sebelum kehilangan jejak Naura. Sementara itu, langkah Naura terasa seperti berlomba dengan detak jantungnya. Napasnya memburu, dadanya naik turun seiring rasa takut dan harapan yang bercampur aduk di benaknya. Matanya terus mencari-cari sosok yang tadi dilihatnya. “Mas Dion ... itu pasti dia. Aku tidak mungkin salah.” Pintu hotel berputar dengan halus ketika ia mendorongnya masuk. Udara di dalam terasa hangat dan penuh dengan aroma parfum mahal. Lantai marmer memantulkan cahaya lampu gantung yang megah di atasnya, tetapi semua kemewahan itu tidak berarti apa-apa baginya. Naura hanya melihat satu hal. Punggung tegap dengan jas hitam yang kini berbelok di ujung lorong bersama seorang wanita cantik. Ia mempercepat langkah

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 112. Menuju Hotel

    Nada suaranya datar, tetapi Naura menangkap sesuatu yang lain. Sesuatu yang disembunyikannya dengan hati-hati. Emosi yang terpendam, entah amarah, entah sesuatu yang lebih dalam lagi. Pernyataan itu menusuk Naura. Ia menggigit bibir bawahnya, rasa hangat mulai menyeruak di balik kelopak matanya. Mengapa Reval bertindak seperti itu? Ia tampak begitu peduli padanya. Sorot matanya saat melihat Naura dalam bahaya, nada khawatir di suaranya ketika menolongnya, bahkan kemarahan yang jelas ia rasakan saat menyebut nama Riko. Semua itu bukan sikap seseorang yang hanya peduli secara sepintas. Tetapi sekarang? Sekarang dia menyuruhnya kembali kepada Dion, seolah-olah yang mereka alami tidak berarti apa-apa. Naura memalingkan wajah, bahunya turun, hatinya terasa berdenyut nyeri. “Apakah aku hanya beban untuk semua orang? Apakah semua perhatian yang aku terima hanyalah sebuah kebohongan?” Namun, sebelum ia bisa memutuskan untuk berbicara atau tetap diam, Reval melangkah mendekat. Langkahn

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 111. Menjagamu

    Sinar matahari yang hangat menembus celah-celah tirai kamar hotel, namun suasana di dalam ruangan tetap dingin. Naura duduk di tepi tempat tidur dengan kepala tertunduk. Ujung jarinya terus-menerus meremas sudut selimut, seolah ingin menenangkannya dari badai perasaan yang berkecamuk dalam dadanya. Tatapan matanya kosong, tetapi keningnya berkerut, menunjukkan gelombang pikiran yang tak beraturan. Reval berdiri di dekat meja, memandang ke luar jendela dengan rahangnya yang mengeras. Suara kota yang mulai bergeliat terdengar sayup-sayup, namun tidak cukup untuk memecah kesunyian di antara mereka. Ia memijit pelipisnya, menahan amarah yang mendidih dalam dada. “Pak Reval ....” suara Naura terdengar lirih, hampir seperti bisikan yang diterbangkan angin. “Maafkan saya.” Reval menoleh perlahan. Sorot matanya tajam, penuh dengan sesuatu yang tak terucapkan. “Untuk apa?” Naura mengangkat wajahnya, matanya berkabut. Ia menggigit bibir bawahnya hingga pucat sebelum akhirnya menjawab,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status