All Chapters of Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir: Chapter 121 - Chapter 130

178 Chapters

Bab 121. Jangan Tinggalkan Aku

“Tentu saja.” Naura balas berbisik, matanya mencari-cari di dalam tatapan Reval. “Saya bebas melakukan apa yang saya mau, bukan?” “Tidak Naura!” jawab Reval tegas, tetapi tangan kanannya mengepal kuat di sisi tubuhnya, seolah ia sedang bertarung dengan dorongan dalam dirinya sendiri. “Jangan bermain dengan api.” Naura melangkah lebih dekat, begitu dekat hingga napas mereka berdua saling beradu. “Mungkin saat ini, saya sedang suka bermain dengan api,” gumam Naura, hampir tak terdengar. Matanya menyala dengan keberanian yang bercampur dengan luka batin yang selama ini ia pendam. “Karena api itulah yang membuat saya merasa hidup.” Reval mengangkat tangannya, jemarinya berhenti tepat di dekat pipi Naura, tetapi ia tidak menyentuhnya. Jemarinya bergetar, seperti seorang pria yang berada di tepi jurang. “Kamu ... kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan,” suaranya serak, penuh perasaan yang terpendam. “Lalu ...,” bisik Naura, tantangan itu terucap dengan bibir yang gemetar. Dala
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Bab 122. Kamu Membuatku Gila

Naura menggeleng pelan, matanya berkilat dengan air mata yang tertahan. “Saya di sini sekarang. Saya tidak akan pergi.” Tangan mereka bertautan, saling menggenggam erat seolah dunia bergantung pada sentuhan itu. Mereka tidak membutuhkan kata-kata, hanya perasaan yang mengalir bebas di antara mereka. Cahaya lampu temaram menorehkan bayangan panjang di lantai yang dingin. Aroma maskulin dari Reval menguar, menyelimuti udara dalam kehangatan yang kontras dengan detak jantung Naura yang berdetak liar di rongga dadanya. Tubuhnya terasa kecil dalam genggaman Reval, yang berdiri tegak di belakangnya dengan tatapan mata tajam seperti bara yang membakar punggung telanjangnya. Tangan besar Reval menyelip di bawah rahangnya, telapak hangat itu menopang dagu Naura dengan tekanan yang lembut namun penuh kendali. Ibu jarinya menyusuri garis pipinya perlahan, menciptakan jejak kehangatan yang membuat kulitnya meremang. Naura tersentak kecil, tetapi tidak bergerak menjauh. Matanya menatap pant
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Bab 123. Detak Jantungku

Naura mengangkat wajahnya perlahan. Jarak antara mereka terasa begitu tipis, hanya sehembusan napas yang memisahkan. Bibirnya sedikit bergetar, tetapi ia memutuskan untuk tidak menahan diri. Dalam satu gerakan lembut, ia mencondongkan tubuh dan mengecup pipi Reval, sentuhan yang begitu ringan tetapi cukup untuk membuat dunia di sekeliling mereka seolah berhenti berputar. Ia tak berkata apa-apa. Tidak membantah ataupun mengiyakan ucapan Reval. Reval tertegun sesaat. Matanya membelalak tipis sebelum akhirnya sebuah senyuman melengkung di bibirnya, senyuman yang menggoda, hangat, tetapi penuh makna tersembunyi. Tangannya yang kokoh terangkat, melingkari pinggang Naura dan menarik tubuhnya kembali ke dalam pelukannya. Naura terhimpit oleh dekapan yang kuat namun lembut itu. Hatinya bergetar hebat, tetapi tidak ada ketakutan, hanya rasa nyaman yang menyelinap hingga ke sudut jiwanya. Inilah pertama kali dalam hidupnya ia merasa benar-benar dihargai. Tidak ada tuntutan, tidak ada
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Bab 124. Tidak Pernah Padam

Hujan deras mengguyur dengan suara gemuruh di luar jendela. Rintikannya menari di atas kaca, menciptakan irama yang anehnya selaras dengan denyut jantung Naura yang berpacu liar. Udara terasa sejuk, tetapi tubuhnya memanas. Matanya tidak bisa lepas dari sosok Reval yang masih berada di hadapannya, dadanya yang telanjang naik-turun mengikuti irama napas yang berat. Setiap otot di tubuhnya menegang, terlihat begitu kuat dalam cahaya temaram. Perlahan, Naura mencoba mengalihkan pandangannya, tetapi Reval menangkap pergelangan tangannya dengan lembut. Jemarinya hangat, kontras dengan dinginnya udara di sekitar mereka. Ia tidak bicara. Tatapannya berbicara lebih banyak daripada yang bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ada sesuatu yang gelap dan dalam di matanya, sesuatu yang membuat Naura merasa terjebak dalam pusaran tanpa jalan keluar. “Tetap di sini,” gumam Reval, suaranya serak dan penuh desakan yang tak bisa diabaikan. Reval mendekat, satu tangannya menyentuh pinggang Naura,
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 125. Pelan-pelan

Naura tertidur hingga menjelang siang. Reval sudah tidak ada di sampingnya. Wanita itu beranjak dari ranjang dan langsung pergi ke dapur. Dapur yang sunyi hanya diisi oleh suara gemericik air dari wastafel. Naura berdiri di depan meja dapur, tangannya menggenggam gelas berisi air dingin, tetapi pikirannya melayang. Matanya menatap kosong ke depan, penuh dengan keraguan dan rasa bersalah yang tak bisa ia ungkapkan. Tiba-tiba, Reval mendekat dari belakang, tanpa suara. Tangan hangatnya melingkari bahu Naura, menariknya ke dalam pelukan lembut. “Apa yang kamu pikirkan?” tanyanya pelan, suaranya penuh perhatian. Naura terdiam, merasakan beratnya kepala Reval yang bersandar di pundaknya. Keberadaan Reval selalu seperti ini. Mengejutkan tetapi juga menenangkan. Meski ia tak selalu tahu apa yang sebenarnya ia butuhkan. “Tidak apa-apa,” jawab Naura akhirnya, meski ia tahu jawabannya tidak meyakinkan. “Bapak kenapa masih di sini? Saya pikir sudah ke kantor.” Reval menghela napas, lalu
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 126. Menemui Mama

Setelah selesai membersihkan rambut Naura, Reval menyalakan keran air panas, membiarkan alirannya memenuhi bak mandi perlahan. Air mulai mengepul, menghasilkan awan kecil yang mengapung di atas permukaan. Ia meraih botol sabun cair beraroma mawar dan menuangkannya ke dalam air, menciptakan buih-buih lembut yang segera menari-nari, memenuhi ruangan dengan aroma manis yang menenangkan. Naura berdiri di sisi bak mandi, memperhatikan setiap gerakan Reval dengan pandangan yang penuh kekaguman. Ada sesuatu yang begitu memikat dalam caranya menyiapkan semuanya. Reval melepaskan seluruh pakaian Naura. Hingga tak tertinggal sehelai benangpun di tubuhnya. “Masuklah,” suara Reval memecah keheningan, suaranya rendah namun penuh ketulusan. Naura mengangguk perlahan, menyingkirkan rasa gugup yang entah mengapa kini menyelimuti hatinya. Dengan hati-hati, ia melangkah ke dalam bak mandi yang sudah penuh dengan air hangat dan buih. Kulitnya segera merasakan sentuhan lembut air, menghapus sega
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 127. Berpikir Macam-macam

Naura terdiam. “Kenapa? Kalau kamu belum siap, aku tidak akan memaksamu.” “Bukan begitu, Pak Reval. Tapi ... saya ini masih istri sah Mas Dion,” ucap Naura akhirnya, suara lirihnya terdengar seperti desau angin yang hampir hilang. Matanya menunduk, menatap lantai seperti berharap jawaban atas kebimbangannya ada di sana. Reval tidak langsung menjawab. Wajah pria itu tetap tenang, tetapi ada ketegasan yang tersembunyi di balik sorot matanya. Ia menarik napas dalam, lalu duduk di samping Naura, meraih tangannya dengan lembut namun mantap. “Naura,” panggilnya, membuat wanita itu mendongak pelan. “Aku tidak memintamu untuk melupakan segalanya dalam semalam. Aku tahu posisimu rumit, dan aku tahu kamu membutuhkan waktu untuk berdamai dengan semuanya. Tapi aku juga ingin kamu tahu, kamu tidak harus menghadapi semuanya sendirian.” “Tapi, Pak Reval, saya merasa bersalah,” kata Naura dengan suara bergetar. “Ini semua salah. Saya ... saya masih belum berani melangkah sejauh itu.” Reval t
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Bab 128. Terus Menggoda

Reval mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri. “Duduklah dulu. Makanannya akan segera datang.” Naura mengangguk canggung dan duduk di meja makan. Reval masih terlihat sibuk, tapi sesekali mencuri pandang ke arahnya. Setiap kali tatapan mereka bertemu, Naura merasa seperti perutnya dipenuhi kupu-kupu. Tak lama kemudian, makanan yang dipesan akhirnya tiba. Reval mengatur piring dan mangkuk di meja, menciptakan suasana makan siang yang sederhana namun terasa hangat. Ia duduk di hadapan Naura, senyumnya masih tak hilang sejak tadi. “Makanlah,” kata Reval sambil menyodorkan semangkuk sup hangat ke arah Naura. Naura mengambil sendok dan mulai menyuap sup itu. Kehangatan sup terasa menenangkan, tetapi lebih dari itu, ia merasa nyaman dengan keberadaan Reval di hadapannya. “Terima kasih, Pak Reval,” ucapnya pelan. “Untuk apa?” tanya Reval sambil menatapnya, penasaran. “Untuk ... semuanya,” jawab Naura. “Bapak selalu ada untuk saya, bahkan di saat saya sendiri tidak tahu apa yang sa
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 129. Ambil Alih

“Pekerjaanku sekarang adalah memastikan kamu tidak terlalu lelah,” jawab Reval dengan nada serius tetapi matanya menyimpan canda. Naura menghela napas panjang, meski dalam hati ia tidak bisa menahan senyum. Akhirnya, ia berkata, “Kalau begitu, tolong ambilkan handuk untuk saya.” Reval tertawa kecil. “Baik, Nyonya. Aku akan menurut.” Saat Reval akhirnya melangkah menjauh untuk mengambil handuk, Naura menarik napas dalam-dalam. Tetapi sebelum ia bisa sepenuhnya tenang, Reval kembali dengan handuk di tangannya dan senyum khasnya yang jahil. “Ini untukmu,” ujar Reval sambil mengulurkan handuk. Saat Naura mengambil handuk itu, Reval menatapnya dengan lembut. “Terima kasih sudah mencuci piring. Kamu benar-benar perempuan luar biasa, Naura.” Naura hanya tersenyum canggung. Merasa bahwa sikap Reval terlalu berlebihan kepadanya. Meski begitu, hatinya terasa menghangat. Saat semuanya selesai, Reval menoleh ke arah Naura. “Mau nonton film?” tanyanya. Naura mengangguk. “Tentu, kalau Ba
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 130. Peduli

Di dapur yang hangat dengan aroma manis tepung dan mentega, Naura berdiri memegang sebuah mangkuk adonan, mengamati Reval yang sibuk menyiapkan loyang. Lengan kemeja Reval digulung sampai siku, memperlihatkan ototnya yang bergerak saat ia bekerja. Suasana begitu santai, tetapi di hati Naura, ada rasa gugup yang tak bisa ia abaikan. Apalagi mengingat nanti malam jika ia akan pergi makan malam untuk bertemu mama Reval. “Kita mulai dari mana?” tanya Naura, mencoba terdengar tenang meski ia merasa canggung berdiri begitu dekat dengan pria itu. Reval menoleh sambil tersenyum. “Kita? Aku pikir kamu hanya mau menonton.” Naura mendengkus kecil. “Kalau cuma menonton, saya tidak akan ada di sini.” “Baiklah,” jawab Reval dengan nada menggoda. “Kalau begitu, ayo bantu aku mengaduk adonan ini. Jangan terlalu pelan, tapi juga jangan terlalu cepat.” Naura mengambil spatula dan mulai mengaduk, mengikuti petunjuk Reval. Ia merasa tangannya sedikit gemetar saat Reval berdiri di belakangnya, mem
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
18
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status