Share

Bab 128. Terus Menggoda

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2025-01-24 00:28:26
Reval mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri. “Duduklah dulu. Makanannya akan segera datang.”

Naura mengangguk canggung dan duduk di meja makan. Reval masih terlihat sibuk, tapi sesekali mencuri pandang ke arahnya. Setiap kali tatapan mereka bertemu, Naura merasa seperti perutnya dipenuhi kupu-kupu.

Tak lama kemudian, makanan yang dipesan akhirnya tiba. Reval mengatur piring dan mangkuk di meja, menciptakan suasana makan siang yang sederhana namun terasa hangat. Ia duduk di hadapan Naura, senyumnya masih tak hilang sejak tadi.

“Makanlah,” kata Reval sambil menyodorkan semangkuk sup hangat ke arah Naura.

Naura mengambil sendok dan mulai menyuap sup itu. Kehangatan sup terasa menenangkan, tetapi lebih dari itu, ia merasa nyaman dengan keberadaan Reval di hadapannya.

“Terima kasih, Pak Reval,” ucapnya pelan.

“Untuk apa?” tanya Reval sambil menatapnya, penasaran.

“Untuk ... semuanya,” jawab Naura. “Bapak selalu ada untuk saya, bahkan di saat saya sendiri tidak tahu apa yang sa
Rich Mama

Masih sweet .... bosan gak nih???

| 3
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 129. Ambil Alih

    “Pekerjaanku sekarang adalah memastikan kamu tidak terlalu lelah,” jawab Reval dengan nada serius tetapi matanya menyimpan canda. Naura menghela napas panjang, meski dalam hati ia tidak bisa menahan senyum. Akhirnya, ia berkata, “Kalau begitu, tolong ambilkan handuk untuk saya.” Reval tertawa kecil. “Baik, Nyonya. Aku akan menurut.” Saat Reval akhirnya melangkah menjauh untuk mengambil handuk, Naura menarik napas dalam-dalam. Tetapi sebelum ia bisa sepenuhnya tenang, Reval kembali dengan handuk di tangannya dan senyum khasnya yang jahil. “Ini untukmu,” ujar Reval sambil mengulurkan handuk. Saat Naura mengambil handuk itu, Reval menatapnya dengan lembut. “Terima kasih sudah mencuci piring. Kamu benar-benar perempuan luar biasa, Naura.” Naura hanya tersenyum canggung. Merasa bahwa sikap Reval terlalu berlebihan kepadanya. Meski begitu, hatinya terasa menghangat. Saat semuanya selesai, Reval menoleh ke arah Naura. “Mau nonton film?” tanyanya. Naura mengangguk. “Tentu, kalau Ba

    Last Updated : 2025-01-24
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 130. Peduli

    Di dapur yang hangat dengan aroma manis tepung dan mentega, Naura berdiri memegang sebuah mangkuk adonan, mengamati Reval yang sibuk menyiapkan loyang. Lengan kemeja Reval digulung sampai siku, memperlihatkan ototnya yang bergerak saat ia bekerja. Suasana begitu santai, tetapi di hati Naura, ada rasa gugup yang tak bisa ia abaikan. Apalagi mengingat nanti malam jika ia akan pergi makan malam untuk bertemu mama Reval. “Kita mulai dari mana?” tanya Naura, mencoba terdengar tenang meski ia merasa canggung berdiri begitu dekat dengan pria itu. Reval menoleh sambil tersenyum. “Kita? Aku pikir kamu hanya mau menonton.” Naura mendengkus kecil. “Kalau cuma menonton, saya tidak akan ada di sini.” “Baiklah,” jawab Reval dengan nada menggoda. “Kalau begitu, ayo bantu aku mengaduk adonan ini. Jangan terlalu pelan, tapi juga jangan terlalu cepat.” Naura mengambil spatula dan mulai mengaduk, mengikuti petunjuk Reval. Ia merasa tangannya sedikit gemetar saat Reval berdiri di belakangnya, mem

    Last Updated : 2025-01-25
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 131. Tersengat

    Naura tetap terdiam, menggenggam spatula di tangannya dengan canggung. Pertanyaan itu terus bergema dalam pikirannya, sementara ia mencoba mencari jawaban. Reval, di sisi lain, memperhatikan Naura dengan pandangan penuh perhatian. Ia tahu bahwa ia telah menyentuh sesuatu yang sensitif, tetapi ia tidak ingin memaksanya untuk berbicara lebih jauh. “Naura,” Reval memecah keheningan, suaranya lembut. “Kue ini belum selesai kalau kita tidak menghiasnya. Kamu mau membantu?” Naura mendongak perlahan, mencoba memulihkan dirinya dari emosi yang mulai menyeruak. “Hias?” tanyanya, mencoba terdengar biasa saja. Reval tersenyum kecil dan mengambil spatula lain. “Ya, kita bisa tambahkan topping di atasnya. Ayo, mari kita coba.” Dengan canggung, Naura mengambil wadah kecil berisi krim kocok. Ia memulai dengan hati-hati, mencoba membuat pola di atas kue, tetapi tangannya sedikit gemetar. Melihat itu, Reval kembali mendekat dan berdiri di sisinya. “Biarkan aku bantu,” katanya, meraih tangannya

    Last Updated : 2025-01-25
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 132. Masih Panas

    Reval hanya tersenyum kecil, tetapi matanya menunjukkan sesuatu yang sulit ditebak. Ia menerima loyang itu, memasukkannya ke dalam oven, lalu menutup pintunya dengan hati-hati. “Sekarang kita tinggal menunggu,” ujar Reval, mencoba memecah keheningan. Naura mengangguk tanpa berkata apa-apa. Ia melangkah mundur, bersandar pada meja dapur, mencoba mengatur napasnya yang masih belum normal. Reval berdiri tak jauh darinya, menyilangkan lengannya di dada sambil menatap oven. Tetapi dari sudut matanya, ia terus mengawasi Naura. Ada senyum tipis di wajahnya, senyum yang hanya dia tahu maknanya. “Kamu baik-baik saja?” tanya Reval akhirnya, memecah keheningan. Naura mengangguk cepat. “I-iya, saya baik,” jawabnya dengan nada yang terlalu tinggi, membuatnya terlihat semakin canggung. Reval menahan tawa, lalu mengangguk. “Bagus kalau begitu.” Mereka kembali diam, tetapi suasana di antara mereka terasa begitu kaku. Naura berusaha keras menghindari kontak mata dengan Reval, sementara pria itu

    Last Updated : 2025-01-25
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 133. Momen Spesial

    Reval mengangkat bahu. “Panas tidak masalah, asal kamu yang menyajikannya.” Kata-kata itu membuat tangan Naura sedikit gemetar, tetapi ia cepat-cepat menyembunyikannya dengan senyum tipis. Ia melanjutkan memotong kue hingga akhirnya mereka memiliki beberapa potong yang siap dinikmati. Reval membawa piring-piring itu ke meja makan, sementara Naura mengambil dua gelas dan teko berisi teh hangat dari meja dapur. Ketika semuanya sudah tersaji, mereka duduk berhadapan di meja kecil itu, memandangi kue yang tampak sempurna di bawah cahaya lampu dapur. Namun, sebelum mereka sempat mencicipinya, Naura mulai merasa tidak nyaman. Ia melirik ke tangannya yang masih penuh noda tepung, lalu ke pakaiannya yang juga tampak berantakan. Pandangannya beralih ke Reval, yang ternyata sama saja. Kemejanya penuh bercak tepung dan krim, rambutnya sedikit berantakan, dan ada noda kecil di pipinya yang entah kapan menempel di sana. “Kita ini seperti baru keluar dari perang di dapur,” komentar Naura akh

    Last Updated : 2025-01-26
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 134. Tidak Akan Pernah Melepaskanmu

    Langit jingga menyelimuti kota dengan gelap yang menenangkan, hanya sesekali dipotong oleh suara rintik hujan yang mengetuk lembut jendela kamar. Ruangan itu temaram, diterangi kilau hangat dari puluhan lilin yang memantulkan cahaya gemulai ke dinding dan lantai. Harum bunga mawar dan kayu manis menguar memenuhi udara, menyatu dengan lembut aroma lavender yang mengapung di air hangat. Naura meresapi kehangatan air yang melingkupi tubuhnya. Kulitnya yang lembut berkilauan terkena percikan air. Petal-petal mawar merah terapung di sekeliling, seperti jejak rasa yang bergumul di hatinya. Begitu indah, tetapi tajam dengan tepi yang mengingatkan akan perasaan yang pernah tertusuk. Dia mengangkat wajahnya, menatap Reval di hadapannya. Dia tak berkata apa-apa, hanya diam, membiarkan pandangan mereka berbicara dalam diam yang dipenuhi detak waktu. Matanya seperti danau hitam yang tenang, dalam, dan tak terduga. Sekilas, jemarinya bergerak, menyentuh permukaan air, menciptakan riak keci

    Last Updated : 2025-01-26
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 135. Puncak Kenikmatan

    Detik berlalu, keheningan menjadi teman mereka, dan Naura membiarkan dirinya tenggelam dalam hangat dan rasa yang memeluk jiwanya. Pelukan itu bukan hanya pelukan. Itu adalah pengakuan. Sebuah janji yang terpatri dalam keabadian. “Dan saya akan tetap di sini,” jawab Naura akhirnya, suaranya rendah namun kuat. “Sampai Bapak siap percaya bahwa kita pantas untuk bahagia bersama.” Naura menatap Reval dengan intensitas yang tak terlukiskan, dadanya berdegup keras hingga ia merasa jantungnya akan melompat keluar. Air yang meresapi kulitnya seperti kehilangan makna, karena satu-satunya panas yang ia rasakan kini datang dari pria di hadapannya. Tanpa berpikir panjang, ia memindahkan kedua tangannya ke dada Reval, merasakan denyut hidup yang kuat di bawah telapak tangannya. Air memercik ketika tubuhnya bergerak, suara gemericik halus memenuhi ruangan. Ia perlahan naik, lututnya menyentuh dasar bak di antara kaki Reval. Napasnya memburu, dada naik-turun dengan irama yang sama dengan d

    Last Updated : 2025-01-26
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 136. Sebuah Jawaban

    Tawa lembut masih terdengar samar di udara, meski suasana dapur sudah jauh lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Naura duduk di kursi meja makan, memandangi piring kecil di depannya yang berisi potongan kue yang baru saja mereka buat bersama. Aromanya masih menggoda, perpaduan manis dan gurih yang mengingatkan Naura pada kehangatan rumah. Di depannya, Reval sedang sibuk menuangkan teh hangat ke dua cangkir mungil. Gerakan tangannya begitu tenang dan terukur, menciptakan kontras dengan sosoknya yang biasanya terlihat serius di kantor. Kali ini, ia tampak lebih santai. “Silakan, teh hangat untuk menemani kuenya,” ujar Reval sambil menyodorkan salah satu cangkir kepada Naura. “Terima kasih, Pak Reval,” balas Naura dengan senyum kecil. Reval duduk di kursi seberangnya, matanya menatap Naura dengan intensitas lembut. Naura, yang sadar sedang diperhatikan, hanya bisa berusaha fokus pada kue di depannya. “Coba, Naura. Ini pertama kalinya aku membuat kue seperti ini,” ucap Reva

    Last Updated : 2025-01-27

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 187. Menggeleng Lemah

    Sebuah tepuk tangan nyaring terdengar di ruangan itu.“Jadi ini semua perbuatan Mama?” ujar Reval, suaranya rendah tetapi penuh tekanan.Wanita paruh baya yang masih duduk itu tersentak. Wajahnya yang semula tenang kini dipenuhi keterkejutan.“Reval! Ka–kamu ...”“Kenapa, Ma?” Reval melangkah maju, ekspresinya dingin. “Terkejut karena aku dan Naura mendengar pembicaraan kalian?”Di belakang Reval, Naura berdiri dengan tubuh menegang. Jantungnya berdetak kencang, sulit mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Kata-kata dokter dan mama Reval masih terngiang di telinganya.Dion dan Callista memang berselingkuh.Bukan jebakan.Mereka benar-benar mengkhianati dirinya.Mama Reval hanya berusaha menutupi fakta itu dengan kebohongan lain.Ruangan itu terasa semakin menyempit. Napas Naura tersengal, seakan udara mendadak menipis. Dadanya berdenyut, bukan hanya karena kekecewaan, tetapi juga karena rasa bodoh yang terus menyergap.“Jadi ...” Suara Naura bergetar. “Tidak ada yang menjebak merek

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 186. Licik

    Naura tertawa kecil, getir. Matanya kembali menatap Dion.“Bukankah saya bodoh?” Suaranya bergetar. “Saya berusaha percaya bahwa dia pria yang baik, bahwa dia adalah orang yang bisa saya cintai tanpa takut dikhianati lagi. Tapi lihat sekarang ... ternyata saya tidak lebih dari seorang wanita bodoh yang terus saja berharap pada sesuatu yang sia-sia.”Suara Naura pecah di akhir kalimat.Dan saat itu, pertahanannya runtuh.Tangannya menutup wajahnya, tubuhnya bergetar hebat menahan isakan.Reval tak bisa lagi hanya diam.Tanpa ragu, ia menarik Naura ke dalam pelukannya.Naura semula memberontak, kedua tangannya mendorong dada Reval, tetapi pria itu tak goyah.“Lepaskan,” ucapnya lirih, suaranya teredam di dada Reval.“Tangismu tidak akan membuat semua ini berubah, Naura.” Reval semakin mengeratkan pelukannya.Naura kembali mencoba melawan, tetapi kekuatannya sudah habis. Ia akhirnya menyerah.Tangannya mengepal di dada Reval, lalu tanpa bisa ditahan lagi, ia menangis sejadi-jadinya.Isak

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 185. Menyakitkan

    Koper milik Naura tergeletak begitu saja. Wanita itu tidak lagi peduli. Tangannya gemetar saat memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, napasnya tersengal. Ia baru saja menerima sebuah kabar yang menghantamnya lebih keras dari apa pun. Dion. Ditemukan di kamar hotel. Bersama seorang wanita. Tak sadarkan diri. Keadaannya … tak berbusana. Perut Naura terasa seperti dipukul keras. Otaknya berusaha mencerna, tapi semuanya terasa begitu absurd, begitu menyakitkan. Tangannya melambai, menghentikan taksi yang melintas. Tanpa ragu, ia masuk dan menyebutkan satu tujuan. Rumah sakit. Sepanjang perjalanan, bayangan Dion berputar di pikirannya. Pria yang selama ini menjadi harapan terakhirnya, tempatnya berpulang setelah semua yang terjadi dengan Reval. Namun sekarang, seolah takdir kembali menertawakannya. Air mata sudah berlinang di pipinya. Ia tak peduli. Taksi berhenti dengan rem mendadak di depan rumah sakit. Naura bergegas keluar, hampir tersandung karena langkahnya yang terbu

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 184. Tidak Percaya

    Jantung Naura berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia menegakkan duduknya, menatap wajah wanita paruh baya itu dengan perasaan tak menentu.“Ada apa dengan Mas Dion, Bu?” tanyanya hati-hati.Ibu Lastri menghela napas. Tangannya saling bertaut, pertanda bahwa ia sedang berusaha menyusun kata-kata. “Tadi Dion sempat menghubungi Ibu. Katanya dia sangat sibuk dengan pekerjaan, jadi tidak bisa menjemputmu.”Naura mengerutkan kening. “Kenapa Mas Dion nggak bilang langsung kepadaku, Bu? Dihubungi juga susah.”Ibu Lastri terdiam sesaat. “Em, itu….”Naura menangkap kegugupan di raut wajah wanita itu. Matanya yang biasanya lembut kini seperti menyimpan sesuatu.“Ada apa, Bu?” desaknya, nada suaranya sedikit lebih tinggi dari yang ia maksudkan.Ibu Lastri tersenyum tipis, tapi senyumnya terasa tidak natural. “Mungkin sinyalnya sedang buruk, Nak.”Naura terdiam, berusaha mencerna jawaban itu. Tapi sesuatu dalam dirinya berteriak bahwa ada yang janggal. Ia menatap wajah wanita itu lebih lama, berha

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 183. Tentang Dion

    Dinda menghela napas panjang, lalu memaksa bibirnya tersenyum meski matanya masih berlinang. “Hadiah kecil untukmu. Jangan pernah lupakan aku, ya?” Jemari Naura bergetar saat menerima kotak itu. Rasanya berat sekali untuk menggenggamnya, seolah kotak kecil itu membawa seluruh kenangan yang pernah mereka lalui bersama. Ia menatap Dinda, lalu Ervan. Keduanya memiliki ekspresi yang berbeda. Dinda yang emosional, sementara Ervan lebih menahan, tetapi sorot matanya jelas menunjukkan kepedulian yang mendalam. Naura tersenyum tipis, menahan sesak yang mengganjal di dadanya. “Terima kasih ... untuk segalanya,” ujar Naura pelan, tetapi cukup jelas untuk keduanya dengar. Dinda menggigit bibirnya, menahan tangis yang hendak pecah. “Kalau kamu butuh tempat pulang ... aku di sini, Naura.” Ervan mengangguk pelan, menambahkan, “Kami di sini.” Naura tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia hanya menatap mereka dalam diam, menghafal wajah mereka untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya melangkah mun

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 182. Dalam Genggamannya

    Naura memejamkan mata, menolak perasaan yang menggumpal di dadanya. Tangannya mengepal di sisi tubuh, berusaha mengendalikan getaran emosi yang berkecamuk. Tapi, getar suara Reval menembus pertahanannya. “Aku tidak peduli siapa ayah dari bayi yang kamu kandung. Yang kuinginkan... hanya kamu, Naura.” Sebuah bulir air mata jatuh di pipi Naura, entah karena keterkejutan atau rasa yang tak mampu dia jelaskan. Reval terdiam melihatnya, tatapannya melunak. Perlahan, jemarinya terangkat, menghapus jejak air mata itu dengan sentuhan yang begitu lembut seolah takut merusak sesuatu yang rapuh. “Saya... tidak bisa.” Suara Naura lirih namun tegas, meski dadanya terasa sesak. “Saya istri orang lain, Pak Reval. Dan sebentar lagi Bapak akan menikah dengan Callista.” Reval tersenyum pahit, matanya menyimpan luka yang tak terucapkan. “Pernikahan itu tidak pernah kuinginkan. Hanya kamu... sejak awal, hanya kamu yang mengisi ruang kosong dalam hatiku, Naura.” Reval terdiam sejenak. Lalu, tanpa p

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 181. Semakin Mendekat

    Hari yang dinanti telah tiba. Hari ini adalah hari terakhir Naura menjejakkan kakinya di perusahaan besar milik Reval. Ia akan segera meninggalkan kota yang penuh kenangan itu. Untuk terakhir kalinya, Naura ingin meminta maaf dan berterima kasih kepada Reval. Langkah kaki Naura menggema pelan di lantai marmer kantor. Setiap langkahnya terasa berat, seolah setiap jejak yang ia tinggalkan adalah perpisahan dengan semua kenangan yang pernah terukir di tempat ini. Jantungnya berdetak tak menentu saat ia berdiri di depan pintu ruangan yang sudah begitu familiar. Ruangan di mana banyak kisahnya dengan Reval tercipta. Tangannya terangkat, mengetuk pintu kayu itu dengan ragu. Tok. Tok. Tok. Tak ada jawaban. Naura menunggu sejenak, berharap mendengar suara yang selama ini mampu menggetarkan hatinya. Namun, keheningan tetap menyelimuti ruangan di balik pintu itu. Perlahan, ia memutar kenop pintu. Tidak terkunci. Naura mendorong pintu dan melangkah masuk. Udara di dalam terasa sedikit

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 180. Di Bawah Langit Kelabu

    Rintik hujan turun pelan, mengetuk dedaunan dan memercik tanah merah yang masih basah. Udara di pemakaman terasa lembap, bercampur aroma tanah yang khas setelah hujan pertama. Angin semilir membawa desah dedaunan, seolah menjadi bisikan dari mereka yang beristirahat abadi di bawahnya. Di antara barisan nisan berwarna abu-abu, seorang pria berdiri diam. Jas hitam membungkus tubuhnya, tetapi dingin tetap merasuk hingga ke tulang. Rambutnya yang basah menempel di dahi, sementara tetesan air mengalir pelan di sepanjang rahangnya yang tegas. Sepasang mata kelamnya menatap nisan di depannya. Tatapan yang menyimpan luka tak terucap. Nama yang terukir di sana terasa seperti belati yang menusuk jantungnya setiap kali ia membacanya. Kirana A. Wijaya Reval berjongkok perlahan, membiarkan lututnya menyentuh tanah yang basah. Jemarinya terulur, menyentuh ukiran nama itu seolah berharap kehangatan masa lalu dapat merembes melalui batu yang dingin. Bibirnya bergerak, tetapi tak ada suara

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 179. Menangkap Kalian

    Namun, Reval tak menjawab mamanya. Alih-alih, ia melangkah mendekati Callista, membuat gadis itu mundur setapak demi setapak hingga punggungnya hampir menyentuh dinding. “Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di pesta malam itu?” Suaranya rendah, namun setiap kata menghantam Callista seperti cambukan. “Aku sudah melihat semuanya, Callista.” Mata Callista membesar. Bibirnya terbuka, tetapi tak ada kata yang keluar. Jantungnya berdegup kencang, hampir menenggelamkan suara di sekitarnya. “Kamu salah paham, Reval. Bukan aku pelakunya.” Suara Callista terdengar gemetar, meski ia berusaha tetap tenang. Namun, Reval tak bergeming. Napasnya berat, dada naik-turun cepat seolah menahan badai amarah yang siap meledak. Jemarinya mengepal erat di sisi tubuhnya. Adelia melangkah maju, berdiri di antara mereka dengan wajah penuh amarah. “Kamu lebih membela perempuan itu daripada tunanganmu sendiri?” Suaranya menggema di ruangan luas, mengguncang udara seolah-olah dinding ikut menya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status