Home / Romansa / Skandal Satu Malam Sang Presdir / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Skandal Satu Malam Sang Presdir: Chapter 21 - Chapter 30

107 Chapters

Bab 21: Dibuat Meleleh

"Apakah aku orang pertama yang mengajakmu makan siang? Kenapa terlihat canggung sekali?" tanya Louis, suaranya terdengar lembut namun penuh dengan rasa ingin tahu. Ia memperhatikan Laura, yang tampak gelisah seperti daun kecil yang digoyang oleh angin.Laura tersenyum kikuk, cengirannya tampak berusaha menutupi rasa gugup yang menguar dari tubuhnya. "Iya," jawabnya akhirnya, suaranya terdengar malu-malu seperti anak kecil yang tertangkap basah."Aku tidak pernah menjalin hubungan sebelumnya, tidak pernah dekat dengan pria juga. Jadi, menurutku ini akan membuatku sedikit canggung. Maafkan aku, Tuan Louis.""Louis saja," ucap pria itu cepat, memotong kata-kata formal yang dirasa tak perlu. Tatapannya lembut, namun penuh perhatian, seperti sinar matahari pagi yang menyusup di sela-sela daun.Laura merasakan jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Tatapan intens Louis membuatnya meneguk ludah, mencoba mengusir kegugupannya yang semakin menjadi. Ia mengangguk pelan, suaranya hampir sepert
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Bab 22: Ancaman dari Marissa

"Terima kasih untuk makan siangnya, Louis," ucap Laura, suaranya lembut seperti angin senja yang meredakan teriknya siang. Ia menyeka sudut bibirnya dengan tisu, menyembunyikan senyum kecil yang nyaris tak kasatmata."Dengan senang hati, bisa menemanimu makan siang, Laura. Setiap hari pun aku mau," balas Louis dengan nada hangat yang mengalir seperti aliran sungai di tengah hutan, tenang namun penuh daya hidup.Laura terkekeh, suara tawa kecilnya menyerupai denting halus kristal yang disentuh lembut. "Kalau setiap hari, aku bisa kena marah kakak kembarmu, Louis."Louis mengulas senyum kecil, samar namun penuh makna, seperti pelangi tipis yang muncul setelah hujan gerimis. "Well, Laura. Sebenarnya dia sempat melihat kita makan siang tadi. Tapi, sepertinya dia tidak berani menghampiri kita ataupun memarahimu."Sontak Laura terkejut. Seperti riak air yang terguncang oleh kerikil, hatinya bergolak. Ia tahu, pria itu—Smith—tidak akan melepaskan kesempatan untuk melontarkan amarahnya nanti
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 23: Pembohong!

"Wanita murahan!"Kata-kata itu menghantam Laura seperti pecahan kaca tajam yang dilemparkan tanpa ampun. Baru saja ia melangkah masuk ke rumah, suasana yang dingin dan sunyi tiba-tiba berubah menjadi medan perang.Ia menoleh perlahan, menatap Smith yang terpuruk di sofa ruang tengah, tubuhnya lunglai dan matanya merah menyala, tanda jelas bahwa pria itu mabuk berat.“Pantas saja kau datang ke kamarku. Kau memang wanita murahan, Laura,” desis Smith, suaranya serak seperti bisikan ular yang penuh racun. “Munafik!” tambahnya lagi, kali ini lebih keras, seperti guntur yang menggelegar di malam tanpa bintang.Laura berdiri diam sejenak, merasakan api amarah yang perlahan merambati setiap inci tubuhnya. Namun, ia tidak mundur.Dengan langkah mantap, ia menghampiri Smith, berdiri di hadapan pria itu dengan sorot mata yang tajam bagai bilah pedang yang terhunus.“Hanya karena melihatku makan siang dengan adik kembarmu, kau menyebutku murahan?” ucap Laura, setiap kata mengalir dengan dingin,
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 24: Jangan Pergi

“Apa maksudmu?” tanya Laura, kebingungan bercampur kewaspadaan terpancar jelas di matanya. Ia menatap Smith dengan dahi berkerut, berusaha memahami maksud tersembunyi di balik ucapan pria itu.Smith tertawa kecil, tawa yang terdengar serak dan tidak stabil, seperti nada rendah dari senar yang hampir putus.Ia meraih red wine glass di tangannya, meneguk sisa cairan merah gelap yang berkilauan seperti darah di bawah sinar lampu. Matanya memerah, bukan hanya karena pengaruh alkohol, tetapi juga oleh amarah yang perlahan membara di dalam dirinya.“Kurang jelas, dengan ucapanku tadi?” tanyanya, suaranya meluncur seperti bisikan yang mengandung ancaman. Tanpa peringatan, ia meraih tangan Laura, menariknya dengan cepat hingga tubuh perempuan itu jatuh terduduk di pangkuannya.Laura terkejut, matanya membesar seperti bulan purnama di malam gelap. “Apa kau gila? Lepaskan aku!” serunya, suaranya penuh kemarahan yang dibalut dengan nada ketakutan.Ia meronta, tubuhnya berusaha melepaskan diri da
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 25: Yang Belum Diketahui oleh Laura

Smith membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa berat seperti dipenuhi beban dari malam yang kelam.Hangatnya mentari pagi menyelinap lembut di balik tirai jendela, menciptakan pancaran emas samar di ruangan yang masih diliputi keheningan.Ia memutar kepala, lehernya terasa kaku, dan saat matanya menangkap sosok di sampingnya, ia terpaku.Laura.Bagaimana mungkin ini terjadi? Pikirannya melayang, mencoba merangkai ingatan dari serpihan malam yang tampak kabur, seperti lukisan buram yang tak dapat diinterpretasikan.Ia mengerutkan dahi, rasa bingung menyelimutinya. “Apa yang sedang kau lakukan di sini, Laura?” bisiknya, suaranya serak, seperti kayu yang bergesekan di malam dingin.Suara itu rupanya cukup untuk membangunkan Laura. Mata perempuan itu perlahan membuka, lalu seketika tubuhnya tersentak.Dalam gerakan cepat, ia beranjak dari tempat tidur, jaraknya kini lebih jauh, seolah keberadaan Smith adalah pusat gravitasi yang harus dihindari.“Jangan salah paham!” serunya denga
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 26: Perdebatan di Dalam Mobil

Setengah jam setelah Laura bersiap-siap, suara langkah ringan Louis terdengar di depan pintu rumah. Ia muncul dengan senyum yang menawan, membawa aura cerah pagi yang kontras dengan atmosfer rumah yang terasa tegang sejak malam sebelumnya.“Selamat pagi, kakak kembar,” sapa Louis, suaranya ringan tetapi menggema cukup kuat di ruang tamu yang sunyi.Senyum khasnya yang selalu memancarkan keramahan melintas di wajahnya, namun matanya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak.Smith, yang sedang duduk di sofa dengan sikap acuh, hanya menaikkan kedua alisnya. Wajahnya menunjukkan ketidaksukaan yang tak berusaha ia sembunyikan.“Apa yang kau lakukan di sini, Louis?” tanyanya datar, suaranya nyaris seperti geraman.Louis tertawa kecil, sebuah tawa yang seolah mengolok tetapi tetap terdengar santai. “Sepertinya kedatanganku tidak diterima dengan hangat, Smith. Tapi, tenang saja. Aku tidak datang untukmu. Aku datang untuk Laura,” balasnya santai sambil melirik ke arah pintu kamar Laura yang masi
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 27: Masih tetap Memintanya Menjauhi Louis

“Sebaiknya kau diam sebelum kesabaranku habis, Laura!” desis Smith, suaranya bagaikan bilah pisau yang mengiris udara pagi dengan tajam dan dingin.Laura melirik sekilas ke arah suaminya, matanya yang redup memantulkan bayangan ketegangan yang menggantung seperti kabut tebal di antara mereka.Ia menghela napas panjang, tarikan udara terasa berat di dadanya, seolah dunia sendiri menolak memberinya ruang untuk bernapas.Ia bahkan tidak tahu apa dosanya pagi itu—atau mungkinkah Smith sedang marah pada Louis? Tapi kenapa? Toh, lelaki itu jarang sekali peduli, tidak padanya, tidak pula pada apa pun yang benar-benar penting.Saat mobil berhenti di depan gedung kantor, Laura membuka pintu dengan gerakan tegas, langkahnya ringan namun sarat dengan kegelisahan yang ia tutupi rapat.Udara dingin pagi itu menyambutnya, menusuk kulit seperti pengingat bahwa realita selalu lebih kejam daripada sekadar kata-kata. Ia mempercepat langkah, masuk ke lift, dan menekan tombol tanpa menoleh ke belakang.“
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 28: Jangan Akhiri Pernikahan itu!

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, dan suasana di lobi Allera Hotel terasa lebih hidup dari biasanya.Langit di luar bersih tanpa cela, memancarkan sinar matahari yang hangat ke kaca-kaca tinggi, menciptakan kilauan keemasan di lantai marmer yang mengilap.Deretan staf hotel berdiri dengan rapi, masing-masing mengenakan senyum profesional yang memancarkan rasa hormat dan antusiasme.Di tengah mereka, Smith, Vincent, Louis, dan Laura tampak menonjol, auranya memancarkan wibawa yang sulit untuk diabaikan.Mobil hitam mewah berhenti dengan elegan di depan pintu utama, bannya seakan menyentuh lantai dengan kehalusan seperti dalam adegan film. Ketika pintu mobil terbuka, seorang pria berwibawa dengan jas abu-abu rapi melangkah keluar.Walikota Alexander, sosok yang sudah dikenal karena karisma dan prestasinya, tampak seperti lambang kemapanan itu sendiri. Aura kehadirannya begitu kuat, hingga seluruh ruangan seolah berhenti untuk sesaat.“Tuan Alexander!” seru Vincent dengan penuh ke
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 29: Tidak Dipercaya

"Siapa juga yang akan menceraikannya, Dad!" ucap Smith, suaranya menggema dingin seperti angin malam yang menyelusup melalui celah pintu yang terbuka.Vincent menaikkan alis, menatap putranya dengan sorot mata yang penuh arti. "Bagus, jika kau tidak memiliki niat seperti itu," ucapnya datar sebelum berbalik, langkahnya bergema di lantai kayu ruang kerja Smith yang sunyi.Smith mengusap wajahnya perlahan, jari-jarinya terasa berat seakan menahan beban dunia. Napas panjang meluncur dari bibirnya, menghembuskan sisa-sisa harapan yang tercecer."Apakah aku harus menghamili perempuan itu, supaya dia tidak memiliki alasan untuk berpisah denganku?" gumamnya, nyaris seperti bisikan rahasia kepada dirinya sendiri. Pipinya menggembung sesaat, namun kekosongan di matanya tak mampu disembunyikan.Dia tahu, Stella sedang menunggunya. Wajahnya yang seperti boneka porselen itu selalu tampak tegar, namun di balik topengnya, Smith dapat melihat api yang mengintai, api yang siap membakar apa pun demi e
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 30: Akan Meminta Bantuan Vincent

“No!” sergah Smith, suaranya menggema di ruangan, seperti palu godam yang memukul dinding kepercayaan di antara mereka. Ia menggelengkan kepala dengan tegas, menolak mentah-mentah dugaan Laura.Di hadapannya, Laura berdiri terpaku. Kekecewaan merebak seperti luka yang terbuka, menyesakkan dadanya. Tangannya gemetar, namun ia mengepalkannya erat, mencoba menahan badai emosi yang mengancam untuk meluap.Matanya yang biasanya penuh dengan ketegasan kini meredup, seolah seluruh cahayanya direnggut paksa.“Baiklah,” ucapnya pelan, suaranya serak, seperti daun kering yang jatuh di musim gugur. “Kau memang tidak pernah percaya dengan apa yang kukatakan.” Jemarinya yang dingin menyambar dokumen dari meja, dan gerakannya terasa seperti pisau yang mengiris jarak di antara mereka.“Aku memang salah jika memintamu menyelidiki semuanya,” tambahnya, nada pahit menggantung di udara seperti bayang-bayang senja yang memanjang.Tanpa menunggu balasan, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan ruang
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more
PREV
123456
...
11
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status