Home / Romansa / Skandal Satu Malam Sang Presdir / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Skandal Satu Malam Sang Presdir: Chapter 31 - Chapter 40

107 Chapters

Bab 31: Diculik

“Daddy, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Soal pekerjaan,” ucap Laura, suaranya terdengar mantap meskipun ada nada lelah yang terselip.Ia memutuskan menelepon Vincent begitu tiba di ruang kerjanya, tidak ingin menunda-nunda lagi.“Datanglah. Aku ada di lantai tiga puluh, Laura,” jawab Vincent dengan nada ramah namun tegas.Laura menutup panggilan tersebut. Dengan langkah tergesa, ia menuju lift. Pikirannya terus dipenuhi kekesalan terhadap Smith.Karena suaminya enggan membantunya, ia tahu Vincent adalah satu-satunya harapannya sekarang. Lift berdenting, pintunya terbuka perlahan, dan Laura melangkah keluar menuju ruang kerja Vincent.Tok tok.“Masuk!” suara berat Vincent terdengar dari balik pintu.Laura membuka pintu dengan hati-hati, lalu masuk ke ruangan luas yang dihiasi dinding kaca, memberikan pemandangan cakrawala kota yang menakjubkan.Udara di dalam ruangan terasa tenang, tetapi juga membawa wibawa yang tak terbantahkan.Vincent, dengan rambut peraknya yang tertata rap
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 32: Tidak Takut Mati

“Di mana ini?” bisik Laura, suaranya serak dan nyaris tenggelam dalam keheningan yang dingin. Kepalanya terasa berat, seolah dunia berputar dalam kabut yang tebal.Matanya perlahan terbuka, menangkap bayangan remang sebuah ruangan yang gelap dan lembab. Aroma apak dan besi yang menguar membuat perutnya mual.Ruangan itu tak seperti apa pun yang pernah ia lihat—dingin, kosong, dengan dinding batu yang basah oleh tetesan air.Di atas kepalanya, sebuah lampu redup berayun perlahan, menciptakan bayangan bergerak yang menari-nari di dinding seperti hantu yang mengintai.Laura mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa kaku. Tangannya terikat erat dengan tali tambang kasar di belakang kursi yang keras dan dingin.Tiba-tiba, suara berat dan serak memecah keheningan. “Apa yang kau bicarakan dengan Vincent, Laura?”Laura menoleh perlahan, kepalanya masih terasa berat.Sosok pria bertopeng berdiri di hadapannya, siluetnya tinggi dan mengintimidasi, dengan tangan yang kokoh menggenggam sebilah pis
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 33: Kegelisahan Smith

Smith tiba di rumah tepat pukul delapan malam, wajahnya mengeras seperti granit, sorot matanya menyala penuh kemarahan.Ia melangkah lebar dengan hentakan yang menggema di lantai, setiap langkahnya seolah memancarkan bara yang siap membakar. Bibirnya menggeram saat mendapati kamar Laura gelap tanpa tanda-tanda kehadiran.“Kurang ajar! Laura pulang tanpa pamit terlebih dulu padaku. Semakin hari semakin melunjak!” desisnya, suaranya rendah tetapi penuh dengan ancaman yang menggantung di udara.Tangannya yang besar dan kokoh memutar kenop pintu dengan kasar, tapi tidak ada siapa-siapa di dalam kamar itu. Mata Smith menyapu ruangan dengan tajam, hanya kegelapan dan keheningan yang menyambutnya.“Pergi ke mana wanita itu? Kenapa dia tidak ada di kamarnya?” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri, sementara tangan lainnya merogoh saku celana untuk mengambil ponsel.Jarinya bergerak cepat, menekan nomor Laura, namun suara dering yang terus berlanjut tanpa jawaban semakin menambah bara dalam d
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 34: Orang yang Telah Menjebak Laura

Laura membuka matanya perlahan, kelopak yang terasa berat seperti menanggung beban seluruh dunia.Ruangan itu masih gelap, lembap, dan menyesakkan—seolah seluruh udara dipenuhi aroma ketakutan. Napasnya terdengar pelan, hampir seperti desis ular yang terjebak.Dari kegelapan, suara dingin memecah kesunyian. “Kau ingin menggagalkan rencanaku, huh?”Laura menoleh, gerakannya lamban, tubuhnya yang lemah nyaris menyerah. Ia menyipitkan mata, mencoba menangkap sosok di hadapannya.Bibirnya membentuk senyum tipis yang penuh sindiran meskipun rasa sakit menyelimuti tubuhnya.“Andy?” gumamnya dengan suara yang serak dan lemah, namun tak kehilangan tajamnya. “Ternyata kau, yang telah menculikku.”Andy melangkah maju, langkah kakinya menggema seperti detik-detik bom waktu. Ia menekan bahu Laura dengan kuat, menanamkan rasa sakit yang membuat napas Laura tersengal.“Katakan padaku,” ucapnya dengan suara yang menusuk seperti pisau, “Apa yang sudah kau katakan pada Vincent?”Laura terbatuk-batuk,
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 35: Tidak Perlu Cemas Berlebih

Dor!Suara tembakan menghentak udara, bergema di lorong-lorong gelap tempat terkutuk itu. Andy menoleh cepat ke belakang, matanya membelalak dengan campuran panik dan kebencian.“Jangan bergerak! Kalian telah dikepung!” Suara lantang seorang polisi menggema, memantul seperti gema dari keadilan yang datang terlambat.“Argh! Sial!” desis Andy, giginya bergemeretak dalam frustrasi.Ia melesat ke arah belakang, menuju ruang bawah tanah tersembunyi yang dianggapnya sebagai labirin pelarian sempurna—sebuah ruang gelap yang, dalam pikirannya yang penuh tipu daya, tak akan pernah ditemukan siapa pun.Pria bertopeng dan seorang lainnya mengikuti Andy dengan tergesa, bayangan mereka melesat seperti hantu yang mengejar kelam.Laura, yang duduk terikat dan nyaris tanpa tenaga, menarik napas lega saat kilau seragam polisi memenuhi ruang itu. Cahaya senter mereka terasa seperti mercusuar yang menyinari malam tergelap hidupnya.Namun, matanya yang membengkak dan lelah menyipit ketika melihat sosok b
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 36: Debat Sengit si Kembar

"Sudah menganggap ‘istri’ sekarang, huh?" ledek Louis sembari menyunggingkan senyum tipis kepada kakak kembarnya itu. Senyumnya seperti bayangan bulan di permukaan air, menawan namun penuh ejekan.Tangan Smith mengepal erat. Jari-jarinya gemetar seperti ranting kecil yang menahan angin badai, menahan amarah yang bergulung-gulung di dadanya. Matanya menyorotkan kilatan tajam, seperti dua belati siap menusuk."Sejak pertama kali kami menikah pun dia sudah menjadi istriku, sialan!" desis Smith, suaranya bergetar dengan panas yang membakar udara di antara mereka.Louis terkekeh pelan. Tawa itu terdengar seperti bunyi retakan es di malam musim dingin, dingin dan memecah kesunyian.Tatapannya menelusuri wajah Smith, seperti seorang pemburu yang mengamati buruannya yang sedang terluka."Well, Smith. Laura akan menceraikanmu begitu dia tahu jika benih yang kau tanam itu tidak tumbuh," ucapnya, nadanya selembut angin yang menusuk, santai namun penuh racun."Kalaupun Laura hamil, aku akan berta
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Bab 37: Hampir Mati karena Vincent

“Andy dan Marissa sudah menjadi buronan. Mereka yang telah menculik Laura di kantor kita,” ucap Vincent, suaranya berat seperti gemuruh jauh di dalam lembah, memberitahu Smith.Lelaki itu memijat batang hidungnya, mencoba meredakan denyut di kepalanya yang terasa seperti palu godam menghantam pelipisnya. “Jadi benar, Andy telah bermain licik di kantor kita?” tanyanya, nada suaranya serupa bisikan tajam yang menusuk udara.Vincent mengangguk kecil sembari menatap Laura yang terbaring tak sadarkan diri di sofa, wajahnya pucat seperti bulan yang diselimuti kabut malam.“Ya. Sebenarnya aku sudah curiga padanya sejak dulu,” ucapnya dengan napas berat yang tertahan, seolah setiap kata adalah batu yang harus diangkatnya. “Tapi, aku selalu gagal membuktikan semuanya.”“Kenapa?” tanya Smith, suaranya dingin seperti embun beku yang menggantung di dedaunan pada pagi musim dingin.Vincent menoleh pelan, matanya yang lelah menatap sang anak dengan sorot mata yang membawa beban bertahun-tahun.“Per
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

Bab 38: Dunia Bisnis Memang Kejam

“Apa itu benar, Dad?” Mata Smith langsung membola mendengar pertanyaan dari Laura tadi. Suasana di ruangan itu terasa seakan udara berhenti beredar, membeku dalam ketegangan yang menggantung.“Itu, yang Andy katakan padamu?” tanya Smith kepada Laura, suaranya terdengar seperti guntur yang menahan ledakan. Tatapannya tajam menembus ruang, mencari kepastian.Perempuan itu mengangguk kecil, gerakannya seperti daun yang bergoyang lembut di tiupan angin. “Meskipun aku tidak percaya sepenuhnya,” ucapnya pelan, suaranya seperti bisikan yang nyaris tenggelam di tengah gemuruh ketegangan.Smith menghela napas kasar, napasnya terdengar seperti bara api yang ditiup angin, panas dan penuh emosi yang ditahan. “Jawab pertanyaan Laura, Dad! Aku pun ingin tahu, apa maksudmu melakukan itu padanya!” desaknya, nada suaranya menggema penuh tekanan.Vincent lantas menggelengkan kepalanya, matanya memancarkan sorot ketidakpercayaan. “Hei. Untuk apa aku melakukan hal kotor seperti itu? Jika aku mau, aku aka
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

Bab 39: Louis tidak Mengerti

“Sebaiknya pulang saja, Smith. Tidak perlu menemaniku di sini,” ucap Laura dengan suara yang terdengar lemah, namun tetap tegas.Matanya menatap ke arah jendela, menembus gelapnya malam yang diselimuti cahaya rembulan yang pucat.“Lalu, kau ingin ditemani oleh Louis jika aku pulang?” balas Smith, nada suaranya mengandung jejak cemburu yang tidak ia sembunyikan.Laura menghela napas panjang, seolah ingin mengusir rasa lelah yang menyelimutinya. “Entah kenapa kau selalu membawa nama Louis dalam obrolan kita. Bahkan aku tidak kepikiran ingin ditemani olehnya. Aku hanya ingin sendiri,” ucapnya pelan, nadanya seperti embusan angin dingin yang menerpa daun-daun kering.Smith menatap Laura dengan pandangan datar, namun sorot matanya menyimpan gelombang emosi yang bergejolak.“Aku akan menemanimu sampai kau sembuh. Tidak ada penolakan, karena aku membencinya,” ucapnya tegas, seperti gunung yang tak tergoyahkan oleh badai.“Untuk apa? Orang-orang akan curiga jika kau ada di sini, Smith,” Laura
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

Bab 40: Sudah Diperbolehkan Pulang

“Kondisi Anda sudah membaik dan hari ini sudah diperbolehkan pulang.”Laura menghela napas lega mendengar penuturan dokter yang selama dua hari terakhir ini menjadi pelindung sekaligus pengawas ketat atas kesehatannya.Mata cokelatnya yang sempat meredup kini mulai berkilau kembali, memantulkan harapan yang perlahan tumbuh dari rasa lega.“Terima kasih, Dokter,” ucapnya dengan nada lembut, menyertai senyum kecil yang mengukir kehangatan di wajahnya.Suaranya terdengar seperti bisikan angin pagi yang menyejukkan, namun masih menyisakan sedikit jejak kepenatan.Laura merapikan barang-barangnya, memandang ruangan yang telah menjadi saksi bisu atas kegundahan dan doanya selama ini.Sudah cukup, pikirnya. Rumah sakit, dengan dinginnya tembok putih dan aroma khas antiseptik, bukanlah tempat yang ingin ia tinggali lebih lama.Langkahnya terhenti sejenak ketika suara bariton yang familiar menyapa dari ambang pintu. “Sudah diperbolehkan pulang, hm?”Laura tersentak kecil, menoleh dengan sediki
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more
PREV
123456
...
11
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status