Beranda / Romansa / Skandal Satu Malam Sang Presdir / Bab 22: Ancaman dari Marissa

Share

Bab 22: Ancaman dari Marissa

Penulis: Senja Berpena
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 20:10:25

"Terima kasih untuk makan siangnya, Louis," ucap Laura, suaranya lembut seperti angin senja yang meredakan teriknya siang. Ia menyeka sudut bibirnya dengan tisu, menyembunyikan senyum kecil yang nyaris tak kasatmata.

"Dengan senang hati, bisa menemanimu makan siang, Laura. Setiap hari pun aku mau," balas Louis dengan nada hangat yang mengalir seperti aliran sungai di tengah hutan, tenang namun penuh daya hidup.

Laura terkekeh, suara tawa kecilnya menyerupai denting halus kristal yang disentuh lembut. "Kalau setiap hari, aku bisa kena marah kakak kembarmu, Louis."

Louis mengulas senyum kecil, samar namun penuh makna, seperti pelangi tipis yang muncul setelah hujan gerimis. "Well, Laura. Sebenarnya dia sempat melihat kita makan siang tadi. Tapi, sepertinya dia tidak berani menghampiri kita ataupun memarahimu."

Sontak Laura terkejut. Seperti riak air yang terguncang oleh kerikil, hatinya bergolak. Ia tahu, pria itu—Smith—tidak akan melepaskan kesempatan untuk melontarkan amarahnya nanti
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 23: Pembohong!

    "Wanita murahan!"Kata-kata itu menghantam Laura seperti pecahan kaca tajam yang dilemparkan tanpa ampun. Baru saja ia melangkah masuk ke rumah, suasana yang dingin dan sunyi tiba-tiba berubah menjadi medan perang.Ia menoleh perlahan, menatap Smith yang terpuruk di sofa ruang tengah, tubuhnya lunglai dan matanya merah menyala, tanda jelas bahwa pria itu mabuk berat.“Pantas saja kau datang ke kamarku. Kau memang wanita murahan, Laura,” desis Smith, suaranya serak seperti bisikan ular yang penuh racun. “Munafik!” tambahnya lagi, kali ini lebih keras, seperti guntur yang menggelegar di malam tanpa bintang.Laura berdiri diam sejenak, merasakan api amarah yang perlahan merambati setiap inci tubuhnya. Namun, ia tidak mundur.Dengan langkah mantap, ia menghampiri Smith, berdiri di hadapan pria itu dengan sorot mata yang tajam bagai bilah pedang yang terhunus.“Hanya karena melihatku makan siang dengan adik kembarmu, kau menyebutku murahan?” ucap Laura, setiap kata mengalir dengan dingin,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 24: Jangan Pergi

    “Apa maksudmu?” tanya Laura, kebingungan bercampur kewaspadaan terpancar jelas di matanya. Ia menatap Smith dengan dahi berkerut, berusaha memahami maksud tersembunyi di balik ucapan pria itu.Smith tertawa kecil, tawa yang terdengar serak dan tidak stabil, seperti nada rendah dari senar yang hampir putus.Ia meraih red wine glass di tangannya, meneguk sisa cairan merah gelap yang berkilauan seperti darah di bawah sinar lampu. Matanya memerah, bukan hanya karena pengaruh alkohol, tetapi juga oleh amarah yang perlahan membara di dalam dirinya.“Kurang jelas, dengan ucapanku tadi?” tanyanya, suaranya meluncur seperti bisikan yang mengandung ancaman. Tanpa peringatan, ia meraih tangan Laura, menariknya dengan cepat hingga tubuh perempuan itu jatuh terduduk di pangkuannya.Laura terkejut, matanya membesar seperti bulan purnama di malam gelap. “Apa kau gila? Lepaskan aku!” serunya, suaranya penuh kemarahan yang dibalut dengan nada ketakutan.Ia meronta, tubuhnya berusaha melepaskan diri da

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 25: Yang Belum Diketahui oleh Laura

    Smith membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa berat seperti dipenuhi beban dari malam yang kelam.Hangatnya mentari pagi menyelinap lembut di balik tirai jendela, menciptakan pancaran emas samar di ruangan yang masih diliputi keheningan.Ia memutar kepala, lehernya terasa kaku, dan saat matanya menangkap sosok di sampingnya, ia terpaku.Laura.Bagaimana mungkin ini terjadi? Pikirannya melayang, mencoba merangkai ingatan dari serpihan malam yang tampak kabur, seperti lukisan buram yang tak dapat diinterpretasikan.Ia mengerutkan dahi, rasa bingung menyelimutinya. “Apa yang sedang kau lakukan di sini, Laura?” bisiknya, suaranya serak, seperti kayu yang bergesekan di malam dingin.Suara itu rupanya cukup untuk membangunkan Laura. Mata perempuan itu perlahan membuka, lalu seketika tubuhnya tersentak.Dalam gerakan cepat, ia beranjak dari tempat tidur, jaraknya kini lebih jauh, seolah keberadaan Smith adalah pusat gravitasi yang harus dihindari.“Jangan salah paham!” serunya denga

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 26: Perdebatan di Dalam Mobil

    Setengah jam setelah Laura bersiap-siap, suara langkah ringan Louis terdengar di depan pintu rumah. Ia muncul dengan senyum yang menawan, membawa aura cerah pagi yang kontras dengan atmosfer rumah yang terasa tegang sejak malam sebelumnya.“Selamat pagi, kakak kembar,” sapa Louis, suaranya ringan tetapi menggema cukup kuat di ruang tamu yang sunyi.Senyum khasnya yang selalu memancarkan keramahan melintas di wajahnya, namun matanya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak.Smith, yang sedang duduk di sofa dengan sikap acuh, hanya menaikkan kedua alisnya. Wajahnya menunjukkan ketidaksukaan yang tak berusaha ia sembunyikan.“Apa yang kau lakukan di sini, Louis?” tanyanya datar, suaranya nyaris seperti geraman.Louis tertawa kecil, sebuah tawa yang seolah mengolok tetapi tetap terdengar santai. “Sepertinya kedatanganku tidak diterima dengan hangat, Smith. Tapi, tenang saja. Aku tidak datang untukmu. Aku datang untuk Laura,” balasnya santai sambil melirik ke arah pintu kamar Laura yang masi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 27: Masih tetap Memintanya Menjauhi Louis

    “Sebaiknya kau diam sebelum kesabaranku habis, Laura!” desis Smith, suaranya bagaikan bilah pisau yang mengiris udara pagi dengan tajam dan dingin.Laura melirik sekilas ke arah suaminya, matanya yang redup memantulkan bayangan ketegangan yang menggantung seperti kabut tebal di antara mereka.Ia menghela napas panjang, tarikan udara terasa berat di dadanya, seolah dunia sendiri menolak memberinya ruang untuk bernapas.Ia bahkan tidak tahu apa dosanya pagi itu—atau mungkinkah Smith sedang marah pada Louis? Tapi kenapa? Toh, lelaki itu jarang sekali peduli, tidak padanya, tidak pula pada apa pun yang benar-benar penting.Saat mobil berhenti di depan gedung kantor, Laura membuka pintu dengan gerakan tegas, langkahnya ringan namun sarat dengan kegelisahan yang ia tutupi rapat.Udara dingin pagi itu menyambutnya, menusuk kulit seperti pengingat bahwa realita selalu lebih kejam daripada sekadar kata-kata. Ia mempercepat langkah, masuk ke lift, dan menekan tombol tanpa menoleh ke belakang.“

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 28: Jangan Akhiri Pernikahan itu!

    Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, dan suasana di lobi Allera Hotel terasa lebih hidup dari biasanya.Langit di luar bersih tanpa cela, memancarkan sinar matahari yang hangat ke kaca-kaca tinggi, menciptakan kilauan keemasan di lantai marmer yang mengilap.Deretan staf hotel berdiri dengan rapi, masing-masing mengenakan senyum profesional yang memancarkan rasa hormat dan antusiasme.Di tengah mereka, Smith, Vincent, Louis, dan Laura tampak menonjol, auranya memancarkan wibawa yang sulit untuk diabaikan.Mobil hitam mewah berhenti dengan elegan di depan pintu utama, bannya seakan menyentuh lantai dengan kehalusan seperti dalam adegan film. Ketika pintu mobil terbuka, seorang pria berwibawa dengan jas abu-abu rapi melangkah keluar.Walikota Alexander, sosok yang sudah dikenal karena karisma dan prestasinya, tampak seperti lambang kemapanan itu sendiri. Aura kehadirannya begitu kuat, hingga seluruh ruangan seolah berhenti untuk sesaat.“Tuan Alexander!” seru Vincent dengan penuh ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 29: Tidak Dipercaya

    "Siapa juga yang akan menceraikannya, Dad!" ucap Smith, suaranya menggema dingin seperti angin malam yang menyelusup melalui celah pintu yang terbuka.Vincent menaikkan alis, menatap putranya dengan sorot mata yang penuh arti. "Bagus, jika kau tidak memiliki niat seperti itu," ucapnya datar sebelum berbalik, langkahnya bergema di lantai kayu ruang kerja Smith yang sunyi.Smith mengusap wajahnya perlahan, jari-jarinya terasa berat seakan menahan beban dunia. Napas panjang meluncur dari bibirnya, menghembuskan sisa-sisa harapan yang tercecer."Apakah aku harus menghamili perempuan itu, supaya dia tidak memiliki alasan untuk berpisah denganku?" gumamnya, nyaris seperti bisikan rahasia kepada dirinya sendiri. Pipinya menggembung sesaat, namun kekosongan di matanya tak mampu disembunyikan.Dia tahu, Stella sedang menunggunya. Wajahnya yang seperti boneka porselen itu selalu tampak tegar, namun di balik topengnya, Smith dapat melihat api yang mengintai, api yang siap membakar apa pun demi e

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 30: Akan Meminta Bantuan Vincent

    “No!” sergah Smith, suaranya menggema di ruangan, seperti palu godam yang memukul dinding kepercayaan di antara mereka. Ia menggelengkan kepala dengan tegas, menolak mentah-mentah dugaan Laura.Di hadapannya, Laura berdiri terpaku. Kekecewaan merebak seperti luka yang terbuka, menyesakkan dadanya. Tangannya gemetar, namun ia mengepalkannya erat, mencoba menahan badai emosi yang mengancam untuk meluap.Matanya yang biasanya penuh dengan ketegasan kini meredup, seolah seluruh cahayanya direnggut paksa.“Baiklah,” ucapnya pelan, suaranya serak, seperti daun kering yang jatuh di musim gugur. “Kau memang tidak pernah percaya dengan apa yang kukatakan.” Jemarinya yang dingin menyambar dokumen dari meja, dan gerakannya terasa seperti pisau yang mengiris jarak di antara mereka.“Aku memang salah jika memintamu menyelidiki semuanya,” tambahnya, nada pahit menggantung di udara seperti bayang-bayang senja yang memanjang.Tanpa menunggu balasan, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan ruang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03

Bab terbaru

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Debat Ayah vs Anak

    Louis memasuki ruangan Vincent tanpa mengetuk lebih dulu, pintu kayu besar itu berderit perlahan, seolah menegaskan ketidaksabarannya.Dengan langkah cepat yang penuh determinasi, ia berdiri di hadapan ayahnya, sorot matanya tajam seperti pedang yang siap menusuk.“Apa kau yakin mau memberi Smith kesempatan?” tanyanya tanpa basa-basi, nadanya seperti badai yang baru saja menghantam ketenangan.Vincent, yang sedang sibuk memeriksa dokumen di mejanya, mendongak perlahan. Ia menaikkan satu alis, ekspresinya tetap tenang seperti danau di tengah malam.“Apa maksudmu, Louis? Semua orang layak mendapatkan kesempatan kedua, apalagi jika dia bersedia berubah,” ucapnya santai, namun dengan nada yang mengandung otoritas tak terbantahkan.Louis mengepalkan tangan, jemarinya menggenggam erat seolah menahan sesuatu yang hampir meledak.“Bagaimana jika dia menyakiti Laura lagi? Bahkan hingga kini, Smith belum menyelesaikan hubungannya dengan Stella!” serunya, suaranya meninggi seperti api yang berko

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Berjuanglah Sekali lagi

    “Kau sudah memutuskan, Smith?” tanya Vincent, matanya menatap lekat, seolah mencoba menggali hingga ke dasar hati putranya.Suaranya tenang, namun ada ketegasan yang tersembunyi di balik nada itu, seperti ombak yang mengancam di tengah lautan yang tampak damai.Smith menganggukkan kepalanya dengan mantap. “Ya. Aku sudah memutuskan. Aku akan memilih Laura. Laura juga sudah memaafkanku,” jawabnya, suaranya tegas, namun ada kelembutan yang samar, seperti daun yang jatuh perlahan dari pohon di musim gugur.Vincent mengamati wajah putranya, membaca setiap lekuk ketegasan yang tergambar di sana.Sorot matanya menyelidik, mencoba memastikan bahwa keputusan itu bukan sekadar kata-kata kosong.“Aku tidak ingin kau menyakitinya lagi, Smith. Sudah cukup apa yang terjadi di awal pernikahan kalian,” ujar Vincent, suaranya terdengar seperti doa yang dipanjatkan dalam keheningan malam.Smith mengangguk, menatap pria yang selalu menjadi pilar teguh dalam hidupnya. Ada sesuatu di mata Vincent yang mem

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   I Love You, Laura

    “Dan aku berharap kau akan selalu mencintaiku, Laura,” ujar Smith, suaranya lembut namun mengandung kesungguhan yang tak terbantahkan.Tatapannya dalam, seperti menyelami lautan jiwa Laura, seolah tak ingin melewatkan satu pun emosi yang melintas di matanya.Laura tersenyum mendengarnya, sebuah senyum yang sederhana namun sarat dengan kehangatan, membuat Smith merasa seolah seluruh dunia telah menyatu dalam satu momen itu.“Aku hanya ingin kau, Laura. Aku hanya menginginkanmu,” lanjut Smith, suaranya sedikit bergetar oleh emosi.“Wanita lembut, penyabar, dan sangat cantik. Aku sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari hidup seorang wanita tangguh sepertimu.”Kata-katanya menghujani hati Laura seperti gerimis hangat yang turun di sore hari—lembut namun menembus hingga ke inti jiwa.Laura tidak bisa berkata apa-apa, hanya menatap Smith, yang kini menatapnya dengan kekaguman yang tulus.Ada kejujuran yang terpancar dari setiap kata dan setiap gerakan kecil Smith, membuatnya yakin bahwa p

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Istri Paling Beruntung di Dunia ini

    “Aku membawakan sesuatu untukmu,” ucap Smith dengan suara rendah, duduk santai di samping Laura di sofa ruang tengah yang hangat diterangi cahaya lampu temaram.“Apa itu?” tanya Laura, suaranya lembut, hampir seperti bisikan yang dipenuhi rasa ingin tahu.Smith, yang baru saja pulang dari pertemuannya dengan Rafael, mengeluarkan sebuah kotak besar yang dihiasi pita emas berkilauan.Ia menyerahkan kotak itu kepada Laura, yang langsung memandanginya dengan mata berbinar seperti seorang anak kecil yang menerima hadiah di hari ulang tahun.“Woah! Cokelat!” seru Laura penuh semangat, jemarinya yang mungil segera meraba pita di kotak itu.Matanya menatap Smith dengan kebahagiaan yang begitu tulus hingga membuat senyum kecil menghiasi wajah lelaki itu.Smith mengamati reaksi Laura, senyuman di bibirnya berubah menjadi lebih lembut.“Terima kasih, Smith. Aku tidak menyangka kau akan membawakan cokelat untukku,” kata Laura, menoleh untuk menatap suaminya dengan tatapan penuh rasa terima kasih.

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Laura Jauh Lebih Baik

    “Aku harus pergi menemui Rafael. Bisnis kerja sama kami untuk membangun hotel di dekat pantai akan segera direalisasi,” ucap Smith sembari menyantap sarapan paginya.Suaranya terdengar ringan, namun setiap kata mengandung tekad yang mantap, seperti ombak yang tak kenal lelah menyapa tepi pantai.Laura, yang duduk di seberangnya dengan secangkir teh hangat di tangannya, mengangkat pandangannya perlahan.“Tapi, kau akan pulang?” tanyanya lembut, namun matanya menyimpan harapan yang terselubung.“Tentu saja. Aku tidak akan membiarkanmu tidur sendiri, Sayang.”Panggilan itu—Sayang—membuat pipi Laura memanas. Hangatnya menjalar seperti mentari pagi yang menyentuh pipinya untuk pertama kali.Hatinya berdebar lebih cepat dari biasanya, mengingat ia tak pernah mendengar panggilan itu sebelumnya dari Smith.“Ada apa? Kenapa diam, hm?” Smith menatapnya dengan senyum tipis, menyadari perubahan ekspresi di wajah Laura. “Kau tidak percaya kalau aku akan pulang?”Laura cepat-cepat menggelengkan kep

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Ibu Hamil yang Seksi

    “Kau … tidak sedang bercanda, kan?” tanya Smith dengan suara bergetar halus, sorot matanya mencerminkan ketidakpercayaan bercampur dengan keharuan yang sulit dijelaskan.Seolah dunia di sekitarnya menjadi kabur, menyisakan hanya Laura dan pernyataannya yang bergaung dalam benaknya.Laura terkekeh kecil, suaranya seperti lonceng lembut yang mengisi malam dengan kehangatan. “Tentu saja tidak, Smith.” Senyumnya merekah, menghapus sejenak keraguan di hati Smith.Ia mengalihkan pandangan sesaat, seolah mencari keberanian dari angin malam yang menyapa lembut wajahnya. “Aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu, Smith.” Tatapannya kembali pada Smith, penuh dengan keberanian baru yang telah ia temukan.Smith menatapnya lekat, wajahnya tegas namun terselubung dengan harapan yang tak terkatakan. “Katakan, Laura. Aku di sini mendengarkanmu.”Laura menarik napas dalam, suaranya terdengar lembut namun sarat makna. “Sebenarnya di malam itu, aku sudah ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin menerimamu

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Kejutan untuk Laura

    “Kali ini, tolong percayalah,” ucap Smith, suaranya serak dengan nada yang nyaris memohon.Matanya, yang biasanya penuh dengan keteguhan, kini memancarkan kejujuran yang rapuh. “Aku mencintaimu, Laura. Hanya saja, aku bingung mengartikan cinta itu sebab perasaan bersalahku pada Stella.”Laura menatap Smith, matanya lekat pada wajah pria itu meski hatinya masih diguncang oleh pernyataan yang baru saja ia dengar.Kata-kata Smith seperti angin lembut yang membawa aroma bunga di musim semi—manis, namun tak terduga.“Kau akan membuka hati untukku, kan?” tanya Smith dengan nada penuh harap, seperti seorang musafir yang memohon setetes air di tengah gurun pasir.Laura mengangkat wajahnya dengan cepat, senyuman tipis menghiasi bibirnya. “Menurutmu?” jawabnya, nada suaranya penuh misteri yang membuat Smith terkekeh pelan.Tanpa berkata-kata lagi, Smith mendekat dan mengecup kening Laura dengan lembut, bibirnya meninggalkan jejak hangat yang mengalir hingga ke hatinya.“Ayo pulang,” ucap Smith

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Sudah Mencintaimu

    “Jika aku mengatakan bahwa aku sudah tidak mencintainya lagi, apa kau akan percaya padaku?” tanya Smith, suaranya rendah, nyaris seperti bisikan. Matanya yang tajam menatap dalam-dalam wajah Laura, seolah mencoba membaca isi hatinya.Laura menelan ludahnya, rasanya seperti menelan kerikil tajam. Ia menggeleng pelan, tatapannya jatuh pada genggaman tangan Smith yang terasa hangat, tapi penuh dengan beban yang tak terlihat.“Aku tidak tahu, Smith. Tampaknya kau sangat mencintainya,” gumamnya, suaranya nyaris tenggelam dalam udara di antara mereka.Smith tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip sebuah luka yang terlalu lelah untuk disembunyikan.Ia meremas tangan Laura, mengusapinya dengan lembut, seperti sedang berusaha mentransfer keyakinan yang ia miliki.“Sebenarnya, aku sempat ragu dengan perasaanku sendiri, Laura,” ucapnya pelan, diiringi helaan napas panjang yang seperti membawa kenangan pahit keluar dari dalam dirinya.“Saat pertama kali Stella tiba di kota ini, aku meninggalkanm

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Masa Kelam yang Menyakitkan

    “Smith?” Suara Laura terdengar lembut namun dipenuhi keresahan. Ia menghela napas panjang, matanya menatap wajah suaminya yang tampak penuh tekad.Smith, dengan alisnya yang sedikit berkerut, masih saja terobsesi menyingkirkan Louis—adik kembarnya yang terus mencoba merebut Laura darinya.“Aku sama sekali tidak tertarik padanya,” ujar Laura, nada suaranya tegas namun lembut, seperti belaian angin pada dedaunan.“Meskipun awalnya dia sangat baik padaku. Tapi, aku juga tidak bisa membenarkan apa yang sudah dia lakukan di masa lalumu dan juga apa yang mungkin dia lakukan di masa depan.”Smith tetap diam, hanya menatap Laura dengan pandangan yang sulit diterjemahkan. Matanya penuh kekhawatiran, seperti badai yang diam-diam bergemuruh di dalam dirinya.Laura tahu, tatapan itu bukan tentang dirinya—bukan tentang cinta yang ia ragukan—melainkan ketidakpercayaan mendalam terhadap Louis.“Aku tidak berniat mencintainya meskipun dia bersikap baik padaku,” ulang Laura, kali ini dengan lebih tega

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status