Home / Romansa / Skandal Satu Malam Sang Presdir / Bab 26: Perdebatan di Dalam Mobil

Share

Bab 26: Perdebatan di Dalam Mobil

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2024-12-01 22:56:42

Setengah jam setelah Laura bersiap-siap, suara langkah ringan Louis terdengar di depan pintu rumah. Ia muncul dengan senyum yang menawan, membawa aura cerah pagi yang kontras dengan atmosfer rumah yang terasa tegang sejak malam sebelumnya.

“Selamat pagi, kakak kembar,” sapa Louis, suaranya ringan tetapi menggema cukup kuat di ruang tamu yang sunyi.

Senyum khasnya yang selalu memancarkan keramahan melintas di wajahnya, namun matanya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak.

Smith, yang sedang duduk di sofa dengan sikap acuh, hanya menaikkan kedua alisnya. Wajahnya menunjukkan ketidaksukaan yang tak berusaha ia sembunyikan.

“Apa yang kau lakukan di sini, Louis?” tanyanya datar, suaranya nyaris seperti geraman.

Louis tertawa kecil, sebuah tawa yang seolah mengolok tetapi tetap terdengar santai. “Sepertinya kedatanganku tidak diterima dengan hangat, Smith. Tapi, tenang saja. Aku tidak datang untukmu. Aku datang untuk Laura,” balasnya santai sambil melirik ke arah pintu kamar Laura yang masi
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 27: Masih tetap Memintanya Menjauhi Louis

    “Sebaiknya kau diam sebelum kesabaranku habis, Laura!” desis Smith, suaranya bagaikan bilah pisau yang mengiris udara pagi dengan tajam dan dingin.Laura melirik sekilas ke arah suaminya, matanya yang redup memantulkan bayangan ketegangan yang menggantung seperti kabut tebal di antara mereka.Ia menghela napas panjang, tarikan udara terasa berat di dadanya, seolah dunia sendiri menolak memberinya ruang untuk bernapas.Ia bahkan tidak tahu apa dosanya pagi itu—atau mungkinkah Smith sedang marah pada Louis? Tapi kenapa? Toh, lelaki itu jarang sekali peduli, tidak padanya, tidak pula pada apa pun yang benar-benar penting.Saat mobil berhenti di depan gedung kantor, Laura membuka pintu dengan gerakan tegas, langkahnya ringan namun sarat dengan kegelisahan yang ia tutupi rapat.Udara dingin pagi itu menyambutnya, menusuk kulit seperti pengingat bahwa realita selalu lebih kejam daripada sekadar kata-kata. Ia mempercepat langkah, masuk ke lift, dan menekan tombol tanpa menoleh ke belakang.“

    Last Updated : 2024-12-02
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 28: Jangan Akhiri Pernikahan itu!

    Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, dan suasana di lobi Allera Hotel terasa lebih hidup dari biasanya.Langit di luar bersih tanpa cela, memancarkan sinar matahari yang hangat ke kaca-kaca tinggi, menciptakan kilauan keemasan di lantai marmer yang mengilap.Deretan staf hotel berdiri dengan rapi, masing-masing mengenakan senyum profesional yang memancarkan rasa hormat dan antusiasme.Di tengah mereka, Smith, Vincent, Louis, dan Laura tampak menonjol, auranya memancarkan wibawa yang sulit untuk diabaikan.Mobil hitam mewah berhenti dengan elegan di depan pintu utama, bannya seakan menyentuh lantai dengan kehalusan seperti dalam adegan film. Ketika pintu mobil terbuka, seorang pria berwibawa dengan jas abu-abu rapi melangkah keluar.Walikota Alexander, sosok yang sudah dikenal karena karisma dan prestasinya, tampak seperti lambang kemapanan itu sendiri. Aura kehadirannya begitu kuat, hingga seluruh ruangan seolah berhenti untuk sesaat.“Tuan Alexander!” seru Vincent dengan penuh ke

    Last Updated : 2024-12-02
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 29: Tidak Dipercaya

    "Siapa juga yang akan menceraikannya, Dad!" ucap Smith, suaranya menggema dingin seperti angin malam yang menyelusup melalui celah pintu yang terbuka.Vincent menaikkan alis, menatap putranya dengan sorot mata yang penuh arti. "Bagus, jika kau tidak memiliki niat seperti itu," ucapnya datar sebelum berbalik, langkahnya bergema di lantai kayu ruang kerja Smith yang sunyi.Smith mengusap wajahnya perlahan, jari-jarinya terasa berat seakan menahan beban dunia. Napas panjang meluncur dari bibirnya, menghembuskan sisa-sisa harapan yang tercecer."Apakah aku harus menghamili perempuan itu, supaya dia tidak memiliki alasan untuk berpisah denganku?" gumamnya, nyaris seperti bisikan rahasia kepada dirinya sendiri. Pipinya menggembung sesaat, namun kekosongan di matanya tak mampu disembunyikan.Dia tahu, Stella sedang menunggunya. Wajahnya yang seperti boneka porselen itu selalu tampak tegar, namun di balik topengnya, Smith dapat melihat api yang mengintai, api yang siap membakar apa pun demi e

    Last Updated : 2024-12-03
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 30: Akan Meminta Bantuan Vincent

    “No!” sergah Smith, suaranya menggema di ruangan, seperti palu godam yang memukul dinding kepercayaan di antara mereka. Ia menggelengkan kepala dengan tegas, menolak mentah-mentah dugaan Laura.Di hadapannya, Laura berdiri terpaku. Kekecewaan merebak seperti luka yang terbuka, menyesakkan dadanya. Tangannya gemetar, namun ia mengepalkannya erat, mencoba menahan badai emosi yang mengancam untuk meluap.Matanya yang biasanya penuh dengan ketegasan kini meredup, seolah seluruh cahayanya direnggut paksa.“Baiklah,” ucapnya pelan, suaranya serak, seperti daun kering yang jatuh di musim gugur. “Kau memang tidak pernah percaya dengan apa yang kukatakan.” Jemarinya yang dingin menyambar dokumen dari meja, dan gerakannya terasa seperti pisau yang mengiris jarak di antara mereka.“Aku memang salah jika memintamu menyelidiki semuanya,” tambahnya, nada pahit menggantung di udara seperti bayang-bayang senja yang memanjang.Tanpa menunggu balasan, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan ruang

    Last Updated : 2024-12-03
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 31: Diculik

    “Daddy, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Soal pekerjaan,” ucap Laura, suaranya terdengar mantap meskipun ada nada lelah yang terselip.Ia memutuskan menelepon Vincent begitu tiba di ruang kerjanya, tidak ingin menunda-nunda lagi.“Datanglah. Aku ada di lantai tiga puluh, Laura,” jawab Vincent dengan nada ramah namun tegas.Laura menutup panggilan tersebut. Dengan langkah tergesa, ia menuju lift. Pikirannya terus dipenuhi kekesalan terhadap Smith.Karena suaminya enggan membantunya, ia tahu Vincent adalah satu-satunya harapannya sekarang. Lift berdenting, pintunya terbuka perlahan, dan Laura melangkah keluar menuju ruang kerja Vincent.Tok tok.“Masuk!” suara berat Vincent terdengar dari balik pintu.Laura membuka pintu dengan hati-hati, lalu masuk ke ruangan luas yang dihiasi dinding kaca, memberikan pemandangan cakrawala kota yang menakjubkan.Udara di dalam ruangan terasa tenang, tetapi juga membawa wibawa yang tak terbantahkan.Vincent, dengan rambut peraknya yang tertata rap

    Last Updated : 2024-12-04
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 32: Tidak Takut Mati

    “Di mana ini?” bisik Laura, suaranya serak dan nyaris tenggelam dalam keheningan yang dingin. Kepalanya terasa berat, seolah dunia berputar dalam kabut yang tebal.Matanya perlahan terbuka, menangkap bayangan remang sebuah ruangan yang gelap dan lembab. Aroma apak dan besi yang menguar membuat perutnya mual.Ruangan itu tak seperti apa pun yang pernah ia lihat—dingin, kosong, dengan dinding batu yang basah oleh tetesan air.Di atas kepalanya, sebuah lampu redup berayun perlahan, menciptakan bayangan bergerak yang menari-nari di dinding seperti hantu yang mengintai.Laura mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa kaku. Tangannya terikat erat dengan tali tambang kasar di belakang kursi yang keras dan dingin.Tiba-tiba, suara berat dan serak memecah keheningan. “Apa yang kau bicarakan dengan Vincent, Laura?”Laura menoleh perlahan, kepalanya masih terasa berat.Sosok pria bertopeng berdiri di hadapannya, siluetnya tinggi dan mengintimidasi, dengan tangan yang kokoh menggenggam sebilah pis

    Last Updated : 2024-12-04
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 33: Kegelisahan Smith

    Smith tiba di rumah tepat pukul delapan malam, wajahnya mengeras seperti granit, sorot matanya menyala penuh kemarahan.Ia melangkah lebar dengan hentakan yang menggema di lantai, setiap langkahnya seolah memancarkan bara yang siap membakar. Bibirnya menggeram saat mendapati kamar Laura gelap tanpa tanda-tanda kehadiran.“Kurang ajar! Laura pulang tanpa pamit terlebih dulu padaku. Semakin hari semakin melunjak!” desisnya, suaranya rendah tetapi penuh dengan ancaman yang menggantung di udara.Tangannya yang besar dan kokoh memutar kenop pintu dengan kasar, tapi tidak ada siapa-siapa di dalam kamar itu. Mata Smith menyapu ruangan dengan tajam, hanya kegelapan dan keheningan yang menyambutnya.“Pergi ke mana wanita itu? Kenapa dia tidak ada di kamarnya?” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri, sementara tangan lainnya merogoh saku celana untuk mengambil ponsel.Jarinya bergerak cepat, menekan nomor Laura, namun suara dering yang terus berlanjut tanpa jawaban semakin menambah bara dalam d

    Last Updated : 2024-12-05
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 34: Orang yang Telah Menjebak Laura

    Laura membuka matanya perlahan, kelopak yang terasa berat seperti menanggung beban seluruh dunia.Ruangan itu masih gelap, lembap, dan menyesakkan—seolah seluruh udara dipenuhi aroma ketakutan. Napasnya terdengar pelan, hampir seperti desis ular yang terjebak.Dari kegelapan, suara dingin memecah kesunyian. “Kau ingin menggagalkan rencanaku, huh?”Laura menoleh, gerakannya lamban, tubuhnya yang lemah nyaris menyerah. Ia menyipitkan mata, mencoba menangkap sosok di hadapannya.Bibirnya membentuk senyum tipis yang penuh sindiran meskipun rasa sakit menyelimuti tubuhnya.“Andy?” gumamnya dengan suara yang serak dan lemah, namun tak kehilangan tajamnya. “Ternyata kau, yang telah menculikku.”Andy melangkah maju, langkah kakinya menggema seperti detik-detik bom waktu. Ia menekan bahu Laura dengan kuat, menanamkan rasa sakit yang membuat napas Laura tersengal.“Katakan padaku,” ucapnya dengan suara yang menusuk seperti pisau, “Apa yang sudah kau katakan pada Vincent?”Laura terbatuk-batuk,

    Last Updated : 2024-12-05

Latest chapter

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Aku Hanya Mencintaimu, Itu Saja

    Pintu rumah terbuka dengan bunyi klik pelan, menandakan kepulangan Smith setelah seharian penuh berkutat dengan pekerjaan.Rambutnya sedikit berantakan, dasinya sudah longgar, dan ekspresi wajahnya menunjukkan betapa lelahnya ia setelah kembali ke rutinitas kantornya.Bahkan, waktu istirahatnya tadi hanya cukup untuk makan siang bersama Louis.Laura yang tengah duduk di sofa langsung bangkit begitu melihat suaminya memasuki ruangan. Dengan senyum lembut, ia melangkah mendekat dan langsung mencium pipi Smith."Selamat datang di rumah, Sayang," bisiknya lembut, berharap bisa sedikit mengusir penat di wajah pria itu.Smith mendesah pelan, lalu tanpa ragu menarik Laura ke dalam pelukannya. Ia mencium kening wanita itu dengan penuh kasih sebelum mengubur wajahnya di bahu Laura."Astaga, Laura... Aku benar-benar lelah hari ini. Pekerjaan menumpuk setelah satu minggu penuh kita liburan. Rasanya seperti dihukum karena bersenang-senang."Laura terkekeh mendengar keluhan suaminya. Ia mengusap p

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Back to New York

    Setelah satu minggu penuh menikmati keindahan New Zealand, Laura dan Smith akhirnya kembali ke New York.Begitu menginjakkan kaki di kantornya, Smith langsung disambut oleh tumpukan berkas yang menggunung di meja kerjanya.Vincent dan Louis sudah menunggunya dengan ekspresi yang sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan.Smith menghela napas panjang sebelum menjatuhkan diri ke kursi dengan lemas. "Kalian serius? Aku baru sampai dan langsung disuguhi ini semua?" keluhnya sambil menunjuk setumpuk dokumen yang sudah tertata rapi menunggunya.Vincent menyeringai. "Apa boleh buat? Ada banyak hal yang harus kau urus, bos besar."Louis menepuk bahu saudara kembarnya dan menahan tawa. "Selamat datang kembali di dunia nyata, Smith."Smith menggerutu sambil membuka salah satu berkas. "Sumpah, ini benar-benar menyebalkan. Aku masih ingin bersantai, menikmati waktu dengan Laura, bukannya terjebak dalam tumpukan laporan keuangan dan pengecekan proyek!"Louis tak bisa menahan tawa kali ini. "Kau

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Kemarahan Stella

    Pagi di New Zealand terasa begitu segar. Cahaya matahari menyelinap di antara dedaunan, angin sepoi-sepoi berembus lembut membawa aroma laut yang khas.Laura dan Smith berjalan bergandengan tangan menyusuri trotoar kota kecil yang ramai.Hari ini mereka memutuskan untuk pergi ke pasar swalayan dan berbelanja beberapa barang, termasuk oleh-oleh dan, tentu saja, perlengkapan untuk calon bayi mereka.Sesampainya di pasar swalayan, mata Laura berbinar melihat deretan baju bayi yang menggemaskan tersusun rapi di rak-rak kayu.Berbagai warna pastel yang lembut dengan motif hewan-hewan khas New Zealand seperti domba dan burung kiwi terpajang begitu cantik.“Lihat ini, Smith!” seru Laura antusias sambil mengambil dua setelan baju bayi berwarna putih dengan motif domba kecil. “Bukankah ini lucu sekali?”Smith yang tengah memperhatikan rak sepatu bayi menoleh dan tersenyum. “Lucu sekali. Aku suka motifnya.”Laura mengelus kain baju itu dengan jemarinya, membayangkan kedua bayi kecil mereka meng

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Hadiah Ulang Tahun

    Malam telah menyelimuti New Zealand dengan kehangatan cahaya bulan dan gemerlap bintang-bintang yang bertaburan di langit.Angin lembut berbisik di antara dedaunan, membawa aroma laut yang segar ke udara.Di sebuah restoran mewah dengan pemandangan laut yang luas, Laura dan Smith duduk berdua di meja yang telah disiapkan secara eksklusif untuk mereka.Lilin-lilin kecil menerangi meja makan mereka, menciptakan suasana yang intim dan hangat.Gelas-gelas kristal yang berkilauan memantulkan cahaya temaram lilin, sementara hidangan istimewa tersaji di hadapan mereka—steak wagyu pilihan untuk Smith dan salmon panggang dengan saus lemon butter untuk Laura.Laura menatap sekeliling, merasa aneh dengan suasana yang begitu istimewa. Pelayan-pelayan terlihat tersenyum padanya dengan penuh arti, seolah-olah mereka tahu sesuatu yang ia tidak ketahui.Namun, pikirannya mengabaikannya. Yang terpenting, saat ini ia bersama Smith, menikmati momen berdua.“Terima kasih sudah membawaku ke sini,” ujar La

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Perjalanan Menyenangkan Bersama Sang Terkasih

    “Smith, ayo! Aku sudah siap menjelajahi pegunungan itu hari ini!” Laura menghampiri Smith yang masih menyesap kopinya.Ia terkekeh melihat tingkah Laura yang begitu antusias ingin menikmati pemandangan di sana.“Baiklah. Tunggu sebentar, aku menghabiskan kopiku terlebih dahulu.”Laura mengangguk. Ia akan bersabar menunggu Smith yang masih ingin menikmati kopinya itu.Hingga lima menit kemudian, Smith dan Laura keluar rumah dan siap menjelajahi keindangan alami di sana.Udara sejuk khas New Zealand membelai lembut kulit Laura saat ia berjalan di samping Smith, tangan mereka saling bertaut erat seolah enggan terpisah.Di hadapan mereka, hamparan perbukitan hijau membentang sejauh mata memandang, sementara jalan setapak yang mereka lalui diapit oleh padang rumput yang luas dan pepohonan yang menjulang gagah.Langit biru cerah tanpa awan menjadi latar sempurna bagi perjalanan mereka hari ini. Burung-burung berkicau riang, seakan turut menyambut dua insan yang tengah menikmati kebersamaan

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Babymoon Time!

    “Wow…” Bisikan itu lolos dari bibir Laura, terhempas bersama desir angin yang membelai lembut rambutnya.Matanya yang bening bagai kristal terpantul cahaya matahari senja, menangkap keindahan lanskap New Zealand yang terbentang di hadapannya—bukit-bukit hijau bergulung-gulung seperti ombak yang membeku, danau sebening kaca memantulkan warna langit yang keemasan, serta gunung-gunung kokoh yang berdiri gagah di kejauhan.Smith mendekat, kehangatan tubuhnya menyelimuti Laura saat ia melingkarkan lengannya di pinggang wanita itu, menariknya ke dalam pelukan yang hangat dan melindungi.Bibirnya menyentuh pucuk kepala Laura sebelum suaranya yang berat dan berlapis kelembutan berbisik di telinganya. “Kau menyukai tempat ini, hm?”Laura menoleh, mata mereka bertaut dalam sorot penuh cahaya senja. Bibirnya melengkung dalam senyum yang tak terbendung, seolah hatinya telah ditawan oleh keindahan tak hanya tempat ini, tapi juga pria yang kini berada di sampingnya.“Ya. Tempat ini sangat cantik. A

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Tidak akan Menyakitinya

    Louis mengerutkan kening, sorot matanya menyiratkan ketidakpercayaan yang pekat.Dalam ribuan kemungkinan yang pernah ia bayangkan, skenario ini tidak pernah menjadi salah satunya."Apa maksudmu, Smith? Kenapa Daddy melakukan itu padamu?" tanyanya, suaranya hampir tertelan kebisingan bar yang mulai surut seiring malam semakin larut.Smith menatap saudara kembarnya dengan mata yang penuh ketegangan, seolah setiap kata yang akan diucapkannya adalah serpihan kaca yang siap melukai siapa pun yang mendengarnya."Aku tahu kau pasti tidak akan percaya dengan tindakan Daddy padaku sampai menjebak Laura agar bisa menikah denganku," ujarnya, suaranya berat dengan emosi yang tertahan.Louis menelan ludahnya, mengamati ekspresi Smith yang jauh lebih serius daripada sebelumnya."Namun, inilah kenyataannya," lanjut Smith, menegakkan punggungnya seolah berusaha menahan beban yang terus menghantamnya dari berbagai sisi."Daddy sendiri yang memberitahuku bahwa dia sengaja melakukan itu. Alasannya? Per

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Pengakuan yang Mengejutkan

    Di Bar yang Dipenuhi Asap dan DosaSmith melangkah masuk ke dalam bar dengan langkah yang tegas dan penuh tujuan. Cahaya remang-remang memantulkan bayangannya di lantai kayu yang telah lama aus oleh waktu dan dosa.Aroma alkohol bercampur parfum mahal melayang di udara, menguar bersama gelak tawa para penghuni malam.Dan di sana, di sudut ruangan yang dikelilingi oleh wanita-wanita bergaun mini dan tawa menggoda, duduklah Louis—pria yang seharusnya menjadi saudara, tetapi kini lebih terasa seperti musuh dalam selubung bayangan.Smith menghentikan langkahnya tepat di hadapan Louis, menatapnya dengan sorot dingin yang mengiris seperti bilah pedang tajam."Apa yang kau lakukan di sini, Louis? Kenapa kau menghilang begitu saja bahkan tugasmu diserahkan pada Reiner?" suaranya terdengar dalam, seperti gemuruh petir sebelum badai.Louis menegakkan tubuhnya sedikit, sebuah senyum tipis—nyaris seperti ejekan—terukir di wajahnya.Dengan santai, ia mengangkat gelas whiskey di tangannya, menggoya

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Harus Bicara dengan Louis

    “Ada apa, Smith?” suara Laura meluncur pelan, nyaris seperti bisikan angin malam yang menyelinap masuk melalui celah jendela.Ia melangkah mendekat, bayangannya terpantul samar di lantai marmer yang dingin. Smith masih duduk di kursinya, punggungnya sedikit membungkuk, seolah menanggung beban dunia di atas bahunya.Jarum jam di dinding telah lama melewati angka sepuluh, namun ketegangan di ruangan itu menggantung seperti awan kelabu sebelum badai.Smith mengangkat wajahnya, sorot matanya kelam, seperti pusaran lautan yang menyembunyikan rahasia di dasarnya.“Aku … belum memberitahumu tentang Louis,” suaranya terdengar serak, seakan setiap kata yang keluar menyesakkan tenggorokannya. “Dia menghilang selama satu minggu ini.”Jantung Laura berdegup lebih cepat. Tubuhnya menegang, seolah hawa dingin mendadak menyusup ke dalam sumsum tulangnya.“Hilang?” suaranya tercekat.“Bagaimana bisa, Smith? Ke mana dia? Kenapa dia menghilang? Bagaimana dengan pekerjaannya?” Serangkaian pertanyaannya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status