Home / Horor / Rumah Angker Warisan Bapak / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Rumah Angker Warisan Bapak: Chapter 41 - Chapter 50

89 Chapters

Bab 41. Dihantui

Rita berdiri kaku, lututnya hampir tak sanggup menopang tubuhnya yang gemetar hebat. Sosok menyeramkan di hadapannya perlahan menampakkan wujudnya. Rambut panjang acak-acakan menutupi sebagian wajahnya yang pucat pasi, dengan mata yang cekung dan menatap tajam ke arah Rita. Bibirnya menyeringai menyeramkan, memperlihatkan gigi yang tampak kusam, runcing dan hitam.“Hihihi... Kau tidak akan bisa pergi!" suara serak sosok menyeramkan itu, terdengar seperti berasal dari dua tempat sekaligus, memenuhi ruangan yang gelap.Rita memekik, tubuhnya bergetar. “Apa… apa mau Kamu?!” tanyanya dengan suara tersendat, hampir tak keluar dari tenggorokannya. Rita tiba-tiba, teringat cerita Ayu dan Ira tentang sosok 'Dyah' penghuni rumah angker warisan bapak, yang ia tempati."Dyah..," lirih Rita terperangah. Sosok itu menunjukan eksistensinya, beranjak melayang menuju ke arahnya.Sosok Dyah menunjuk ke arah sudut ruangan. Rita mengikuti arahannya dengan pandangan penuh teror, melihat tali tambang yang
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

Bab 42. Tak Tahan Lagi

Amin kembali ke teras dengan seorang pria tua berpakaian lurik jawa. Pak Iman mengenalkan dengan penuh hormat. “Ini Mbah Kanjim, sesepuh kampung. Dia orang yang paham soal hal-hal seperti ini.”Mbah Kanjim mengangguk pelan, lalu mendekati tubuh Rita yang terbaring lemas. Ia menatap pelipis yang memar dan darah yang mengering, lalu mendesah. “Bawa dia ke ruang yang lebih luas. Kita perlu tempat untuk ritual,” ucapnya dengan nada tenang.Amin dan Ayu segera mengangkat tubuh Rita ke ruang tengah rumah Pak Iman. Mbah Kanjim duduk bersila di lantai, mengeluarkan beberapa benda dari tas kainnya—kemenyan, botol kecil berisi air, dan bunga kamboja.“Rupanya arwah yang menghuni rumah itu tidak membiarkannya pergi,” jawab Mbah Kanjim sambil menyalakan kemenyan. Asap mulai memenuhi ruangan, menambah suasana mencekam. "Padahal sudah aku bilang kepada pemiliknya untuk merubuhkan saja rumah angker mlik Gatot itu." Mbah Kanjim menghela nafas.“Aku akan mencoba masuk ke dunia mereka, mengajak jiwanya
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 43. Pertemuan Pertama Rita Kartika

Matahari pagi belum sepenuhnya terbit ketika Rita tiba di Desa Kenikir. Perjalanannya yang panjang melelahkan tidak mampu meredakan rasa kesalnya. Dengan alamat yang diberikan oleh Pak Bambang, ia akhirnya menemukan sebuah rumah sederhana bercat putih kusam. Seorang wanita paruh baya, yang belakangan Rita ketahui bernama Anis, membuka pintu dengan ekspresi bingung."Saya mencari mbak Kartika!" ucap Rita lantang. Wanita tua itu, segera beranjak masuk ke ruang lebih dalam. Tak lama seorang wanita muda keluar dari kamar dan menatap Rita dengan kening mengkerut."Maaf, Anda siapa?" Wanita itu bertanya sambil menunjuk ke arah Rita dengan ekspresi bingung.Rita langsung menjelaskan tujuannya. “Saya Rita, penghuni rumah warisan milik mbak Kartika, yang ada di kota. Saya datang ke sini setalah saya berdiskusi dengan Pak Bambang. Katanya, Mbak Kartika ini adalah salah satu ahli warisnya. Juga karena uang kontrakan sudah diserahkan kepada Mbak."Kartika mempe
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 44. Kampung Sidodadi

Malam itu, Hendra duduk di ruang tamu sambil menyeruput teh hangat. Di hadapannya, Anis, istrinya, menatapnya dengan ekspresi ragu. Hendra baru saja mengungkapkan niatnya untuk mendiami rumah warisan Kartika di kota. Rumah itu, yang menurut cerita, dihuni oleh sosok gaib bernama Dyah."Jadi, kamu benar-benar mau ke sana, Pak?" tanya Anis dengan suara pelan. "Aku tidak yakin kalau itu adalah ide yang bagus."Hendra mengangguk mantap. "Aku cuma ingin membuktikan ucapan gadis bernama Rita itu,  Bu. Semula kita juga mengira kalau rumah warisan bapakku ini angker, tapi ternyata demit yang kita kira ada, adalah Kartika, hehe. Aku ingin lihat sendiri, apa benar rumah warisan bapak Kartika  itu angker seperti yang dibilang."Anis meremas ujung pakaiannya, gugup. "Aku tahu Kamu nggak percaya hal-hal begitu, tapi entah kenapa Aku merasa takut kalau yang dikatakan Rita itu benar. Kalau rumah ini kan pernah diberi pagar gaib, Pak. Kalau rumah warisan bapak Kartika
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 45. Sssst... Jangan Ganggu!

Kartika berdiri terpaku. Bayang-bayang sosok perempuan semakin jelas di depannya. Dyah. Wajahnya yang pucat dengan mata cekung dan rambut panjang kusut terlihat menyeramkan di antara kegelapan. Hawa dingin seketika menusuk kulit Kartika, membuat tubuhnya menggigil."Hihihi... Kartika," suara lirih itu terdengar lagi, kini lebih dekat. "Lama kita tidak berjumpa..."Kartika menelan ludah, tubuhnya gemetar hebat. Ia memeluk Cakra lebih erat, berusaha meredam tangis bayinya yang mulai mereda namun masih tersendat-sendat. "Tidak.., tidak.., Mbak Dyah kenapa Kau masih ada di rumah warisan bapakku? Apa maumu?" tanyanya dengan suara bergetar.Sosok Dyah tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangannya ke arah Kartika. "Aku tidak bisa pergi Kartika.., jiwaku masih tertahan. Aku baru bisa pergi kalau keluargaku mengembalikan rumah ini padamu atau ada yang melunasi hutangku!" Sosok Dyah menyeringai, menampakan giginya yang runcing tajam, bola matanya menonjol keluar, menyisakan urat dan darah. "Bayi i
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more

Bab 46. Pertarungan Dua Dunia: Lasmini vs Dyah

Hawa dingin semakin menusuk, membuat semua orang di ruangan itu seperti membeku. Sosok Dyah yang penuh dendam melayang di udara, matanya merah menyala. Namun, dari tubuh Anis, sosok lain perlahan muncul. Tubuh Anis terguncang hebat, hingga akhirnya bayangan seperti kabut putih keluar dan berdiri kokoh di hadapan Dyah. Itu adalah Lasmini, sosok gaib yang selama ini bersemayam dalam diri Anis."jadi kau Lasmini?" Hendra terperengah sama seperti Kartika yang takjub dengan kecantikan sang ibu.Lasmini mengangguk tersenyum, lalu ia kembali mengalihkan pandangan kepada Dyah, yang hampir saja berhasil membuat Anis beralih dunia."Dyah, aku sudah memperingatkanmu," suara Lasmini menggema, tegas dan penuh wibawa. "Pergi dari sini, atau kau akan binasa!"Dyah tertawa sinis, suaranya parau dan menggema di seluruh ruangan. "Kau pikir aku takut padamu, Lasmini? Aku tidak akan pergi! Karena aku tidak bisa pergi! Rumah ini seakan mengurungku! Maka dari itu, sekalian saja aku jadikan milikku!" Sosok
last updateLast Updated : 2024-12-16
Read more

Bab 47. Solusi Hendra (Part 2)

Pagi itu, udara terasa berat dan dingin, meski matahari sudah mulai naik perlahan di langit. Anis menghampiri Hendra yang sedang duduk di beranda, menyesap kopi hangat buatan istrinya. Ekspresi Hendra tampak lelah, alisnya berkerut dalam, seperti ada beban berat yang terus mengganggu pikirannya."Apa kita jadi berangkat ke rumah Bambang hari ini?" tanya Anis perlahan. Ia mengambil duduk di samping suaminya.Hendra menghela napas panjang. "Aku sedang memikirkan itu," jawabnya sambil menatap gelas kopi di tangannya. "Tapi entah kenapa aku merasa... Bambang tidak akan percaya begitu saja. Lagi pula, membawa boneka itu—memiliki resiko. Ada arwah Dyah yang bersiap mengamuk sewaktu-waktu.., kecuali, kalau lasmini bisa kita ajak sekalian."Anis menggigit bibirnya, merasa cemas. "Kau benar, ucapnya, "tapi menurutku, sebaiknya kita tidak menunggu lama. Kalau kita ragu terus, situasi ini hanya akan semakin buruk," katanya sambil melirik ke arah rumah, di mana boneka Cantika tergeletak di meja d
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

Bab 48. Perdebatan Panas

Hendra menatap Kartika melalui kaca spion, ekspresinya serius. "Hubungi Astutik. Suruh dia share lokasi rumahnya," ucapnya, suaranya tegas namun bergetar samar.Kartika langsung menurut. Dia mengambil ponsel dan segera menelepon Astutik. Tak lama, sebuah notifikasi masuk, menunjukkan lokasi rumah Bambang. "Sudah, Yah. Ini alamatnya," ujar Kartika sambil menyerahkan ponselnya kepada Hendra.Hendra hanya mengangguk ia memegang kendali setirnya, sambil sesekali melihat ke arah google map yang ditunjukan oleh Kartika. Namun, tiba-tiba, dia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh tengkuknya. Seperti hembusan napas seseorang.Hendra terdiam, matanya menatap lurus ke jalan yang mulai gelap. Hutan kecil di sisi jalan terasa seperti mengawasi mereka. Dia membaca doa dalam hati, berusaha mengabaikan sensasi mengerikan itu.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Anis dari kursi depan, memperhatikan suaminya yang tampak lebih tegang dari biasanya.“Tidak apa-apa,” jawab Hendra cepat, namun nada suarany
last updateLast Updated : 2024-12-18
Read more

Bab 49. Beralih Kepemilikan

Kartika mencoba tetap tenang meski dadanya bergemuruh. Dengan wajah datar, ia akhirnya mengiyakan permintaan Wulan. Namun, ketika Wulan dengan nada tinggi meminta agar proses pengalihan nama dipercepat, Kartika merasa seperti dilempar ke jurang ketidakadilan.“Aku akan memanggil notaris,” ujar Wulan sambil beranjak, ia keluar pintu dan kembali dengan dua orang pria memakai kemeja hitam, yang sepertinya baru saja selesai mengikuti pengajian di rumah mereka. “Kita langsung urus sekarang, supaya tidak ada lagi alasan kalian untuk datang," ucap Wulan, "dan satu hal lagi ... aku tidak takut dengan segala cerita ‘angker’ yang kalian karang tentang rumah itu! Bilang saja kalau Kau butuh uang jadi menghubungi ibuku kembali."Kata-kata Wulan yang tajam menusuk hati Kartika. Sementara Hendra hanya menatap dengan dingin dan menahan kesal.“Kami angkat tangan jika terjadi sesuatu di rumah warisan bapak Kartika, nanti,” ucap Hendra dengan nada tegas.“Itu rumah milikku sekarang!” balas Wulan deng
last updateLast Updated : 2024-12-19
Read more

Bab 50. Ibuku Sayang, Ibuku Malang

Dengan wajah merah padam, Wulan kembali ke rumahnya, di Desa Cimelati. Mobil yang ditumpanginya melaju cepat. Sesampai di depan gapura desa, ia langkahnya semakin cepat, membangkitkan debu di jalan setapak yang ia lewati. Sesampainya di rumah, ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Bahkan ia mengabaikan beberapa tamu yang baru selesai melakukan ritual tiga harian. Astutik, yang sedang menyusun buku doa meja, terkejut saat melihat anaknya datang dengan wajah kesal. "Kau sudah pulang, Mak?" tanyanya."Ibu, aku ingin bicara. Ikut aku!" Wulan menggiring sang ibu menuju ke sebuah ruangan lain. "Mbak Dyah telah menjadi sesuatu yang mengerikan!" seru Wulan dengan nada bicara lantang.Astutik mengambil duduk berhadapan dengan putrinya. "Apa maksudmu, Wulan?""Rumah itu, Bu! Rumah warisan Dyah! Aku sudah mencoba membersihkannya, tapi arwahnya ... Maksudku, Mbak Dyah tidak seperti dulu. Dia penuh kemarahan dan kebencian! Mbak Dyah sudah berubah menjadi sosok jahat, Bu!" Wulan mulai menangis.A
last updateLast Updated : 2024-12-20
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status