Home / Horor / Rumah Angker Warisan Bapak / Bab 48. Perdebatan Panas

Share

Bab 48. Perdebatan Panas

Author: Eliyona
last update Last Updated: 2024-12-18 14:18:31

Hendra menatap Kartika melalui kaca spion, ekspresinya serius. "Hubungi Astutik. Suruh dia share lokasi rumahnya," ucapnya, suaranya tegas namun bergetar samar.

Kartika langsung menurut. Dia mengambil ponsel dan segera menelepon Astutik. Tak lama, sebuah notifikasi masuk, menunjukkan lokasi rumah Bambang. "Sudah, Yah. Ini alamatnya," ujar Kartika sambil menyerahkan ponselnya kepada Hendra.

Hendra hanya mengangguk ia memegang kendali setirnya, sambil sesekali melihat ke arah google map yang ditunjukan oleh Kartika. Namun, tiba-tiba, dia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh tengkuknya. Seperti hembusan napas seseorang.

Hendra terdiam, matanya menatap lurus ke jalan yang mulai gelap. Hutan kecil di sisi jalan terasa seperti mengawasi mereka. Dia membaca doa dalam hati, berusaha mengabaikan sensasi mengerikan itu.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya Anis dari kursi depan, memperhatikan suaminya yang tampak lebih tegang dari biasanya.

“Tidak apa-apa,” jawab Hendra cepat, namun nada suarany
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 49. Beralih Kepemilikan

    Kartika mencoba tetap tenang meski dadanya bergemuruh. Dengan wajah datar, ia akhirnya mengiyakan permintaan Wulan. Namun, ketika Wulan dengan nada tinggi meminta agar proses pengalihan nama dipercepat, Kartika merasa seperti dilempar ke jurang ketidakadilan.“Aku akan memanggil notaris,” ujar Wulan sambil beranjak, ia keluar pintu dan kembali dengan dua orang pria memakai kemeja hitam, yang sepertinya baru saja selesai mengikuti pengajian di rumah mereka. “Kita langsung urus sekarang, supaya tidak ada lagi alasan kalian untuk datang," ucap Wulan, "dan satu hal lagi ... aku tidak takut dengan segala cerita ‘angker’ yang kalian karang tentang rumah itu! Bilang saja kalau Kau butuh uang jadi menghubungi ibuku kembali."Kata-kata Wulan yang tajam menusuk hati Kartika. Sementara Hendra hanya menatap dengan dingin dan menahan kesal.“Kami angkat tangan jika terjadi sesuatu di rumah warisan bapak Kartika, nanti,” ucap Hendra dengan nada tegas.“Itu rumah milikku sekarang!” balas Wulan deng

    Last Updated : 2024-12-19
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 50. Ibuku Sayang, Ibuku Malang

    Dengan wajah merah padam, Wulan kembali ke rumahnya, di Desa Cimelati. Mobil yang ditumpanginya melaju cepat. Sesampai di depan gapura desa, ia langkahnya semakin cepat, membangkitkan debu di jalan setapak yang ia lewati. Sesampainya di rumah, ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Bahkan ia mengabaikan beberapa tamu yang baru selesai melakukan ritual tiga harian. Astutik, yang sedang menyusun buku doa meja, terkejut saat melihat anaknya datang dengan wajah kesal. "Kau sudah pulang, Mak?" tanyanya."Ibu, aku ingin bicara. Ikut aku!" Wulan menggiring sang ibu menuju ke sebuah ruangan lain. "Mbak Dyah telah menjadi sesuatu yang mengerikan!" seru Wulan dengan nada bicara lantang.Astutik mengambil duduk berhadapan dengan putrinya. "Apa maksudmu, Wulan?""Rumah itu, Bu! Rumah warisan Dyah! Aku sudah mencoba membersihkannya, tapi arwahnya ... Maksudku, Mbak Dyah tidak seperti dulu. Dia penuh kemarahan dan kebencian! Mbak Dyah sudah berubah menjadi sosok jahat, Bu!" Wulan mulai menangis.A

    Last Updated : 2024-12-20
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 51. Keluarga Hendra

    Pintu angkot terbuka sendiri dengan bunyi berdecit. Di luar, bayangan rumah itu terlihat semakin mencekam di bawah sinar rembulan. Dengan langkah gemetar Astutik mulai turun. Tak lama setelah ia menginjakkan kaki di tanah, angkot itu meluncur dengan cepat, menghilang di balik gelapnya malam.Astutik terkesiap mendengar suara dari arah belakang. "Saya sepertinya pernah melihat Anda?" Suaranya pelan, tapi cukup untuk membuat bulu kuduknya meremang.

    Last Updated : 2024-12-21
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 52. Ibu Dan Anak

    "Baiklah kalau itu keputusanmu, tapi resiko tanggung sendiri," dengus Hendra kesal.Kartika tersenyum, ke arah ayah mertuanya. "Terimakasih ya, Yah, Kartika berjanji hanya sebatas memastikan kalau bu Astutik baik-baik saja.""Terserah kamu, hanya saja Ayah ingin menegaskan sesuatu." Hendra menatap Kartika dengan tajam, nadanya penuh tekanan. "Jangan ikut campur terlalu jauh. Ayah terus terang tidak menyukai sikap putri Bu Astutik, yang bernama Wulan itu."Kartika mengangguk pelan, menyadari ketegangan di balik kata-kata ayah mertuanya. Ia tahu Hendra jarang berbicara setegas ini kecuali ia benar-benar merasa terganggu. Perlahan, Kartika menggandeng lengan Astutik, berusaha menenangkan wanita tua itu yang tampak begitu rapuh. "Baik, Pak. Saya mengerti. Saya akan segera bersiap," ujarnya, berusaha tetap tenang.Astutik menatap Kartika dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih, Nak Kartika. Ibu tahu ini merepotkan.""Saya akan mempersiapkan pakaian anak saya dulu. Kita naik angkot jam semb

    Last Updated : 2024-12-22
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 53. Tangisan Ibu

    "Dyah... Nak, ini ibu...!" Suara Astutik lirih dan penuh kerinduan. Ia mencoba berjalan tertatih, mendekati sosok gaib putrinya. "Bu Astutik, jangan!" teriak Kartika panik, mencoba menghentikan langkah Astutik. Rasya pun memegangi bahu wanita tua itu, mencoba menariknya mundur. "Bu, itu bukan Dyah yang Ibu kenal!"Namun Astutik meronta, menepis tangan Rasya dan Kartika. "Lepaskan aku! Dia anakku! Dia membutuhkanku!" teriaknya sambil terus menangis. Tubuh renta itu tetap bergerak maju, mendekati sosok Dyah.Saat Astutik hanya tinggal beberapa langkah dari pintu, sosok Dyah tiba-tiba mengangkat tangannya. Dengan satu gerakan cepat, ia menyerang, mengeluarkan energi hitam yang melesat ke arah Astutik. Tubuh tua itu terpental ke belakang, jatuh ke pelukan Rasya yang berlari menangkapnya tepat waktu."Astaga, Bu, Ibu baik-baik saja?" Rasya bertanya panik sambil memeriksa kondisi Astutik. Wanita itu hanya menangis, memegangi dadanya yang terasa sesak.Sosok Dyah kini beralih menatap Kartika

    Last Updated : 2024-12-23
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 54. Durhaka

    Malam itu, suasana rumah Udin terasa mencekam. Langit mendung gelap, dan suara angin menerpa dinding rumah kayu, menambah suasana tegang. Astutik duduk di sudut ruangan dengan mata yang sembap karena tangis. Kartika mendekat, memberikan segelas teh hangat, namun tangan Astutik gemetar saat meraihnya.“Ibu tidak punya pilihan,” bisiknya dengan suara parau. “Ibu harus bicara dengan Wulan. Dia satu-satunya yang bisa membantu menyelesaikan masalah ini.”Kartika menatapnya dengan ragu. “Bu, Wulan... dia tidak akan mendengar. Apa Ibu yakin ini keputusan yang tepat?”Astutik tidak menjawab. Tangannya terulur meminta ponsel Kartika. Dengan berat hati, Kartika menyerahkannya. Astutik menekan nomor Wulan dengan tangan bergetar. Beberapa detik kemudian, sambungan tersambung.“Wulan, ini Ibu,” suara Astutik terdengar lirih, hampir seperti bisikan.Dari seberang, terdengar suara Wulan yang terdengar dingin. “Ada apa? Apa kau berhasil berbicara dengan Mbak Dyah? Ingat besok penyewa itu akan datang.

    Last Updated : 2024-12-24
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 55. Kedatangan Penyewa

    “Dengar baik-baik, Nak,” suara Mbah Kanjim terdengar tegas. Ia menunjuk boneka itu. “Perlu aku tegaskan, kalau boneka ini hanyalah alat. Lasmini ibumu, atau Dyah, adalah arwah bebas yang tidak terikat pada perantara. Seandainya aku menyegel boneka ini dalam kotak kaca, ibumu masih bisa berkeliaran di alam manusia, selama dia masih ada ganjalan hidup."Kartika menelan ludah. “Jadi ... ibu belum bisa pergi dengan tenang karena masih memiliki ganjalan hidup?” tanyanya dengan suara bergetar.Mbah Kanjim mengangguk. “Benar, yang perlu aku garis bawahi, Lasmini dan Dyah berasal dari dua energi yang berbeda. Dyah adalah jiwa yang telah tersesat jauh. Sementara ibumu, dia masih belum kembali ke alam seharusnya karena ...." Mbah Kanjim tampak berpikir keras. "Sebenarnya apa kau pernah menanyakan kepada ibumu, mengapa dia tidak segera pergi dari alam manusia?" Mbah Kanjim menatap kepada Kartika dengan penuh selidik."Mungkin karena ayah kandungku tidak bertanggung jawab kepadaku, juga karena ist

    Last Updated : 2024-12-25
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 56. Ganti Rugi

    Setelah berhasil keluar dari rumah angker itu, semua tampak kelelahan dan trauma. Kartika menatap Mbah Kanjim yang membawa kendi di tangannya. "Apa itu Mbah?" “Ini.…” Mbah Kanjim mengangkat kendi itu di hadapan Kartika. “Aku sudah membawa serta Lasmini keluar. Dia tidak lagi terperangkap di dalam rumah warisan bapakmu.”Kartika menarik napas lega, meskipun wajahnya masih menyiratkan kekhawatiran. “Syukurlah. Apa aku masih bisa berkomunikasi dengan Ibuku?"“Untuk sementara masih belum,” jawab Mbah Kanjim sambil mengetuk pelan kendi itu. “Untuk sementara waktu, dia akan berada di dalam kendi ini sampai aku bisa memastikan dia tidak akan membahayakan.”Astutik, yang sejak tadi duduk termenung, langsung berdiri ketika Pak Arif menghampirinya dengan wajah murka. “Bu, bagaimana ini? Kami sudah membayar mahal untuk rumah itu, tapi ternyata malah seperti neraka! Ada demit di sana! Kembalikan uang saya!”Astutik menggigit bibirnya, matanya mulai berkaca-kaca. “Pak, saya benar-benar tidak puny

    Last Updated : 2024-12-26

Latest chapter

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 88. Madu

    "Gak usah wedi, Nduk." Sosok itu terus melambaikan tangan ke arahnya, membuat Anis ingin menangis."Saya Mbah Sur, yang punya rumah ini." Pria itu menunjuk ke arah rumah Lukman. "Saya ini bapaknya Lukman. Seharusnya saya bisa pergi dengan tenang, tapi Dewi malah mengambil susuk milikku dan menanamkannya dalam tubuhnya."Anis tercekat, tapi ia mengusahakan langkahnya untuk mendekat."Ojo wedi. Saya sudah tobat di detik akhir sebelum mati," Mbah Sur mencoba meyakinkan Anis. "Saya butuh bantuanmu, supaya bisa mengikuti Lilis. Mbah berharap setelah kamu tahu jalan ceritanya, kamu bisa membantu melepas susuk dari Dewi. Mbah ingin pergi dengan tenang."Anis mengangguk. "Ba-gai-mana sa-ya bisa membantu?" tanyanya dengan terbata."Kau cukup ikuti. Setelah kembali ke alam sadarmu, cari saja keberadaan Dewi. Aku juga sudah menitipkan sesuatu kepadamu, bawa ke orang yang mengerti.""Aku tidak paham.""Lakukan saja, nanti kau juga aka

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 87. Pertemuan Pertama

    Anis dan Hendra akhirnya memutuskan untuk berangkat kembali ke rumah Lukman. "Uti, ikut!" Cakra mulai merengek. Melihat Cakra yang sudah mengulurkan tangan, Rasya segera bertindak menggendong bocah tiga tahun itu. "Kamu di rumah saja, main sama ayah.""Gak mau, mau ikut Uti." Cakra mulai merengek. "Sudahlah biarkan saja dia ikut." Anis yang tidak tega bersiap hendak mengambil alih Cakra. Namun Rasya lebih sigap menepisnya. "Biar saja, Bu. Justru kalau Cakra ikut aku malah khawatir."Anis mengangguk mengerti. Ia segera bergegas masuk ke mobil yang akan membawanya ke desa Plaosan, tempat tinggal Lukman. ---Mobil yang dikemudikan Hendra menyusuri jalan berliku menuju desa Sidomulyo. Sawah-sawah hijau membentang di kiri-kanan, diselingi pohon kelapa yang melambai pelan. Udara segar menyapa, membuat hati serasa nyaman."Kok lewat jalan sini, Yah?" pertanyaan Anis memecah keheningan sepanjang perjalanan. "Aku tadi cek jalan lewat GPS, ternyata ada jalan yang dekat menuju desa Lukman." Ta

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 86. Kedua Kali

    Kartika memandang wajah Kirana dengan penuh haru. "Kau... Cantika anakku?" Ucapnya sambil menahan isak. Kartika mengelus lembut pipi Kirana, sentuhan itu benar mengingatkannya akan putri Cantika yang sudah tiada. “Aku anak yang dilindungi Ibu, nenek melindungiku dari mati dan Dyah.”Degggg!Jantung Kartika seakan berhenti bersetak sejenak. Bagaimana bocah yang ya perkirakan berusia satu setengah tahun kurang, itu bisa berbicara dengan sangat lancar."Jangan menangis Bu ...." Kirana mengusap air mata yang keluar dari dua netra Kartika. "Aku senang bisa beltemu Ibu lagi." Kirana tersenyum. Saat Rasya memanggil Kartika, seketika Kirana kembali bertingkah seperti bocah biasa. Rasya baru saja menut

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 85. Anak Yang Terlahir Kembali

    Anis kaget saat netranya melihat ada sesajen di bawah ranjang. Namun, karena tak mau terlibat terlalu jauh, ia bergegas menutup pintu dan kembali bergabung dengan Sulis.Tak lama kemudian, Hendra dan para pelayat kembali ke rumah duka. Wajah mereka terlihat lelah, dengan pakaian berdebu oleh tanah makam. Aroma dupa masih tercium di udara, menyatu dengan suasana sendu di dalam rumah. Semua duduk diam, menyisip teh hangat dalam hening yang mencekam.Hendra mendatangi Anis, menggeser duduk dan memangku Sandra."Yah, kok langsung memangku Sandra? Harusnya mandi dulu atau cuci muka lah paling tidak, habis dari pemakaman juga." Anis langsung mengambil alih Sandra kembali. "Nanti kalau Sandra 'sawan' bagaimana?""Aku sudah mandi kok, di rumah pak RT. Tadi orang-orang juga mandi di sana. Eh, tadi banyak tetangga yang ngamuk sama Dewi, lho."Ucapan Hendra mengundang rasa ingin tahu Anis. Keningnya mengkerut penuh rasa penasaran. Mengetahui

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 84. Berita Kematian Susulan

    Seminggu setelah kematian Lukman, Anis sudah melupakan mengenai keadaan Lilis. Ia mulai beraktifitas seperti biasa, memasak, bermain dengan cucu dan aktifitas lain. Suatu pagi, Anis yang sedang bermain dengan dua cucu kesayangannya di ruang tamu, tersentak ketika ponselnya bergetar. Notifikasi dari grup WhatsApp "Konco Lawas" muncul.Dengan santai, ia membuka pesan itu, namun wajahnya langsung berubah pucat. "Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Bu Lilis telah berpulang. Semoga amal ibadahnya diterima." Anis membaca pesan itu berkali-kali, memastikan tidak salah baca. "Lilis meninggal?" gumamnya pelan, dengan penuh keterkejutan. Pikirannya berputar, teringat tatapan kosong Lilis yang terus mengarah ke langit-langit kemarin. "Ya Allah...." Anis memegang dadanya yang terasa sesak. Jari-jarinya gemetar saat mencoba mengetik balasan, tapi tak satu kata pun berhasil ia kirimkan. Wajah Lilis terus terbayang di benaknya."Kenapa kok pas 7 harian Lukman meninggal ya." Ani

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 83. Aroma Gaib

    "Pak, apa kita akan ikut mereka takziyah. Sementara, kita kan bawa Cakra dan Sandra," bisik Anis pada sang suami. "Lha mau bagaimana, Bu, mereka juga mengajak cucunya bukan? Kita ikut bentar saja, biar bagaimanapun Lukman sudah berjasa membantu Kartika sampai sembuh," bisik Hendra.Anis tampak ragu mendengar ucapan suaminya, tapi melihat antusiasme teman-teman yang lain yang juga mengajak cucu, ia jadi tak punya alasan menolak. Akhirnya keduanya sepakat ikut rombongan. Mobil yang ditumpangi Hendra dan Anis melaju di jalan beraspal yang membelah hamparan sawah hijau di kiri-kanan. Dari dalam mobil, terlihat petani dengan caping di bawah terik matahari sedang memanen. Langit siang cerah, awan putih berarak lembut, melukis langit yang indah.Pepohonan rindang melambai ditiup angin, memberikan kesan teduh meski matahari bersinar terik. Sesekali, motor atau sepeda melintas, menambah suasana desa yang tenang. Di kejauhan, terlihat bukit-bukit kecil seperti melindungi desa. Anis memandang

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 82. Berita Suka Dan Duka

    "Kenapa Kartika tiba-tiba pingsan?" Anis mulai panik. "Cepat bawa masuk!"Melihat tubuh Kartika yang limbung, Rasya panik. Ia bergegas menggendong tubuh sang istri dan membaringkannya di atas kasur. Anis yang tak kalah khawatir, buru-buru mengambil minyak kayu putih dari meja. "Cepat ambil air, Rasya!" perintah Anis dengan nada cemas.Rasya berlari ke dapur, membawa segelas air dingin, sementara Anis mengusap pelipis Kartika dengan minyak kayu putih. Setelah beberapa saat, Kartika perlahan membuka mata. "Kartika, kamu kenapa?!" tanya Rasya, suaranya penuh kekhawatiran.Wajah Kartika pucat, matanya berkaca-kaca. "Aku juga tidak tahu, Mas," gumamnya dengan suara gemetar. Tangannya bergetar saat mencoba meraih tangan Rasya, tubuhnya masih terlihat lemah. Tak lama Hendra dan Cakra masuk. Melihat Cassandra, ekspresi Hendra bingung. Berbeda dengan Cakra, bocah itu tanpa aba-aba langsung menggandeng tangan Cassandra dan mengajaknya bermain. "Itu anak Lisa," celetuk Anis, seperti mengetahui

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 81. Cucu Baru

    "Mas, bangun!" Candra membuka mata dan mendapati dua pria berseragam tengah mengguncang pundaknya. "Di mana saya?" tanyanya."Mas ada di rumah perbaikan diri. Ayo masuk, kita bicara di dalam, saya lihat, Mas ini tampak sedang tidak baik-baik saja." Polisi muda itu bersiap membantu Candra untuk berdiri. Namun belum sempat berdiri, Candra tiba-tiba menangis pilu. "Saya pembunuh!" teriaknya. "Saya sudah membunuh istri saya ...." Candra mulai histeris, tubuhnya bergetar hebat. Dua polisi itu saling pandang heran. Lalu kembali mengalihkan pandangan kepada Candra sambil berkata, "silahkan buat keterangan dulu di dalam."---Pagi harinya, Desa Lisa kembali gempar saat mobil polisi melintasi jalan utama, membawa Candra dengan wajah yang penuh penyesalan. Warga berkerumun di sekitar rumah kayu milik Lisa, berbisik-bisik dengan nada takut dan penasaran. Kartika dan Rasya yang bersiap pulang terhenti di tengah jalan, menatap pemandangan itu dengan ngeri. Di gendongannya, Cassandra merengek pela

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 80. Supir Setan

    "Apa maksudmu? Jadi benar Mas Candra yang membunuhmu?" ucap Kartika dengan nada gemetar tak percaya. "Ta-pi ... ke-napa?" Kartika terdiam, tubuhnya bergetar hebat. Kata-kata Lisa seperti palu yang menghantam pikirannya. “Candra membunuhku,” ucap Lisa tanpa ragu. Mata Kartika membelalak, penuh ketidakpercayaan. “Tidak mungkin!” desisnya, suaranya nyaris lenyap. Namun, sorot dingin Lisa tak terbantahkan. Rasa takut menyelimuti Kartika, nafasnya memburu. Sorot mata penuh dendam itu, membuat bulu kuduk Kartika meremang. Tenggorokannya tercekat dan tubuhnya kaku seakan tak bisa bergerak. "Candra membunuhku Kartika! Aku ingin mendapat keadilan atas kematianku! Bantu aku Kartika ... temukan Candra!" Suara Lisa diiringi dengan Isak tangisnya bergema di keheningan malam. “Keadilan...,” bisiknya pelan, membuat siapa pun yang mendengar merasakan hawa dingin menusuk tulang. "Candra harus bertanggung jawab dan anakku ...." Lisa tak melanjutkan ucapannya, ia terus menangis. "Anakku, dia tidak me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status