Home / Horor / Rumah Angker Warisan Bapak / Bab 97. Sosok Yang Belum Tenang

Share

Bab 97. Sosok Yang Belum Tenang

Author: Eliyona
last update Last Updated: 2025-02-01 18:52:13

Anis merinding. Ia tidak merasakan apa pun, tapi muncul dengan serius Ayu membuatnya mulai merasa tidak nyaman.

Hendra melirik Anis, mencoba mencari tanda-tanda aneh. Sementara itu, Ira yang sejak tadi diam ikut bicara, "Ayu, jangan bicara sembarangan. Kamu memang bisa melihat sosok gaib, tapi ini bukan saat yang tepat."

Ayu menggeleng kuat, "Tidak, Ra. Sosok itu seperti menempel padanya. Aku takut, nanti dia akan menguasai tubuh Uti. Ini tidak boleh, tidak boleh....!"

Ketegangan makin terasa. Rasya yang masih duduk di sampingnya sambil tertawa, sementara Kartika mencengkeram tangan suaminya dengan cemas.

Anis menggigit bibirnya, dengan gemetar ia mulai jika suara, "apa yang kau lihat adalah sosok hantu perempuan?"

"Bukan. Dia arwah seorang pria," ujar Ayu. Ia lalu menegakkan tubuhnya, mengumpulkan keberanian. Dengan suara pelan namun tegas, ia berkata, "Siapa kamu? Kenapa mengikuti Uti Anis?"

Udara di dalam ruangan tiba-tiba terasa berat. Hening. Tak ada yang menjawab, tapi ekspresi
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 1: Kembali ke Rumah Lama

    Lisa meletakkan piring kotor ke wastafel dengan agak kasar, gerakannya tampak kesal. Sementara itu, Anis duduk di meja makan, mengamati gerak-gerik menantunya dengan tatapan yang sudah lama memendam perasaan. Keduanya sudah lama tak berbicara langsung sejak ketegangan antara mereka meningkat."Bu, aku perlu bicara," kata Lisa tiba-tiba, sambil memutar tubuhnya menghadap Anis. Anis mengangguk perlahan. "Apa yang ingin kau bicarakan, Nak?" tanya Anis lembut.Lisa menghela napas panjang sebelum berbicara. "Aku ingin menjalani hidup berdua saja dengan Mas Rasya. Aku ingin bisa menjalani hidup kami sendiri. Kami sudah menikah, dan aku pikir... kami tidak membutuhkan kehadiran ibu di sini. Aku butuh privasi, Bu! Rumah ini terlihat sempit, karena adanya Ibu dan Bapak. Apa ini Ibu tidak ingin hidup mandiri, tanpa mengganggu anak dan menantu?""Mengganggu? Aku adalah ibu dari Rasya dan ibu juga sudah menganggapmu sebagai anak ibu sendiri."Lisa menggertakkan giginya, menahan emosinya. "Ini buk

    Last Updated : 2024-10-24
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 2 : Peringatan Warga

    Hendra menepuk pelan pundak Anis yang tertidur nyaman di atas kasur kayu tua mereka. "Ada apa?" tanyanya Hendra sambil mengguncang bahu sang istri. Hendra terlihat panik, sebab Anis terus berceloteh dalam tidurnya, katanya tak jelas namun penuh kecemasan. Perlahan, matanya terbuka, dan tersentak. Anis tercekat, matanya memandang sekeliling ruangan dengan penuh kebingungan. Ternyata mimpi, gumamnya lirih, tapi rasanya seperti nyata. Ia mencoba mengatur nafasnya yang memburu, tangan gemetarnya mengusap wajah.Hendra duduk di sisi ranjang, mengelus lengan istrinya dengan lembut. “Mungkin kau lelah,” ucapnya, berusaha menenangkan diri. "Sejak kita datang ke sini, kau belum benar-benar istirahat." Hendra menoleh ke jendela, cahaya matahari yang mulai condong menandakan hari sudah sore. “Aku ingin keluar sebentar untuk menemui Pak Kartijan,” lanjutnya sambil bangkit berdiri.Namun, sebelum Hendra melangkah lebih jauh, Anis tiba-tiba memegang lengannya dengan erat. “Aku ikut,” katanya, suaran

    Last Updated : 2024-10-24
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 3 : Malam Pertama Di Rumah Suwung

    Anis merasa ada yang tidak beres begitu ia melihat pintu rumah dalam keadaan terbuka. Angin dingin dari luar berhembus pelan, membuat tubuhnya merinding. Bagaimana bisa pintu itu terbuka? Ia jelas-jelas mengunci pintu tadi setelah mereka keluar, dan kuncinya masih ada di dalam tas yang ia simpan dengan rapi. Anis meraba tas kecil yang selalu dibawanya, memastikan kunci itu masih ada di sana, dan benar, kunci itu tetap di tempatnya. Hendra melirik ke arah sang istri yang seperti kebingungan dan dengan santai berkata, “Mungkin Kau lupa menguncinya, Bu.”“Lupa?” Anis menatap suaminya dengan bingung. “Aku yang mengunci pintunya, Mas, dan kuncinya masih ada di tasku.”Hendra tertawa kecil, menepuk pundak Anis dengan lembut. “Ya sudahlah, mungkin karena faktor usia, kadang kita bisa sedikit pikun.”Ucapan itu membuat Anis merasa kesal. Meski usianya sudah tidak muda lagi, ia bukan seorang pelupa. Ia yakin betul bahwa tadi sudah mengunci pintu, dan ia tidak mungkin salah. Tapi Anis memendam

    Last Updated : 2024-10-24
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 4 : Suara Malam Yang Menghantui

    Anis yang ketakutan menggedor pintu rumah dengan panik. “Pak! Pak!” ia memanggil suaminya, merasa jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Setiap detik terasa seperti satu jam, dan perasaan takut menyelimuti pikirannya. Ketika pintu akhirnya terbuka, Anis menghela napas lega sekaligus terkejut melihat Hendra berdiri di balik pintu dengan wajah bingung.“Kamu kok di luar, Bu?” tanya Hendra, tatapannya beralih dari pintu ke wajah Anis yang pucat.“Apa Bapak mendengar suara tangisan?” Anis bertanya dengan suara bergetar, berhambur ke arah sang suami seolah ingin mencari perlindungan. Hendra menajamkan pendengarannya, berusaha mendengarkan suara yang dimaksud.“Tidak,” jawabnya singkat, namun jawaban itu membuat Anis merasa semakin cemas. Ia mengapit kuat lengan Hendra, seolah tak ingin melepaskannya.“Aku takut,” lirih Anis, tubuhnya bergetar. Hendra merasa khawatir melihat kondisi istrinya yang tampak berbeda dari biasanya.“Sudahlah, Bu. Coba tenangkan dirimu. Baca doa, yuk,” kat

    Last Updated : 2024-10-24
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 5 : Putra Yang Datang

    Anis mengalihkan pandangan ke arah yang ditunjuk Hendra. Benar saja, di pojok ruang yang gelap, dekat jendela yang tertutup gorden, terdapat sebuah ranjang bayi yang tampak usang. Hati Anis berdegup kencang, rasa penasaran dan ketakutan bercampur aduk dalam dirinya. Ia mulai melangkah mendekat, meninggalkan Hendra yang tertegun di belakang. Dengan tangan yang bergetar, Anis mengulurkan tangan ke arah ranjang, bersiap membuka selimut yang menutupi. Jantungnya berdebar, dan saat selimut itu tersingkap, terjadilah sesuatu yang tak terduga."Slashhhhhhh!" Suara kain yang tersingkap menggema dalam keheningan malam, dan saat Anis melihat isi dalam keranjang, jeritan meluncur dari bibirnya. Ia melihat sesuatu yang tampak seperti bayi, tetapi dengan wajah yang tidak manusiawi—kulitnya pucat dan matanya hitam kosong. Ketakutan mendorongnya pingsan, jatuh tak berdaya ke lantai. Hendra, yang bingung dengan teriakan istrinya, segera mendekat. Namun, saat ia melihat apa yang membuat Anis pingsan

    Last Updated : 2024-10-24
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 6. Suara Yang Sama

    Rasya memutuskan untuk mencari boneka aneh itu di sudut-sudut ruangan. Matanya menyapu setiap sudut, mengamati rak-rak kayu yang dipenuhi sarang laba-laba dan lantai yang dilapisi debu tebal. Aroma apek memenuhi udara, menambah suasana seram yang sudah terasa menyesakkan. Tapi sejauh matanya memandang, boneka yang ia cari tetap tidak terlihat."Ah, sudahlah," gumamnya pelan, "lebih baik aku letakkan ranjang bayi ini dulu. Besok pagi aku akan mencarinya lagi."Dengan langkah pelan, Rasya berbalik, meninggalkan ruangan tua yang terasa begitu mencekam. Ia menutup pintu dengan hati-hati, memastikan semuanya tertutup rapat. Namun, tepat saat daun pintu tertutup sempurna, di balik pintu yang baru saja ia tinggalkan, sebuah bayangan samar muncul perlahan. Siluet tangan kecil, ringkih, dan menyeramkan, tampak merangkak dari kegelapan, perlahan-lahan menggapai ranjang bayi yang ditinggalkan Rasya. Lalu, dengan gerakan perlahan dan hidup, tangan itu meletakkan kembali boneka rusak tersebut di te

    Last Updated : 2024-11-07
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 7. Menggali Sejarah Rumah Warisan

    Rasya mencoba menepis lembaran hitam tipis yang terus berputar di sekelilingnya, seperti kain tua yang tertiup angin dan berkibar melingkari tubuhnya. "Apa-apaan ini? Mengganggu sekali," gerutunya kesal, sementara kain itu berkibar liar, menghalangi pandangannya.Akhirnya, dengan susah payah, dia berhasil meraih ujung kain dan melepaskannya dari tubuhnya. Saat kain itu terlepas, ia memegangnya di udara, memperhatikannya dengan lebih saksama. "Selimut atau layangan? Dan kenapa ada motif menyeramkan seperti ini?" gumam Rasya sambil menatap gambar aneh yang hampir menyerupai wajah iblis, tergambar buram dan pudar di tengah kain. Merasa risih dan tak nyaman, dia segera melemparkan kain itu ke lantai, membiarkannya tergeletak di sudut dengan bentuk berlipat dan bayangan hitam samar yang seakan menatapnya kembali.Ketika ia menoleh, pandangannya terpaku pada pemandangan yang tak terduga. Pintu yang tadi dibuka ternyata menghubungkannya ke sebuah area kosong di atap rumah. Atap tersebut tak

    Last Updated : 2024-11-08
  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 8. Meneruskan Cerita Dan Penolakan

    “Ibu bukannya menolak untuk kembali, tapi apa kau yakin Lisa akan menerima Ibu?” ujar Anis, suaranya terdengar ragu.Rasya terdiam, merasakan dilema yang tak mudah. Di satu sisi, ia ingin memenuhi permintaan ibunya; di sisi lain, ia tahu sifat Lisa yang sulit menerima kehadiran orang lain di rumah mereka.“Akan kucoba bicarakan lagi dengan Lisa, Bu,” ucap Rasya akhirnya, menggenggam tangan ibunya dengan lembut. Keduanya melangkah pelan menuju rumah, masing-masing terbenam dalam pikiran mereka, berharap ada jalan keluar yang baik untuk keluarga kecil itu.Rasya membuka gerbang pagar dan mendapati ayahnya masih sibuk membersihkan halaman rumah. Rumput liar dan dedaunan kering berserakan di tanah, membuat tempat itu tampak kusam. Rasya meletakkan kantong belanjaan sang ibu di tangga depan dan melangkah mendekati Hendra.“Yah,” panggilnya, berjongkok di samping Hendra yang sedang mencabut rumput liar, “Ayah belum selesai juga?”Hendra mengelap peluh di dahinya dan mengangguk lelah. “Iya,

    Last Updated : 2024-11-09

Latest chapter

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 97. Sosok Yang Belum Tenang

    Anis merinding. Ia tidak merasakan apa pun, tapi muncul dengan serius Ayu membuatnya mulai merasa tidak nyaman.Hendra melirik Anis, mencoba mencari tanda-tanda aneh. Sementara itu, Ira yang sejak tadi diam ikut bicara, "Ayu, jangan bicara sembarangan. Kamu memang bisa melihat sosok gaib, tapi ini bukan saat yang tepat."Ayu menggeleng kuat, "Tidak, Ra. Sosok itu seperti menempel padanya. Aku takut, nanti dia akan menguasai tubuh Uti. Ini tidak boleh, tidak boleh....!"Ketegangan makin terasa. Rasya yang masih duduk di sampingnya sambil tertawa, sementara Kartika mencengkeram tangan suaminya dengan cemas.Anis menggigit bibirnya, dengan gemetar ia mulai jika suara, "apa yang kau lihat adalah sosok hantu perempuan?""Bukan. Dia arwah seorang pria," ujar Ayu. Ia lalu menegakkan tubuhnya, mengumpulkan keberanian. Dengan suara pelan namun tegas, ia berkata, "Siapa kamu? Kenapa mengikuti Uti Anis?"Udara di dalam ruangan tiba-tiba terasa berat. Hening. Tak ada yang menjawab, tapi ekspresi

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 96. Keturunan Sakti

    Ira dan rekan perawatnya saling pandang. Keduanya tidak menyangka kalau Kartika juga seperti mereka. "Iya, Mbak," jawab Ira, setelah melakukan tugasnya, ia beranjak mendekat ke arah Kartika, lalu berbisik, "Mbak Kartika pura-pura gak dengar saja ya, sama jangan buka pintu kalau ada yang mengetuk sambil bilang kulo nuwun."Kartika mengernyit mendengar ucapan aneh Ira. "Jangan buka pintu, ada yang bilang ‘kulo nuwun’?" tanyanya, sedikit bingung.Ira hanya tersenyum tipis. "Iya, Mbak. Apalagi kalau sudah lewat jam sepuluh malam. Pokoknya jangan.""Memangnya kenapa?" Kartika masih belum mengerti, tetapi perasaan was-was merayapi hatinya.Ira tidak langsung menjawab, hanya melirik jam dinding sejenak sebelum akhirnya berkata, "Pokoknya nurut aja, Mbak. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku ya."Sebelum Kartika sempat bertanya lebih jauh, Ira dan rekannya sudah melangkah keluar dari kamar, meninggalkannya dengan sejuta pertanyaan.Kartika menarik nafas dalam, menatap Rasya yang masih belum sada

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 95. Reuni

    Suasana di lokasi kecelakaan begitu riuh dan panik. Beberapa warga sekitar yang mendengar benturan keras segera berlari ke arah mobil Rasya yang ringsek di pinggir jalan. Kaca depan pecah, pintu penyok, dan darah terlihat menodai kemudi.“Cepat, bantu dia keluar!” teriak seseorang.Beberapa pria dengan sigap menarik pintu mobil yang sudah sulit dibuka. Nafas Rasya lemah, kepalanya bersandar di jok dengan luka di pelipis yang terus mengeluarkan darah.Sementara itu, sirene mobil polisi terdengar mendekat. Seorang petugas segera turun dan mengamati situasi. Dia berjalan mendekat, melihat kondisi Rasya, lalu segera menghubungi ambulans.Di sela-sela kepanikan, seorang polisi lainnya melihat sesuatu di lantai mobil. Sebuah ponsel tergeletak dengan layar yang masih menyala. Dia mengambilnya dan segera mengamankannya ke dalam kantongnya.“Ambulans datang! Cepat angkat dia!” teriak seorang pria yang berdiri di pinggir jalan.Beberapa orang dengan hati-hati mengangkat Rasya ke atas tandu. Dara

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 94. Kedatangan Sosok Lilis

    "Anis tolong saya ... saya sudah tidak kuat lagi ... tolong, demit peliharaan Dewi menyiksaku."Sosok Lilis mengulurkan tangan, sementara kepalanya menengadah ke atas."Aku tersiksa, Anis ...." Sosok Lilis mulai menampakan wajahnya yang menyeramkan. Kepalanya patah ke kanan dan dia berjalan dengan menyeret satu kakinya. "Anis ... Anis ... Bukankah suamimu adalah teman baik suamiku?" Sosok Lilis terus berjalan mendekat membuat Anis semakin ketakutan. "Mbak, Mas Hendra sudah berangkat ke rumah orang yang bisa menolongmu." Ucapan Anis berhasil membuat sosok Lilis menghentikan langkahnya. "Benarkah?" Lilis memutar kepalanya menghadap ke arah Anis. Kali ini wajahnya hanya pucat, ia tak terlihat semenyeramkan sebelumnya. "Terimakasih Anis, terimakasih." Tubuh Lilis perlahan memudar meninggalkan asap pekat.Anis akhirnya bisa menghela nafas lega. Sampai ia merasakan seseorang seperti menepuk pundaknya. "Bu ... bangun ... kenapa Ibu tidur di sofa begini?" Sayup-sayup Anis mulai membuka mata

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 93. Hampir Angkat Tangan

    "Cucuku harusnya mirip akulah, mana mungkin mirip kamu." Raut wajah Hendra berubah tidak suka, "lagian lho ya, harusnya si Udin itu cepat menikah biar bisa buat cucu yang mirip kamu."Mbah Kanjim hanya tersenyum, tidak menanggapi. Sementara Rasya, terlihat fokus menyetir, tapi pikirannya menerawang mengingat ucapan Mbah Kanjim semalam. Sementara mobil terus melaju pelan di jalan sempit, dikelilingi pohon-pohon besar yang daunnya rimbun. Rasya tampak larut dalam lamunannya, tatapan kosong mengarah ke depan. Hatinya penuh tanda tanya—apa benar sosok pria tua Mbah Kanjim akan menjadi anaknya? Rasya Memnag percaya mengenai hal gaib, tapi untuk reinkarnasi dia tidak terlalu percaya itu. "Rasya! Fokus!" tegur Hendra, suaranya memecah keheningan, membuat Rasya tersentak dari lamunan. "Itu pos satpamnya. Kau hampir terlewat!"Rasya menginjak rem mendadak, membuat mobil sedikit berguncang. Ia menarik napas dalam, berusaha mengembalikan konsentrasi."Maaf, aku tadi melamun," ucap Rasya, menco

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 92. Solusi Hendra (3)

    "Tapi kenapa?" tanya Hendra suaranya hampir gak kalah tinggi, membuat Rasya mengelus pundak sang ayah untuk menenangkannya. "Aku akan menjaga kalian dari sini, jangan khawatir. Cari saja wanita yang bernama Dewi itu." Mbah Kanjim mulai merendahkan suaranya. "Ini kasus yang berbeda lagi dengan dua kasus sebelumnya. Dyah dan Purwati menjadi gaib karena dendam, meski penyebabnya juga dua hal yang berbeda. Kalau kasus Lilis dan Dewi, bukan hanya sekedar dendam. Dia memiliki peliharaan sosok gaib."Malam semakin pekat di luar rumah Mbah Kanjim. Angin dingin bertiup, membuat dedaunan pohon beringin tua di halaman bergesekan dan menimbulkan suara aneh seperti bisikan. Lampu di teras rumah berkedip-kedip, seolah-olah nyaris padam. Suara burung hantu tiba-tiba terdengar dari kejauhan, diikuti bunyi langkah samar yang seolah mengitari rumah.Suasana mendadak sunyi. Mbah Kanjim menelan kata, ia menatap Hendra dan Rasya dengan raut wajah serius. "Apa ada yang mengikuti kalian?" tanyanya. Hendra m

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 91. Bayangan

    "Kenapa Mbak Lilis tiba-tiba bisa jadi seperti itu?" tanya salah seorang tetangga. Dengan menangis, Dewi menjelaskan kalau Lilis adalah seorang penganut ilmu hitam. "Aku sendiri tidak menyangka, rupanya Mbak Lilis memiliki susuk. Entah dari mana dia bisa memilikinya." Suara Dewi terdengar sendu. Membuat beberapa orang mulai tergiring dengan opininya, tapi sebagian lagi seakan tidak percaya."Buktinya apa?" Ucapan salah seorang warga membuat Dewi mencebik. "Buktinya Mbak Lilis jadi kembang Mayang." Dewi menunjuk ke arah Lilis. Air mata mulai keluar, terlihat Lilis menangis. Sementara itu bayangan di belakang punggung Dewi semakin jelas terlihat. "Itu saja tidak cukup, siapa tahu ada orang yang sengaja mengirim 'tenun' kepadanya. Setahuku Lilis adalah wanita baik." "Kalau kau tidak percaya itu urusanmu, Mbah." Dewi mencelos membalas ucapan seorang wanita tua."Aku benar-benar tak menyangka," lirih Bu Kades, fokusnya lalu tertuju pada rantang berkat yang ada di meja. "Apa tadi Suci ke

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 90. Menjadi Kembang Mayang

    "Hahahahah!" Tawa Dewi bergema di ruangan. Ia menunjuk Lilis dengan tatapan mengejak. "Mulai hari ini kau jadi kembang Mayang!" Dewi menyeret tubuh Lilis yang separuh mati, menjauh dari pintu kamarnya.Terlihat Lilis yang kepayahan, berusaha meraih gawai milik Dewi, tapi Dewi malah menendangnya. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Lilis berusaha merangkak menuju ke ruang tamu. Akan tetapi lagi-lagi, Dewi menendangnya.Tubuh Lilis yang lemah, berusaha merangkak perlahan di atas lantai dingin, kedua tangannya berusaha menarik tubuhnya ke depan meski gemetar hebat. Nafasnya berat, terdengar seperti erangan kesakitan."Mau ke mana, kembang Mayang?" Ucapan Dewi terdengar menyakitkan. Lilis menangis. Sementara Anis mencoba memejamkan mata, melihat pemandangan di hadapannya."Aku tidak kuat," lirih Anis, "andai aku kasat mata, aku akan menolong Mbak Lilis." Anis mulai menangis."Kau hanya melihat bayangan ini sekali, coba bayangka

  • Rumah Angker Warisan Bapak   Bab 89. Guna-guna Istri Muda

    Lilis berjalan di dapur ia mencoba menahan perasaan dengan melakukan aktifitas memasak. Baru bersiap untuk menyiapkan bahan, Lilis tiba-tiba mendengar suara teriakan Dewi dari dalam kamar. Ia langsung berbalik dan terhenyak mendapati Dewi sudah berdiri di tengah pintu. "Mbak Lilis ini bagaimana sih, dipanggil gak menyahut," Dewi menggerutu, "perutku sakit aku biasanya mengompres perutku dengan air hangat."Tanpa menjawab, Lilis segera merebus air permintaan Dewi. "Oh, iya, Mbak. Saya ingin memastikan kembali mengenai ucapan Mbak Lilis tadi di rumah sakit." Dewi menghela nafas dalam, lalu melanjutkan ucapannya, "Mbak kok tega sih ngomong begitu. Saya ini hamil lho, anak mas Lukman. Tega sekali, Mbak bilang kalau mau mengambil bayi ini dan meminta Mas Lukman untuk menceraikan saya." Nada suara Dewi terdengar bergetar, seakan menahan diri untuk tidak menangis. Melihat itu hati Lilis trenyuh, dia merasa sudah keterlaluan. "Maaf, Mbak. Tadi saya hanya emosi saat mengetahui hubungan Mbak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status