Semua Bab Rumah Angker Warisan Bapak: Bab 11 - Bab 20

27 Bab

Bab 11. Sosok Di balik Pintu

"Ayo kita pulang," ujar Anis, suaranya pelan namun tegas, menyadarkan Hendra dari kebingungannya.Hendra menoleh ke arah Rasya, tampak cemas. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Hendra, khawatir."Entah," jawab Rasya, sedikit mengangkat bahu. "Saat mantri itu melihatku, dia memberiku air minum, dan secara ajaib demamku langsung turun." Rasya mengatakan itu dengan acuh, namun ada kesan tidak biasa pada suaranya. "Eh, ada Pak Tomo," lanjut Rasya, "oh iya, pria muda yang tadi bersama Pak Tomo, di mana dia?"Pertanyaan Rasya langsung membuat Tomo tersinggung. Dengan wajah memerah, Tomo menanggapi dengan nada kesal. "Aku sudah berbicara dengan Ayahmu, aku sudah tahu. Sebaiknya kau beristirahat saja, supaya bisa cepat pulang ke kota." Tomo lalu beranjak pergi, meninggalkan Anis dan Rasya yang saling pandang, keduanya bingung dengan perubahan sikap Tomo yang biasanya ramah, tapi tiba-tiba saja berubah menjadi ketus setelah berbicara dengan Hendra."Ada apa dengan Pak Tomo, Yah?" tanya Rasya, suaran
Baca selengkapnya

Bab 12. Wanita Muda Dan Bayinya

Sosok itu membuka pintu perlahan, memperlihatkan dirinya sepenuhnya. Di hadapan Anis kini berdiri seorang wanita muda berwajah pucat, dengan bayi terbungkus jarik dalam gendongannya."Ka-kamu... manusia?" Anis bertanya tergagap, tubuhnya gemetar.Wanita itu mengangguk pelan. "Iya... maafkan saya. Saya tidak bermaksud masuk tanpa izin," katanya sambil menundukkan wajah, suaranya lirih dan penuh penyesalan.Saat itu, Hendra dan Rasya tiba dan langsung terdiam melihat pemandangan aneh di hadapan mereka. Sosok wanita asing itu berdiri di dekat Anis, wajahnya tak menunjukkan ekspresi selain kelelahan yang dalam."Dia siapa?" Hendra bertanya dengan suara tegang, matanya menatap penuh curiga. "Bagaimana kamu bisa masuk ke rumah ini?""Saya... Kartika, dan ini putraku, Cakra." Suara Kartika terdengar lirih saat mengenalkan diri. "Sebenarnya, kami sudah ada di sini sejak beberapa bulan lalu. Setelah saya melahirkan Cakra"Hendra, Anis, dan Rasya saling bertukar pandang, terkejut dan kebingunga
Baca selengkapnya

Bab 13. Keluarga Baru

"Sekarang istirahatlah, aku akan mencarikan kamar untukmu," kata Anis sambil bangkit dari tempat duduknya. Namun, saat membuka pintu, ia terkejut melihat Rasya dan Hendra berdiri di balik pintu, wajah mereka tampak cemas."Apa yang kalian lakukan? Menguping?" Anis mengerutkan kening, menatap kedua pria yang paling berharga dalam hidupnya. Rasya, yang berdiri paling dekat, terlihat ragu."Rasya, kau kan akan pulang. Kamarmu biar dipakai Kartika ya?" Anis mengalihkan pandangannya, mencoba memberikan solusi."Mana bisa begitu, Bu? Kamar di rumah ini kan tidak hanya dua. Lagipula, di sini ada empat kamar, termasuk kamar atas," sahut Rasya, menyanggah dengan tegas.Anis menghela napas panjang. "Ruangan ujung itu dijadikan gudang. Satu lagi dijadikan mushola, dan satu lagi memang kamar, tapi kondisinya sudah rapuh. Satu lagi, tak ada ranjangnya. Hanya ada kamar atas bekas kamar Kartika. Kamu mau pindah ke sana?"Rasya menggelengkan kepala. "Kamar itu tidak ada atapnya, Bu," ucapnya dengan t
Baca selengkapnya

Bab 14. Kedatangan Lasmini

"Apa... Kau Lasmini?" Rasya tergagap, suaranya hampir tak terdengar. Tubuhnya gemetar, keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya."Iya, Nak. Aku Lasmini," suara itu menjawab, serak dan bergema. "Ada yang ingin Ibu ceritakan padamu," lanjut suara itu, nadanya penuh kepiluan yang dingin menusuk.Rasya memejamkan mata, berharap ini semua hanya mimpi buruk. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba memberanikan diri, meski jantungnya berdebar kencang. "Kenapa kau menggangguku?" tanyanya dengan suara parau."Maafkan Ibu, Nak..." suara Lasmini terdengar semakin dekat, diiringi oleh desiran angin dingin yang seakan membelai telinga Rasya. "Ibu tak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi."Rasya mulai merasakan hawa dingin merayap di sekitar lehernya, semakin lama semakin menusuk. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tapi rasanya berat, seperti ada yang menahannya. "Apa yang kau inginkan...?" gumamnya, dengan sisa keberanian yang hampir terkuras.Tiba-tiba, bayangan wajah samar muncul di sudu
Baca selengkapnya

Bab 15. Konfrontasi

"Nak, bangun." Hendra mengguncang tubuh Rasya, membuat pemuda 27 tahun itu terjaga dengan napas yang masih tersengal."Astaga, aku mimpi lagi," gumam Rasya, menyapu wajahnya dengan tangan yang gemetar."Kau mimpi Lasmini lagi?" tanya Hendra dengan nada serius.Rasya mengangguk perlahan, berusaha menenangkan debar jantungnya. "Iya, Yah," jawabnya sambil menatap kosong ke arah jendela. "Aku rasa, aku harus bertemu Broto. Entah kenapa, mimpi ini seperti membawa pesan..."Hendra terdiam sejenak, menatap putranya penuh kecemasan. Ia menghela napas panjang, menyadari tekad Rasya yang semakin bulat. "Baiklah," katanya akhirnya, "kita coba menemui Broto. Tapi kita lakukan ini tanpa sepengetahuan Tomo."Rasya mengangguk, merasa sedikit lega mendengar dukungan ayahnya."Ayo kita sarapan dulu," ajak Hendra sambil menepuk bahunya. "Kartika dan ibumu sudah menunggu di ruang makan. Mungkin kau akan merasa lebih baik setelah makan."Rasya tersenyum tipis, lalu bangkit dari tempat tidur, mengikuti la
Baca selengkapnya

Bab 16. Pulang

Hendra mulai bertanya-tanya dalam hati. Mengapa Purwati menyebut Kartika gila? Rasya, di sisi lain, semakin ingin membongkar semua rahasia yang ada."Pak Broto ke mana sebenarnya?" tanya Rasya dengan nada kesal, suaranya mengandung kegelisahan.Purwati memandangnya dengan sorot mata penuh kecurigaan. "Kalau boleh tahu, apa urusan kalian ingin bertemu Mas Broto?" tanyanya dengan nada selidik.Hendra hendak menjelaskan, namun Rasya dengan cepat memotongnya. "Mungkin besok kita akan kembali menemui Pak Broto," ucap Rasya, memberi tanda agar mereka segera pergi.Saat Rasya dan Kartika berbalik untuk meninggalkan halaman rumah, Purwati tiba-tiba meraih lengan Hendra. "Mas Hendra, hati-hati," bisiknya pelan namun tajam. "Wanita bernama Kartika itu gila."Hendra terkejut mendengar ucapan itu. Dia memandang Purwati dengan alis berkerut, bingung dengan tuduhan yang begitu tiba-tiba. Namun, dalam benaknya, ia mulai mengaitkan kata-kata Purwati dengan mimpi-mimpi Rasya tentang Lasmini.'Mungkink
Baca selengkapnya

Bab 17. Selingkuh Menguras Hati

"Kau sudah pulang, Mas," sapa Lisa dengan senyum manis yang seolah tak menyimpan dosa. "Kenapa tidak bilang sebelumnya?" tanyanya dengan nada lembut.Rasya menatapnya dengan mata merah penuh amarah. "Pulang? Untuk melihatmu seperti ini?!" bentaknya, suaranya menggema di seluruh ruangan. Langkahnya maju dengan penuh emosi, tangannya mengepal keras, siap meluapkan kemarahan.Namun, para satpam yang sudah bersiaga segera menghalangi. Mereka memegang Rasya dengan cengkeraman kuat. "Lepaskan aku!" teriak Rasya, berusaha melepaskan diri. "Aku ingin penjelasan darinya sekarang!" gertaknya sambil menunjuk Lisa dengan tatapan menusuk."Pak Rasya, mari kita selesaikan ini dengan kepala dingin," ujar salah satu satpam, mencoba menenangkan situasi. Mereka menarik Rasya menjauh, meski pria itu terus meronta dengan emosi yang memuncak.Di sisi lain, Lisa tampak gelisah. Dia melirik pria di sampingnya, yang juga tampak kebingungan. "Bagaimana ini?" bisik pria itu dengan nada panik."Kenapa suamimu b
Baca selengkapnya

Bab 18. Kasih Ibu Sepanjang Masa, Kasih Ayah Seluas Samudra

Petugas membawa Rasya ke kantor polisi untuk penyelidikan lebih lanjut."Kenapa Anda melakukan pemukulan terhadap saudara Candra Permana?" tanya seorang penyelidik."Karena dia berselingkuh dengan istri saya," jawab Rasya tanpa ragu."Meski begitu, tindakan Anda tetap melanggar hukum," ujar penyelidik tegas. "Apa Anda bisa menghubungi keluarga Anda?"Rasya menggeleng pelan. "Maaf, ini urusan saya. Saya tidak ingin orang tua saya terlibat lebih jauh," ujarnya dengan tegas.Penyelidik hanya mengangguk, mencatat pernyataan itu. Ruangan hening sejenak,  menciptakan ketegangan yang terasa menusuk.---Anis terbangun dengan napas memburu, hatinya diliputi firasat buruk."Ibu, apa yang terjadi?" tanya Kartika sambil menggendong Cakra."Aku bermimpi tentang Rasya," jawab Anis dengan suara bergetar. "Aku harus segera menghubunginya."Dengan langkah tergesa, Anis menuju meja ke sudut kamar mencari gawainya."Gaw
Baca selengkapnya

Bab 19. Alih Kuasa

POV KartikaAku menggendong Cantika erat-erat di dadaku, berusaha menenangkan bayi mungil itu yang terus menggeliat. Suara tangis Cakra dari ranjang di kamar semakin memekakkan telinga.“Sayang, tangisanmu membuat ibu pusing! Diamlah!” Aku mendesis tajam. Kugendong Cantika menuju dapur, meninggalkan Cakra yang terus menangis. “Anak laki-laki tak boleh cengeng,” gumamku, menahan perasaan aneh yang mulai merayap.Namun langkahku terhenti. Mataku membelalak saat melihat sosok tinggi jangkung dengan mata merah menyala berdiri di sudut dapur. Bayangan itu tidak bergerak, hanya mengamatiku dengan kehadiran yang membuat napasku tercekat.“Dia lagi...” desisku gemetar. Tanpa pikir panjang, aku bergegas membawa Cantika bersembunyi di kolong meja makan. Tubuhku bergetar hebat saat bayangan itu mengerang keras, suaranya menggetarkan kaca jendela.“Graaaghhhh!” Dengan cepat, sosok itu melesat keluar melalui jendela dapur, meninggalkanku dalam kepanikan.Aku merangkak keluar dengan kaki gemetar, m
Baca selengkapnya

Bab 20. Rahasia Kelam

Lisa membanting pintu dengan kasar, gemanya memenuhi rumah yang kini terasa dingin. Wajah kedua mertuanya tadi benar-benar membuatnya muak.“Kenapa kau tidak mengatakan yang sebenarnya pada pria tua itu?” tanya Candra, memeluk Lisa dari belakang sambil mencium tengkuknya.Lisa melepaskan pelukan itu, lalu berbalik menatapnya tajam, matanya penuh amarah dan kebencian. “Untuk apa? Apa dengan aku mengatakan semuanya, ibu dan ayahku bisa kembali hidup?” jawabnya dengan nada penuh luka.Hening sejenak, hanya terdengar napasnya yang berat. Lisa menatap ke luar jendela, tenggelam dalam rasa benci yang telah lama membara di hatinya.POV Lisa (Flashback)Masa kecilku penuh luka yang tak mudah dilupakan. Saat aku baru pulang dari sekolah, seorang teman menghampiriku dengan wajah cemas.“Lisa! Cepat pulang! Ayah dan ibumu bertengkar lagi!” katanya gugup.Aku hanya menghela napas, menguatkan diri. “Aku me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status