Home / Pernikahan / Istri yang Tak Dinafkahi / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Istri yang Tak Dinafkahi : Chapter 11 - Chapter 20

48 Chapters

11 Sikap Aneh Ardi

Mendengar ucapan Mita, Ardi mengangguk-angguk mengerti. “Benar juga. Mau suami atau istri yang kerja, itu sudah jadi uang kita bersama!”Ratna, ibu Ardi ikut mendukung pernyataan Mita dengan menganggukkan kepalanya.“Yeeeyyy, itu artinya kita akan lebih sering senang-senang lagi!” Mita begitu riang gembira, karena sudah membayangkan jika uang yang dimiliki kakak kandungnya kini akan semakin bertambah banyak dengan gaji yang dimiliki oleh kakak ipar.“Kita bisa mulai menabung juga untuk hari tua,” imbuh Ratna. “Kamu jangan lupa bilang sama Sindy supaya nggak lupa sama kewajibannya membantu kamu, Di.”“Nanti aku akan bilang, Bu.”Ardi sudah tidak sabar menunggu Sindy pulang ke rumah, supaya mereka berdua bisa bebas bicara. Karena istrinya kini sudah memiliki penghasilan sendiri, maka Ardi berniat untuk memberikan gajinya demi kesejahteraan keluarga besarnya.Sementara gaji Sindy bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka bertiga.“Capek, Sin?”Ardi memasang senyum lebar s
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

12 Disuruh Bayar Tagihan Makanan

“Kakakku kan kerja di sini, jadi kami bebas makan apa saja!”“Tidak begitu konsepnya, Dek! Bukan masalah kakak kamu kerja di sini, tapi kamu bisa bayar tak?”“Mantu saya bisa bayar!” sahut Ratna yakin. “Tadi kakak, sekarang mantu ... Ampun, Gusti!”Sindy terbelalak sampai matanya hampir lepas ketika menyaksikan adu mulut yang terjadi antara rekan kerjanya dengan Ratna dan Mita.“Ibu kok makan di sini sih?” tanya Sindy tanpa basa-basi.“Nah, itu dia mantu saya datang!” tunjuk Ratna dengan penuh percaya diri.“Mbak Sindy, betul mereka keluarga kamu?” tanya rekan yang tadi berdebat.“Keluarga suami sih ...”“Ini tagihan yang harus dibayarkan, Mbak.”Sindy terkaget-kaget. “Kok aku?”“Mereka bilang kalau kamu yang akan bayar semua makanan mereka, Mbak!”Sindy langsung menoleh cepat ke arah keluarga Ardi.“Bu, ini gimana urusannya?”“Tinggal bayar saja kan beres, Sin. Tadi ibu pesan satu porsi nasi goreng, udang goreng tepung, nasi dua piring, capcay kuah, sama cumi asam mani
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

13 Pulang Sana ke Orang Tuamu!

“Baik, Mas!” Mau tak mau, Sindy mengangguk.“Aku lanjut kerja lagi, ya? Pokoknya kamu harus jelaskan seluruhnya ke Pak Zayyan tanpa ada yang perlu ditutup-tutupi.”“Iya, Nes ...”Dengan jantung berdegup kencang, Sindy melangkahkan kakinya yang seberat batu ke ruangan Zayyan.“Permisi, Pak ...” sapa Sindy ragu-ragu, matanya memindai sekelilingnya dengan wajah waspada.“Masuklah, siapa yang kamu cari?”Sindy menelan ludah ketika Zayyan melontarkan pertanyaan itu.“Tidak, Pak ...” Zayyan lantas mengisyaratkan kepada Sindy untuk duduk di depan mejanya.“Sebelumnya ... saya mau minta maaf tentang kejadian tadi ...”“Jadi betul kalau mereka adalah keluarga kamu?” tanya Zayyan tanpa basa-basi.“Mereka keluarga suami saya, Pak. Bukan saya tidak mau tanggung jawab, tapi saya merasa bahwa tidak seharusnya saya bertanggung jawab terhadap perbuatan yang tidak saya lakukan. Jadi dengan ini saya berlepas tangan dari urusan mereka, silakan jika Bapak ingin melaporkan mereka ke polisi sek
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

14 Bekas Gambar Tangan Ardi

“Sabar, mungkin Mas Ardi terbawa emosi. Kita sebagai istri hendaknya jangan melawan kalau suami lagi bicara.” “Masalahnya dia fitnah saya, Bu.” Sindy membela diri. “Saya tidak mungkin minta maaf atas kesalahan yang tidak saya perbuat ...” “Mbak Sindy yang sabar, ya?” Sindy mengangguk dan sekalian berpamitan karena siapa tahu dirinya tidak akan pernah kembali ke lingkungan ini lagi. Sambil terus menggenggam erat tangan Sisil, Sindy melangkah menyusuri jalan setapak menuju jalan utama, bahkan hingga detik ini pun Ardi sama sekali tidak memiliki niat baik untuk menghalangi kepergiannya. Bekas gambar tangan Ardi di pipinya akan terus Sindy ingat sepanjang hidup .... “Kita nunggu siapa, Bu?” tanya Sisil menyadarkan lamunan Sindy. “Ibu pesan taksi dulu ya, biar nggak capek kita.” Sisil menganggukkan kepalanya. Saat sedang membuka aplikasi yang ada di ponsel, sebuah mobil putih bersih menepi di dekatnya. Tidak berapa lama kemudian kaca mobil itu terbuka dan memperli
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

15 Surat dari Pengadilan Agama

Apa yang diharapkan Ardi nyatanya tidak terjadi, Sindy sudah satu minggu pulang ke rumah orang tuanya dan sampai detik ini belum kembali. Hal itu membuat Ardi harap-harap cemas. Makan tidak selera, kerja apalagi. Rasanya sudah sangat malas mau melakukan apa pun. “Sudah semingguan ini, Sindy sama Sisil belum balik-balik juga, Bu ...” keluh Ardi sambil memijat-mijat pelipisnya. “Masih betah mungkin, Di.” “Minimal telepon kek, kirim pesan kek, eh ini nggak ada sama sekali ...” “Kamu sudah coba telepon?” “Belum sih, harusnya dia duluan kan yang sadar diri terus hubungi aku?” Ratna mengangguk. “Betul juga.” “Kalau Sindy nggak pulang-pulang gimana, Bu?” tanya Ardi lagi. “Masa sih dia nggak pulang? Pasti pulang lah, Di.” Namun, Ardi mulai krisis kepercayaan terhadap ibunya. Apalagi jika dia teringat tamparan yang justru dia hadiahkan kepada Sindy sebelum menyuruhnya pulang ke rumah orang tua. Apa istrinya akan tetap pulang semudah itu? “Galau amat sih, Kak?” tanya Mita
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

16 Jangan Jadi Istri Durhaka

Nesi yang ada di meja kasir sempat mendengar keributan itu, tapi dia pura-pura tidak tahu dan justru menyembunyikan diri karena malas bertemu Ardi.“Nongol juga dia, lambat tapi.” Nesi bergumam sambil menghitung pendapatan hari itu.“Mas, maaf—Mbak Sindy lagi repot di dapur.” Meta memberi tahu dengan sopan.“Suruh keluar sebentar masa nggak bisa? Bilang saja kalau suaminya nyariin!”“Nggak bisa, Mas. Mbak Sindy sedang buat pesanan orang, nanti bos bisa marah kalau diganggu ...”“Saya cuma mau ketemu, bukan mau ganggu!” Ardi berkeras.“Iya, tapi mohon maaf sekali ini masih jam kerja.” Meta menangkup dua tangannya di depan dada sebagai isyarat permohonan maaf.“Kalau begitu mana bos kalian? Saya mau ketemu, sekaligus mau minta izin.”“Waduh!” Meta langsung gelagapan. “Maaf, Mas. Bos kami tidak sembarangan bisa ditemui, apalagi Mas bukan siapa-siapa ... Eh, anu ...”“Bicara apa kamu, nggak sopan! Panggil Sindy, cepat!“Nggak bisa, Mas. Lagian tadi Mbak Sindy bilang suruh telepo
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

17 Lupakan Soal Perceraian

“Mendidik nggak harus dengan menampar kan, Mas? Lagian kamu cuma tahunya membela nama baik ibu dan adik-adik kamu, sedangkan di satu sisi kamu nggak mikir kalau mereka justru mempermalukan aku di tempat kerja.” Sindy mengeluarkan uneg-uneg di hatinya.“Ya karena aku adalah anak laki-laki di keluarga, mereka mengandalkan aku.” Ardi membela diri. “Seharusnya kamu ngerti, Sin.”“Cukup Mas, kita memang sudah berbeda prinsip dan pandangan. Jadi lebih kita berpisah saja ...”“Kamu jangan egois, pikirkan juga perasaan Sisil kalau kita pisah!” “Memangnya selama ini kamu memikirkan Sisil? Nggak, kan?” Sindy menatap Ardi lurus-lurus. “Saat senang saja, kamu mana ingat sama dia. Bagimu kebahagiaan orang tua dan adik-adik kamu adalah yang utama.”“Wajar, karena mereka yang dukung aku sejak sebelum bertemu kamu.”“Oh, ya sudah. Kamu fokus sama keluarga besarmu saja, biar aku fokus sama masa depanku dan Sisil.” Sindy berbalik dan bersiap masuk ke resto Zayyan, tapi Ardi segera meraih tangann
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

18 Ada Udang di Balik Batu

“Aku yakin kalau kamu Cuma sedang terbawa emosi, makanya nggak bisa berpikir jernih.” Ardi melanjutkan. “Kamu pulang dulu ke rumah, besok kita jemput Sisil sama-sama.”“Kamu tuh nyadar nggak sih kalau kamu habis melakukan kekerasan fisik sama aku?” tukas Sindy. “Pernah nggak kamu kepikiran sedikit saja buat minta maaf?”Ardi menarik napas, ekspresi wajahnya menunjukkan rasa letih seakan menghadapi istri yang hanya bisa menuntut tanpa solusi.“Sin, kalau setiap suami yang berusaha mendidik istrinya harus minta maaf, buat apa perempuan itu dinikahi?”Sindy tidak menjawab.“Kita pulang, yuk?”“Aku mau pulang ke rumah orang tuaku, Mas. Bukankah kamu sudah terang-terangan ngusir aku?”“Jangan fitnah, aku nggak pernah usir kamu ...”“Kamu suruh aku pulang ke rumah orang tua aku, itu sama saja artinya dengan kamu ngusir aku.” Sindy menjelaskan. “Bahkan kalau kamu mengucapkannya dengan niat cerai, bisa diartikan sudah jatuh talak buat aku.”“Jangan mengada-ada, Sin! Aku bahkan nggak
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

19 Asalkan Kita Jangan Cerai

Ardi hanya bisa meneguk saliva dengan kasar, pupus sudah harapannya untuk bisa sarapan gratis bersama Sindy. “Tega banget kamu, Sin. Aku cuma dikasih teh hangat saja ...” Ardi menggerutu sepanjang jalan pulang menuju rumah. “Itu juga perasaan aku saat kamu lebih mementingkan keluarga kamu sendiri, Mas.” Sindy menanggapi dengan santai. “Lagian kamu nggak kasih aku nafkah juga kan, jadi apa yang mau kamu harapkan dari aku?” Ardi mengembuskan napas keras, rasanya tidak punya tenaga lagi untuk banyak protes. “Apa pun yang bikin kamu bahagia, asalkan kita jangan cerai ya?” Sindy tidak menjawab pertanyaan Ardi, keputusannya untuk berpisah semakin kuat setelah telinganya mendengar sendiri percakapan antara Ardi dan Ratna. Kalau dipikir-pikir, tidak ada lagi yang perlu dipertahankan dari pernikahan mereka. Termasuk Sisil, putri mereka yang hampir tidak pernah memiliki kedekatan emosional dengan ayahnya sendiri. “Sin?” “Apa sih, Mas?” Sindy risi sekali ketika Ardi meraih tangann
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

20 Jangan Pernah Menuntut Istri

Sindy terperanjat ketika Ardi mencelanya dengan teramat jelas. “Memangnya kenapa kalau aku jadi babu orang?” sahut Sindy sembari memendam rasa sakit hati yang teramat dalam. “Yang penting halal, daripada aku jadi istri kamu tapi nggak dinafkahi dengan layak?” “Sindy!” “Kenapa, tersinggung? Aku cuma membalikkan kata-kata kamu saja, tapi lihat? Kamu sudah sebegini marahnya,” tukas Sindy tenang. Tidak berapa lama menunggu, ojek pesanannya datang dan Sindy tidak ingin membuang waktu lagi. Dia segera naik dan meninggalkan Ardi yang sibuk mengumpat seorang diri. Namun, ternyata sudah ada Zayyan yang mengurungkan niatnya pulang dan berdiri di balik tembok karena mendengar pertengkaran mereka. “Kenapa kok wajahmu begitu, Di?” tanya Ratna yang bertandang ke rumah Ardi karena dilanda penasaran. “Sindy mana, nggak mau pulang dia?” Ardi menggeleng. “Nggak mau, Bu. Dia kekeh mau tetap cerai, mungkin karena merasa sudah bisa cari duit sendiri.” “Benar-benar ... terbukti kan omongan i
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status