All Chapters of Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api : Chapter 21 - Chapter 30

45 Chapters

Chapter 20 : KESADARAN YANG BERAT

Tubuh gadis itu terbawa arus deras hingga akhirnya terdampar di tepi Sungai Persik, dekat Desa Pinang Selatan. Di pagi hari, seorang tabib tua yang sedang mencari tanaman obat menemukan gadis itu tergeletak di pinggir sungai, basah kuyup namun masih bernapas.Tabib itu membawanya pulang ke gubuknya, merawat luka-lukanya, dan merawatnya seperti anaknya sendiri. ***Di dalam gubuk kecil di Desa Pinang Selatan, suara aliran sungai terdengar samar di kejauhan. Di atas kasur jerami, seorang gadis remaja berbaring dengan tubuh lemah dan luka-luka di sekujur tubuhnya. Perlahan, matanya terbuka, namun dunia di sekitarnya terasa asing. Cahaya matahari yang menerobos masuk melalui celah-celah dinding bambu terasa menyakitkan bagi matanya.Gadis itu mencoba bergerak, tapi rasa sakit menyerang tubuhnya. Ia teringat sesuatu—bayangan air terjun, jeritan ibunya, dan wajah dingin Panglima Panji. Dadanya sesak, dan seketika air matanya mengalir deras.Nyai Ruchi, tabib tua dengan rambut memutih yang
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Chapter 21 : NAMA BARU

Dalam hutan lebat di perbatasan Kerajaan Karmapura, matahari senja mengintip di antara dedaunan, menciptakan bayangan panjang yang bergerak seperti makhluk hidup. Pangeran Karna berjalan dengan hati-hati. Ia tahu wilayah ini penuh dengan bahaya, dari binatang buas hingga manusia yang lebih buas. Tiba-tiba, suara teriakan nyaring memecah keheningan. "Tolong! Tolong aku! Aku tidak punya apa-apa lagi! Kalau kalian mau, ambillah jerukku saja!" suara itu berasal dari seorang pria muda yang kurus dengan rambut acak-acakan. Ia dikelilingi oleh sekelompok perampok bersenjata tajam. Karna bersembunyi di balik pohon, memperhatikan pria itu yang tampak lebih bingung daripada takut. Salah satu perampok berteriak, "Diam! Kami tidak butuh jeruk! Serahkan semua barang berhargamu!" Pria itu, yang belakangan diketahui bernama Jayanta, dengan polos merogoh sakunya dan mengeluarkan kulit jeruk. "Ini, kalau kalian tidak mau, mungkin kalian bisa jadikan obat nyamuk?" Namun, sebelum perampok bisa be
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Chapter 22 : SERANGAN KEGELAPAN YANG MISTERIUS

Langkah ringan terdengar samar dari arah belakang, diikuti oleh pergerakan bayangan di sudut matanya. Karna tetap tenang, matanya tetap tertuju pada pedang di tangannya, namun otot-ototnya tegang seperti busur yang siap dilepaskan.Tiba-tiba, bayangan gelap melompat keluar dari kegelapan, senjata berkilauan di tangan. Dalam sepersekian detik, Karna melempar tubuhnya ke samping, menghindari serangan mematikan yang diarahkan ke punggungnya. Serangan itu memotong udara dengan desisan tajam, meleset tipis dari sasarannya.Dengan gerakan yang hampir seperti tarian, Karna berguling ke lantai dan meraih pedang sederhana yang tersandar di dinding. Ia berdiri, posturnya kokoh dan penuh kendali, sementara matanya mengunci pada si penyerang."Siapa kau?" tanyanya, suaranya rendah namun penuh wibawa.Penyerang itu tidak menjawab, hanya menyerang lagi dengan kecepatan mengerikan. Namun Karna tidak terguncang. Gerakannya elegan namun mematikan. Dia menghindar, menangkis, dan menyerang balik dengan
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Chapter 23 : MISTERI GOA HARAYAN

Penyerangan yang tiba- tiba semalam itu, membuat Karna berpikir. Namun, dia tidak tahu apa hubungan ini dengan dirinya atau pedang legendaris Agni Narakastra yang dia simpan dengan hati-hati.Malam itu, Karna memutuskan bahwa dia tidak bisa tinggal di desa lebih lama lagi. Dia harus mencari jawaban, dan satu-satunya petunjuk yang dimilikinya adalah Goa Harayan.***Pagi sebelum dia pergi, kerusuhan yang terjadi semalam terdengar oleh Jayanta.Jayanta duduk di atas dinding batu kecil, memainkan tongkat kayunya sambil bersiul riang. Ketika Karna berjalan keluar rumah dengan pedang tersandang di punggung, Jayanta langsung melompat turun, wajahnya penuh antusias.“Arjunq! Kau akan pergi lagi, bukan? Aku tahu! Aku akan ikut kali ini!” Jayanta berkata dengan nada penuh semangat, seolah keputusan itu sudah mutlak.Karna berhenti, menatap pemuda yang jauh lebih muda darinya itu dengan alis terangkat. “Ini bukan perjalanan yang menyenangkan, Jayanta. Ada bahaya di setiap langkah. Kau lebih bai
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Chapter 24 : KEHANCURAN BAYANG NIRAKA

Langkah Karna bergema di lorong gelap Goa Harayan. Bau darah dan dupa bercampur di udara yang dingin menusuk. Di depan matanya, sebuah altar besar tampak berdiri kokoh di tengah ruangan. Batu hitam yang mengerikan, dihiasi simbol-simbol sekte Bayang Niraka, bersinar samar dengan cahaya merah yang menyeramkan. Di sekeliling altar, berdiri sosok-sosok berjubah hitam dengan wajah tertutup, melantunkan mantra dalam nada rendah yang terasa menusuk ke dalam jiwa. Karna, yang masih menyamar sebagai Arjuna, merasa tubuhnya semakin berat. Bayangan yang berputar di sekitar ruangan seperti menggenggam dirinya, mencengkeram tubuhnya dengan kekuatan yang tak terlihat. Cahaya emas di kulitnya perlahan mulai meredup, seakan direnggut oleh kegelapan itu. “Selamat datang di takdirmu, Arjuna... atau haruskah kami memanggilmu Pangeran Karna?” Salah satu dari mereka maju, suara seraknya menyalak seperti ular. Karna terdiam. Napasnya berat, seperti ada beban ribuan ton di dadanya. Sekte itu tahu siapa
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Chapter 25 : Manipulasi Adipati Situmba

Adipati Situmba berdiri di aula pertemuan kecil, memandangi para pejabat yang berkumpul di hadapannya. Ia tahu, untuk menguasai Karmapura, ia tidak bisa hanya mengandalkan kekosongan kekuasaan. Ia harus menciptakan musuh bersama, dan sosok Pangeran Karna—meskipun tidak terlibat langsung dalam pemerintahan—adalah sasaran sempurna.“Sudah terlalu lama,” kata Situmba, memulai pidatonya, “kita membiarkan pengaruh pribadi Pangeran Karna mencemari kerajaan ini. Meski dia belum memegang posisi resmi, apakah kalian tidak merasa aneh bahwa segala kekacauan ini terjadi segera setelah dia meninggalkan istana?”Ki Suratma, penasihat tua, mengangkat alisnya. “Tapi, Tuan Adipati, Pangeran Karna belum pernah memiliki tanggung jawab resmi. Dia lebih dikenal sebagai pendekar, bukan administrator. Apa yang Anda maksud dengan ‘pengaruh pribadinya’?”“Ha! Justru itu masalahnya!” jawab Situmba dengan nada tegas. “Dia memang tidak memegang jabatan resmi, tapi pengaruhnya pada rakyat begitu besar. Banyak or
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Chapter 26 : Hari-hari baru Rushali

Edit Fajar mulai menyentuh tirai anyaman di sebuah pondok kecil di tengah hutan. Seberkas cahaya hangat menyusup ke sela-sela jendela, perlahan membelai wajah seorang gadis remaja yang tengah terbaring. Mata gadis itu berkedip lemah, kemudian terbuka sepenuhnya. Tatapannya kosong, seolah melihat dunia untuk pertama kalinya. Dia duduk perlahan, menatap tangannya sendiri, lalu memandang sekeliling. Tidak ada yang terasa akrab. Tidak ada nama, tidak ada cerita. Dirinya adalah kekosongan. Seorang wanita tua berwajah lembut masuk ke dalam kamar. Dia membawa semangkuk air hangat, meletakkannya di samping gadis kecil itu, lalu duduk di tepinya. "Anakku," kata wanita itu dengan nada lembut yang penuh kasih. "Namamu sekarang adalah Rushali." Gadis kecil itu memandang wanita itu dengan kebingungan yang samar, tetapi tidak ada rasa curiga di matanya. Nama itu, Rushali, terasa asing tetapi sekaligus hangat di telinganya. Dia mengangguk pelan, seolah menerima sesuatu yang tak perlu diperta
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Chapter 27 : KUNCI BRAHMANDHALA KALA

Matahari senja memancarkan sinarnya yang lembut, memantulkan warna keemasan di permukaan Sungai Persik. Di tepi sungai yang sepi, Pangeran Karna duduk bersila, menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada. Bekas luka pertarungan dengan pemimpin sekte Bayang Niraka masih terasa perih, namun yang lebih menyiksa adalah pikiran-pikirannya yang berputar tanpa henti. Energi tenaga dalamnya perlahan mengalir, membasahi setiap inci tubuhnya dengan kehangatan penyembuhan. Namun, di tengah meditasinya, suara-suara dari masa lalu dan bayang-bayang kebenaran yang samar terus menghantui pikirannya.“Kenapa Ayah menghukumku saat itu? Bukankah membunuh ksatria Singowulan yang menyelinap ke dalam wilayah Karmapura adalah hal yang benar?” pikir Karna.Teringatlah ia pada pemimpin sekte itu, sebelum menyerah dan pergi sempat berkata bahwa Raja Durwasa-lah yang memulai tragedi ini dengan membantai Raja Kridageni dan seluruh penduduknya. Dan kini, mereka menginginkan balas dendam yang diwariskan pada
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

Chapter 28 : PERTEMUAN KARNA DAN RUSHALI

Keesokan harinya, di bawah sinar matahari pagi yang menembus dedaunan hutan, Karna duduk di atas sebuah batu besar, menenangkan diri setelah meditasi yang panjang. Udara segar menyelimuti tempat itu, yang membuat suasana terasa damai. Tiba-tiba, Jayanta muncul dari balik pepohonan, membawa beberapa buah kelapa di pelukannya dengan senyum lebar.“Hey, Tuan pandai besi yang menyendiri!” serunya dengan nada bercanda. “Kamu pasti haus, nih. Aku bawakan kelapa segar. Jangan khawatir, aku tidak mencurinya!”Karna tersenyum tipis, menerima salah satu kelapa yang diulurkan Jayanta. “Terima kasih, Jayanta. Kamu selalu tahu cara membuat suasana tidak terlalu serius.”Jayanta duduk di atas akar pohon besar di dekat Karna, membuka salah satu kelapa dengan cekatan. Matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. “Ngomong-ngomong, aku masih penasaran. Siapa orang itu? Yang bertarung denganmu waktu itu? Jujur saja, aku belum pernah melihat jurus sehebat itu sebelumnya!”Karna menatap Jayanta dengan tenang,
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Chapter 29 : KARNA KRITIS

Karna terhuyung mundur, tubuhnya melemah seiring dengan darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Bahkan luka dari menancap golok perampok itu terus mengalirjan darah juga. Racun dari golok itu mulai menyebar, mencengkeram tubuhnya seperti bara api yang membakar dari dalam. Pandangannya buram, namun nalurinya sebagai pendekar tetap terjaga. Dengan tangan gemetar, ia mengembalikan pedang ke dalam sarungnya, meski setiap gerakan terasa seperti menanggung beban gunung.Karna tersengal. "Aku… tak boleh jatuh... Tidak sekarang..."Namun tubuhnya tak lagi mampu bertahan. Lututnya menyerah, dan ia ambruk ke tanah dengan napas yang terputus-putus. Perampok itu, yang sebelumnya tersungkur, kini bangkit dengan mata penuh dendam. Ia menggenggam goloknya yang berlumuran darah, mengangkatnya tinggi-tinggi, dan bersiap menebas Karna yang tak berdaya.Rushali, yang sejak tadi berdiri terpaku dengan tubuh bergetar, merasakan dadanya seakan meledak. Ketakutan bercampur dengan tekad yang tiba-tiba memb
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status