Home / Romansa / Malam Panas Dengan Mantan Suami / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Malam Panas Dengan Mantan Suami: Chapter 111 - Chapter 120

159 Chapters

111. Benang merah

Setelah kebutuhan biologis kami terpenuhi, kami berdua pun menuju rumah Ayah. Sejujurnya aku masih belum puas menghabiskan waktu dengan Viona, karena hanya satu ronde yang kami lakukan. Namun, mengingat kondisi Viona yang saat itu sakit kepala usai berci*nta, membuatku mau tak mau untuk mengontrol diri. Aku berpikir pasti ada waktu lagi untuk kami bisa memadu kasih. Terkadang aku bingung pada diri sendiri. Entah mengapa semenjak segala musibah yang telah terjadi, aku jadi merasa semakin mencintai Viona dan ingin selalu berci*nta dengannya. Bahkan kalau bisa, aku ingin melakukannya minimal tiga kali sehari seperti orang sakit yang sedang meminum obat. "Yang ... kamu baik-baik saja, kan?" tanyaku diperjalanan. Aku ingin memastikan bahwa Viona sudah tak lagi marah. Aku ingat bagaimana bahagianya tadi saat kami berbagi peluh. "Aku baik-baik saja. Kenapa memangnya, Kak?" Viona menatapku heran. Kuperhatikan wajahnya sebentar dengan lekat, kekesalannya sudah tidak terlihat yang berar
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

112. Misi belum selesai

[Maafkan saya, Bos. Posisi mereka mengobrol di dalam gerbang, sementara saya diluar. Saya tidak diperbolehkan masuk oleh satpam kantornya.]Aku menghela napas gusar. Lalu berdiri dan pamit kepada Bunda dan Viona, aku pergi menjauh dari mereka keluar rumah. Aku ingin menelepon anak buahku dengan leluasa."Halo, Bos.""Kenapa kamu tidak diperbolehkan masuk?" tanyaku langsung tanpa basa-basi."Satpam kantornya mengatakan jika tak ada kepentingan, saya dilarang masuk, Bos.""Bodoh! Seharusnya kamu berikan saja alasan apapun, supaya bisa masuk. Kalau begini 'kan kamu tidak tau apa yang mereka obrolkan!" Kesal rasanya, karena dia telah melewatkan kesempatan untuk menggali informasi. Karena bisa saja itu sangat penting."Maafkan saya sekali lagi, Bos. Besok-besok saya berjanji untuk lebih pintar dalam mengatasi dan memberikan Bos informasi.""Pokoknya kalau kerjaanmu nggak beres, jangan harap aku bayar!" Aku mengancamnya,
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

113. Sesuatu yang penting

"Selamat pagi, Pak. Saya ingin mengabarkan bahwa Nona Agnes sekarang berada di rumah sakit. Jika berkenan... Bapak bisa datang untuk melihat kondisinya." Telepon dari rumah sakit itu seperti sambaran petir di siang bolong. Erick baru saja tiba di kantor, aroma kopi masih mengepul di cangkirnya, ketika suara berat petugas kepolisian mengabarkan kondisi Agnes. Dunia Erick seketika runtuh. "Sakit apa, Agnes? Apa yang terjadi?" tanya Erick, suaranya bergetar tak terkendali. Dia buru-buru meminta izin kepada atasannya, langkah kakinya terasa berat, setiap langkah bagai dibebani batu besar. Sesampainya di rumah sakit, Erick bergegas menuju ruang UGD. Suasana mencekam menyelimuti ruangan itu. Bau disinfektan menyengat hidungnya, bercampur dengan aroma ketegangan yang teramat terasa. Melihat Agnes terbaring di sana, terhubung dengan berbagai alat medis, hati Erick hancur berkeping-keping. Dia menghampiri seo
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

114. Menebus semua kesalahan

"Maaf, Kak," tolak Viona, suaranya dingin, menusuk hati. Bayangan saat Yogi menyakiti langsung menghantuinya, membuatnya sulit bersikap lunak. Rasa benci yang membara di da*danya terhadap pria di hadapannya, tak bisa disembunyikan. "Kak Calvin sudah memperingatkan Kakak 'kan? Kakak dilarang menemui aku maupun Kak Calvin. Jadi ... untuk apa Kakak datang?" Kata-kata Viona bagai tamparan keras bagi Yogi, namun dia hanya tersenyum tipis, pura-pura terluka. Dibalik senyum itu, tersimpan rencana licik yang telah dia susun matang. Dia harus mendapatkan Viona kembali, apapun caranya. "Aku sudah bilang 'kan, ada yang ingin kukatakan. Tapi kalau memang aku tidak boleh masuk... Baiklah, aku katakan di sini saja," ujarnya, suaranya terdengar menyesal. Viona diam, punggung tegak, menolak menatap Yogi. Dia berbalik, hendak pergi. Langkahnya terhenti saat suara Yogi kembali memecah kesunyian, kali ini lebih dramatis, lebih meyakinkan. "Aku minta maaf!" suara Yogi terdengar bergetar, namun getaran
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

115. Bogem mentah

Maaf guys kurang fokus. Bab 114 Author salah salin. Mohon dibaca ulang kalau udah lolos review, ya đŸ™đŸ»***"Kak Yogi, tadi pagi ke sini, Kak." Viona akhirnya mengatakannya, suaranya sedikit bergetar."Mau apa dia ke sini?" Ekspresi Calvin tidak terlihat terkejut, seperti dia sudah menduga hal ini. Namun, perubahan wajahnya yang menjadi datar dan garis rahangnya yang mengeras menyiratkan ketidaksukaannya pada topik pembicaraan ini."Dia memaksa untuk masuk gerbang, katanya ingin bicara sesuatu yang penting padaku. Tapi aku menolaknya." Viona menjelaskan, tatapannya tertuju pada lantai, seakan masih merasa tidak nyaman dengan kejadian tersebut."Kenapa kamu tolak?" Pertanyaan Calvin tersimpan sebuah tes. Dia ingin memastikan kesetiaan Viona, apakah benar Viona sudah sepenuhnya melupakan Yogi dan memilih untuk bersama dia."Ya untuk apa juga, nggak penting. Lagian, Kakak 'kan sudah meminta dia untuk tidak menemui kita berdua. Kak Yogi juga nggak tau malu, padahal sudah sempat
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

116. Takut sunat

Hening sejenak. Hanya detak jantung Yogi yang bergema di telinga, berdebar-debar seperti genderang perang. "Pak Calvin... Kenapa Bapak ...?" Ucapannya terhenti, tersangkut di tenggorokan, sementara tubuhnya gemetar hebat. Tatapan Calvin menusuk, mata pria itu menyala merah padam, rahangnya mengeras seperti batu, napasnya memburu. "Aku sudah memperingatkanmu! Jangan menemuiku, jangan mendekati Viona! Kenapa kau tidak pernah mendengar?!" Suara Calvin menggelegar, penuh amarah yang membara. Tinjunya mengepal, siap melayang ke wajah Yogi, namun Venny datang tepat waktu, menghalangi serangan itu. "Maafkan saya, Pak." Venny menyela, suaranya gemetar, mencoba meredam badai yang mengamuk. "Ini salah saya. Saya ngidam... Mas Yogi terpaksa melakukannya." Tatapan Calvin beralih ke Venny, tajam dan penuh curiga. "Ngidam? Jangan bercanda! Apa hubungannya?!" Calvin membentak, tak percaya. "Istri saya... dia
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more

117. Kita akhiri saja

"Opa nggak maksa, Nak. Opa cuma mau nemenin kamu sunat," jelas Andre, sedikit khawatir Calvin salah paham. "Iya, Kak. Ayah cuma usul Kenzie disunat besok. Kenzie 'kan udah mau enam tahun, usia yang pas untuk sunat," Viona menambahkan, berusaha menjelaskan. Penjelasan dari Kenzie saja mungkin kurang cukup. "Ooh
 ya udah, disunat saja. Ayah juga setuju kok. Mumpung hari libur, kan?" Calvin menatap sang anak. "Ih Ayah, jahat! Kenzie kan nggak mau!" Kenzie mengerucutkan bibirnya, kesal. "Kenapa nggak mau, Sayang?" tanya Calvin, bingung. Viona menarik napas dalam-dalam. "Ada temen Kenzie yang kemarin sunat, Kak. Dia
 meninggal. Karena kelalaian dokter. Dokternya
 memotong kemalu*annya terlalu banyak, sampai dia pendarahan hebat dan tidak tertolong." Mata Calvin membulat sempurna. Tubuhnya menegang, bayangan cerita Viona begitu nyata di benaknya. Dia merasakan sebuah sentakan dingin yang menjalar di
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more

118. Menjual diri

Erick tampak terkejut. Dahinya berkerut. "Kamu ini bicara apa? Kenapa tiba-tiba begitu?" "Pak Calvin mencurigai kita berdua, dan dia mengancam saya, Pak." Suara Yogi gemetar, terdengar jelas ketakutan dalam suaranya. "Apa yang dia katakan?" Erick mendesak, rasa tidak percaya bercampur dengan amarah. "Kalau saya masih mengusik rumah tangganya, dia akan memastikan saya bernasib sama dengan Nona Agnes. Masuk penjara." "Terus kamu takut?" Erick bertanya, suaranya dingin. "Tentu saja saya takut, Pak. Apalagi Pak Calvin orang kaya, dia pasti bisa membayar polisi untuk menangkap saya." Suara Yogi semakin kecil, hampir tak terdengar. "Payah sekali kamu! Sama Calvin saja takut. Terus, kenapa dia bisa curiga kepada kita berdua? Apakah kamu memberitahu sesuatu padanya?" Erick bertanya dengan nada penuh amarah, suaranya meninggi.
last updateLast Updated : 2025-03-08
Read more

119. Tersangkut diresleting celana

Di taman kota yang asri, suasana sejuk dan tenang menyelimuti mereka. Pepohonan rindang dan gemericik air mancur menciptakan oase kedamaian di tengah hiruk pikuk Jakarta. Mereka beralaskan tikar, menikmati makan siang ala camping. Andre, Dinda, Calvin, Viona, dan Kenzie tertawa lepas, berbagi bekal makan siang yang sederhana namun terasa istimewa. Aroma nasi hangat dan lauk pauk sederhana memenuhi udara, menambah kehangatan suasana. Kicau burung dan desiran angin menjadi musik latar yang merdu. Momen sederhana ini terasa begitu berharga, sebuah pelarian singkat dari rutinitas kota yang padat. "Sayang banget Chika dan Candra nggak diajak, pasti kalau ada mereka, bisa tambah seru, Yah," kata Calvin di sela-sela makan siang mereka. "Memangnya kenapa mereka nggak diajak, Kak?" tanya Viona, bingung. "Candra lagi liburan di Bogor, sementara Chika ada les, Vio," jawab Dinda.
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

120. Dia hanya shock

"Apa, Opa? Bulung Kenzie habis?" Mata Kenzie membulat sempurna, jeritan histeris pecah di ruangan itu. "Kenzie nggak mau, Opa! Kenzie nggak mau!!" Tangisnya menggema, mengiris hati siapapun yang mendengarnya. "Tidak, Nak! Jangan khawatir!" Dokter menepuk-nepuk pundak Kenzie dengan lembut, berusaha menenangkannya. "Opamu salah paham. Dokter tidak akan 'menghabiskan' bu*rungmu. Dokter hanya perlu memotong sedikit bagian yang terluka. Bayangkan saja seperti
 kamu akan disunat, ya?" "Su-sunat?!" Mata Kenzie kembali membulat, serangan panik dan ketakutan menyergap. Membuatnya kembali pingsan. "Kenzie!!" Andre mencoba membangunkan Kenzie, menggoyangkan tubuhnya, namun dokter menghentikannya. "Biarkan saja, Pak. Dia hanya shock. Saya akan memberikan suntikan bius, dan sebaiknya Bapak menunggu di luar. Operasinya akan segera di
last updateLast Updated : 2025-03-10
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
16
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status