Home / Romansa / Malam Panas Dengan Mantan Suami / Chapter 151 - Chapter 159

All Chapters of Malam Panas Dengan Mantan Suami: Chapter 151 - Chapter 159

159 Chapters

(S2) 27. Tak berperikemanusiaan

"Untuk apa Zea kabur? Rasanya nggak mungkin, Pak." Pak Yanto terlihat tidak percaya."Tapi Zea nggak ada. Apa mungkin Zea dibawa pergi arwah Kakekku??" Rasanya ini semakin tak masuk akal, tapi entah kenapa kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku."Apalagi itu, lebih nggak mungkin, Pak," ujar Pak Yanto, menggelengkan kepala dengan kuat, ketidakpercayaan terpancar jelas dari raut wajahnya."Sekarang buka gerbangnya! Aku akan mencari Zea di luar. Kalau dia memang kabur baru tadi, aku mungkin bisa cepat menemukannya." Desakan kuat mendorongku berlari menuju mobil. Aku buru-buru masuk ke dalam, menyalakan mesin dengan tangan gemetar. Pak Yanto berlari menuju gerbang, membukakannya untukku dengan tergesa-gesa.**"Di mana Zea?" tanyaku, setibanya di rumah lama. Turun dari mobil. Aku yakin Zea datang ke sini, untuk bertemu Jamal—tanpa sepengetahuanku."Zea? Dia 'kan bersama Bapak," jawab Jamal, tatapannya penuh
last updateLast Updated : 2025-04-11
Read more

(S2) 28. Helen hamil

Rasa malas berdebat membuatku menyerahkan uang yang diminta Pak Darman tanpa banyak berpikir. Tujuannya satu: segera meninggalkan tempat itu dan mengumpulkan energi untuk melanjutkan pencarian Zea. Ting! Notifikasi pesan masuk. Heru, nomornya sudah tersimpan di kontak ponselmu. [Aku sudah sampai di restoran. Kamu di mana?] Pandanganku tertuju pada jam di layar ponsel. Aku baru ingat janji dengan Heru. Membatalkannya akan terasa tidak enak. [Tunggu sebentar, aku masih di jalan.] Pesan balasanku terkirim. Setelah itu, aku langsung menghubungi Akmal. "Akmal, tolong bantu aku mencari Zea." Sejujurnya, jiwaku meronta ingin sendiri yang mencarinya, menjelajahi setiap gang sempit, tiap sudut kota yang mungkin pernah Zea singgahi, tapi aku harus menemui Heru dulu. "Memangnya Zea ke mana, Pak?" tanya Akmal, suara cemas terdengar jelas dari seberang telepon. "
last updateLast Updated : 2025-04-12
Read more

(S2) 29. Kamu tega

Kalimat itu menusukku bagai sebilah pisau. "Kamu bercanda? Bagaimana mungkin dia hamil... hamil anakmu?!" Tidak! Aku tidak bisa membayangkan Helen hamil anak pria lain. Aku tidak terima dunia akhirat. Rasa sakit yang tak terkira memenuhi da*daku, sesak hingga napasku tersengal-sengal. Janji suci pernikahan kami, yang telah kami ucapkan, semuanya telah hancur berkeping-keping. Meskipun aku sendiri bukanlah perjaka, menerima kenyataan bahwa dia bukan lagi perawan mungkin masih bisa kuterima. Tapi ini... ini tentang anak. Anak yang dikandungnya, anak dari pria lain, sementara akulah suaminya yang sah, yang belum genap sebulan bersanding dengannya di pelaminan. Ini haram, sebuah pengkhianatan yang begitu menyakitkan. Seharusnya aku tak boleh menyentuhnya sampai dia melahirkan. Aku sadar diri, aku juga manusia yang tak luput dari salah dan dosa. Aku juga menghamili Zea, berzina dengannya. Tapi di sini posisiku dan Helen berbeda. Aku melakukannya tanpa sadar, khilaf karena alkohol
last updateLast Updated : 2025-04-13
Read more

(S2) 30. Bermain api

"Kamu telah bermain api di belakang Helen, dan kamu telah menyakitinya!" Suara Ayah menggema di ruang keluarga, keras dan bergetar, menguncang setiap serat tubuhku. Udara terasa tercekat, berat, dipenuhi aroma teguran dan kekecewaan yang menyesakkan. "Bermain api?" Dahiku mengerut, kebingungan bercampur dengan rasa takut yang mulai merayap naik ke tenggorokanku. "Apa maksud Ayah? Aku tidak mengerti, Ayah." Suaraku terdengar kecil, nyaris tak terdengar di tengah gemuruh amarah yang melingkupiku. Ayah menarik napas dalam-dalam, seakan menahan amarah yang siap meledak. Dia melepaskan pelukan yang sebelumnya terasa begitu hangat, meninggalkan kekosongan yang dingin dan mencekam di antara kita. Tatapannya tajam, menusuk kalbuku bagai sebilah pisau. "Jangan mengelak, Ken. Ayah tau kamu telah melecehkan Zea. Sebelum pernikahanmu dengan Helen. Benar, kan?" Dunia seakan runtuh di sekitarku. Lantai terasa bergetar, dan aku merasa pus
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more

(S2) 31. Kita pisah

"Lho, Yang... kenapa kita di rumah sakit? Siapa yang sakit?" tanya Helen, suaranya bercampur kebingungan dan sedikit khawatir.Tatapannya mengamati sekeliling orang-orang, lalu kembali padaku dengan pertanyaan tersirat di matanya. Aku meraih tangannya, genggaman erat yang mungkin sedikit terlalu keras, dan menariknya dengan langkah cepat menuju ruang dokter spesialis kandungan."Lepas!" Suaranya sedikit lebih tinggi, menahan diri, tapi tangannya berhasil melepaskan diri dari genggamanku. Langkahnya terhenti, seolah sebuah penghalang tak kasat mata menahannya."Yang, kamu kasar banget! Kenapa tiba-tiba narik aku kayak gini? Dan kita ngapain ke sini?" Tanyanya, nada suaranya terdengar kesal namun di baliknya tersirat kecemasan. Dia mengusap pergelangan tangannya yang memerah, sentuhan lembut yang menunjukkan rasa sakit dan sedikit trauma atas perlakuanku yang tiba-tiba. Aku tahu genggamanku tadi terlalu kuat, tapi itu refleks karena menahan emosi
last updateLast Updated : 2025-04-17
Read more

(S2) 32. Sedang apa dia?

(POV Kenzie) Keputusan telah bulat. Kenyataan pahit itu telah memaksaku mengambil langkah ini. Setelah meninggalkan Helen di rumah sakit, aku segera menuju kantor pengadilan. Aku akan mengajukan perceraian dengan Helen. Aku yakin dengan semua bukti-bukti yang kupunya, hakim pasti mengabulkan permintaanku. Driiiinnnggg! Suara dering ponsel membuyarkan lamunanku. Secangkir kopi hangat di tanganku mendadak terasa dingin. Pagi yang seharusnya tenang, kini diwarnai kecemasan yang menghimpit. Nomor Akmal terpampang di layar. Sekelebat harapan, setipis benang, muncul di dadaku. Mungkinkah dia sudah menemukan Zea? Do'a itu terucap dalam hatiku, lirih dan penuh harap. "Halo, Pak Kenzie... selamat pagi." "Pagi. Bagaimana Zea? Sudah ketemu?" Suaraku bergetar, menahan kecemasan yang hampir meruntuhkan diriku. "Belum, Pak." Jawaban itu seperti palu yang menghantam tulang rusukku. Tubuhku terasa lemas. Sampai kapan aku harus menunggu? Dua hari. Dua hari Zea menghilang dari rumah. Bayangan
last updateLast Updated : 2025-04-17
Read more

(S2) 33. Barang yang hilang

Degupan jantungku berpacu kencang."Kita memang berjodoh, sampai bisa ketemu di sini. Tapi ngomong-ngomong... kamu kenapa bisa ada di Karawang? Ke sini sama siapa?" tanya Juragan Udin, suaranya terdengar memuakkan di telingaku.Jodoh? Perkataannya terasa seperti tamparan keras di wajahku. Bau ketiaknya yang menyengat membuatku mual."Itu bukan urusanmu!" Aku menepis tangannya dari pundakku, suaraku bergetar menahan amarah. Dengan langkah gontai, aku mundur, lalu berlari sekencang mungkin meninggalkannya.Keinginanku mencari pekerjaan terpaksa harus kutunda. Kehadiran pria menjijikkan itu membuat segalanya menjadi rumit."Tunggu dulu!!" Langkah kakinya yang berat terdengar di belakangku. Dia menyusulku, tangannya mencekal lenganku dengan erat. "Kenapa sih kamu sombong banget sama aku, Zea? Papamu sudah setuju lho, kalau kamu jadi istriku. Jadi kamu nggak boleh menghindar lagi!" Suaranya meninggi, penuh tekanan."Aku sud
last updateLast Updated : 2025-04-18
Read more

(S2) 34. Bisa-bisa aku ketahuan

"Hati Pak Kenzie, Pak," jawab Akmal. "Hati? Maksudmu apa?" Pertanyaan Ayah Calvin dipenuhi rasa ingin tahu yang membara. "Ah, tidak, Pak. Saya hanya bercanda. Lupakan saja," Akmal buru-buru meralat, namun kebohongan itu terdengar jelas. "Jangan berbohong! Sepulang kerja, datanglah ke rumahku. Aku ingin bicara serius," suara Ayah Calvin tajam, penuh kecurigaan. "Baik, Pak. Saya akhiri panggilannya, ya? Saya harus segera meeting. Sudah banyak yang menunggu." "Oke." Ayah Calvin menghela napas panjang, lelah dan frustasi. Dia menyimpan ponselnya, perasaan geram memenuhi dadanya. 'Apa-apaan Kenzie ini! Aku sudah memintanya menyelesaikan masalah dengan Helen, tapi dia malah pergi mencari Zea, dan gadis itu malah kabur!' "Bagaimana, Yah? Ada kabar tentang Kenzie?" Helen bertanya, wajahnya dipenuhi kecemasan. "Akmal bilang dia tidak tau, tapi Ayah akan membantumu sampai kamu bertemu Kenzie." "Baiklah... kalau begitu aku pulang dulu, Yah. Aku mau mandi, belum mandi dari pag
last updateLast Updated : 2025-04-18
Read more

(S2) 35. Dia istriku

"Lho... kenapa itu, Pak?" tanya Kenzie, menunjuk kandang kambing dengan jari telunjuknya. Kawanan kambing itu makin menggila, berlarian tak karuan, menggerakkan tubuh mereka dengan panik, menimbulkan suara gaduh yang semakin menambah kekacauan. Fokus Kenzie buyar, teralihkan oleh kekacauan di hadapannya. Pria paruh baya itu, yang sebenarnya adalah ketua RT setempat, langsung berlari menuju kandang, langkah kakinya tergesa-gesa. Dia memeriksa setiap sudut kandang, mencari sumber kegaduhan. Bau kambing yang menyengat menusuk hidungnya, bercampur dengan aroma tanah dan sesuatu yang... aneh. Pandangan matanya terhenti pada sesosok tubuh yang tergeletak di pojok kandang, tersembunyi di balik tumpukan jerami yang berserakan. "Pak! Pak! Ada orang pingsan di dalam!" teriaknya, suara panik tersiar di antara suara kambing yang masih berisik. Dengan tangan gemetar, dia buru-buru membuka pintu kandang yang terbuat dari kayu lapuk. "Ora
last updateLast Updated : 2025-04-19
Read more
PREV
1
...
111213141516
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status