"Bapak lihat apa? Nggak sopan!" Suara Zea menusuk telingaku, tajam dan penuh amarah. Tubuhnya berputar cepat, meninggalkanku, berlari menjauh dari dapur. Namun, sebelum lenyap sepenuhnya, aku menangkap kilasan wajahnya yang merah padam, seperti memendam kekesalan. "Zea, tunggu!" Aku berteriak, langkahku terburu-buru, berusaha mengejarnya. Namun, sia-sia. Dia terlalu cepat masuk kamar. Ting, Tong! Ting, Tong! Suara dering bel rumah membuyarkan niatku untuk menemuinya. Aku menghela napas panjang, mengurungkan langkah, dan berjalan menuju pintu depan. Ceklek… Bunyi pintu yang terbuka. "Assalamualaikum," sapa Mbah Yahya yang sudah berdiri di depan pintu bersama Akmal. "Walaikum salam. Silakan masuk, Mbah," ujarku, mempersilakan mereka masuk sambil memperlebar pintu. Mbah Yahya mengangguk, langkahnya tenang mengikutiku menuju ruang tamu. "Mal, tolong buatkan kopi untukku dan Mbah Yahya," pintaku kepada Akmal, mencoba mengalihkan pikiranku dari Zea. "Memangnya Zea kemana,
Last Updated : 2025-04-09 Read more