Semua Bab Istri Pengganti CEO Arrogant: Bab 31 - Bab 40

137 Bab

Bab 31: Bukan Tipeku

Tentu saja, gumamnya tetap berdiam dalam hati. Ia belum ingin mengungkapkan bahwa Fandy adalah suaminya kepada Dimas. Meskipun Dimas adalah teman dekat, bukan berarti ia berhak mengetahui seluruh rahasia hatinya, rahasia yang terlilit rapi dalam kepedihan.“Pak Fandy terlihat lebih kalem dari Pak Satya. Tapi, kelakuannya ternyata lebih jahat. Kenapa dia merusak perempuan,” ucap Riana, kata-katanya seperti angin malam yang menggoyangkan dedaunan, penuh ketidakpercayaan dan kepahitan.Dimas terkekeh pelan, suara tawanya ringan seperti senandung angin. “Kalau sama-sama suka, kenapa nggak? Lagi pula, mereka sudah menikah. Sudah tidak lagi melakukan hubungan intim di luar pernikahan.”Riana menoleh ke arah Dimas, tatapannya menyiratkan kebimbangan dan ketidakpastian. “Kamu pernah melihat wajah Citra?”Dimas mengangguk, tatapannya mengabur ke masa lalu yang samar-samar. “Tentu saja. Pak Fandy sering memamerkan pacarnya kepada kami. Dia memang pendiam, tapi kalau soal pasangan... paling seti
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-11
Baca selengkapnya

Bab 32: Fandy Memang Keterlaluan

Riana mengerutkan keningnya, wajahnya berubah sedikit kesal. “Memangnya kenapa? Ini bukan hotel, Pak. Tapi, tempat umum!” katanya, suaranya tak bergetar, namun ada api kecil yang menyala di balik setiap katanya.Dimas segera menepuk lengan Riana, isyarat halus untuk menahan diri. “Jangan bicara seperti itu,” bisiknya, suaranya rendah namun penuh ketegasan. “Meskipun ini bukan di hotel, beliau tetap bos kita,” tambahnya, berusaha memperingatkan Riana dengan lirikan tajam dan penuh kekhawatiran.Riana mendesah pelan, lalu memperhatikan Dimas yang kini bangkit dari tempat duduknya dan berhadapan dengan Fandy. Fandy berdiri di sana dengan wajah datar, tatapannya tajam namun tanpa emosi, seperti patung pualam yang dingin dan tak bisa disentuh.“Kami minta maaf, Pak. Tapi, betul apa yang dikatakan oleh Riana. Ini bukan di hotel, dan Anda jangan salah paham karena kami tidak memiliki hubungan apa pun,” ucap Dimas, suaranya mantap dan tenang. “Saya masih ingat dengan aturan di hotel, Pak Fa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-12
Baca selengkapnya

Bab 33: Merindukan Riana

“Aah … ini.” Riana membuka kotak tersebut, dan gaun berwarna gading dengan detail brukat yang halus di bagian tengah terlipat rapi di dalamnya, berkilau lembut di bawah lampu.Ia membelai permukaannya, merasakan tekstur lembut brukat yang seolah menuturkan sentuhan klasik dan elegan.Potongan gaun itu jatuh di bawah lutut, sederhana namun anggun, seperti ucapan tanpa kata dari mertuanya—perhatian kecil yang membuat Riana tersenyum tipis, nyaris tak tersentuh."Bagus juga," gumamnya. "Mertua yang pengertian. Kemarin, Kak Satya yang bawakan aku baju. Sekarang, mertuaku sendiri. Memang keluarga baik hati semua. Hanya si Fandy gila itu yang belum berubah." Ia tersenyum sinis sambil melipat gaun tersebut dan menyimpannya di atas tempat tidur.Setelah itu, Riana memutuskan untuk mandi. Waktu sudah menunjukkan angka tujuh, dan meski ia masih datang bulan, ia santai tanpa terburu untuk sembahyang. Dua puluh menit berlalu, dan saat ia sedang merias wajahnya, terdengar suara ketukan di pintu ka
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-12
Baca selengkapnya

Bab 34: Apa yang Telah Riana Lakukan?

Namun, Yuni hanya memberikan senyum samar, senyum yang menyimpan berjuta rahasia yang hanya ia ketahui, sebelum melangkah pergi, kembali bergabung dengan kerumunan tamu.Riana hanya bisa menatap punggung sang mertua yang menjauh, hingga sosoknya menghilang di antara gemerlap cahaya dan obrolan hangat di sekelilingnya. Ia menghela napas panjang, perasaan gelisah merayap di hatinya."Kenapa menatap Mama seperti itu?" Suara datar Fandy memecah lamunannya.Riana hanya menoleh sejenak, matanya mengerling dengan malas ke arah suaminya itu, lalu menggeleng pelan, menutupi perasaannya yang berkecamuk.Saat itu, Herman mulai melakukan panggilan video dengan anak sulungnya, Satya, yang berada jauh di negeri lain. “Halo, Satya. Apa kabar kamu, Nak?” Suara Herman terdengar penuh cinta dan kerinduan, seperti seorang ayah yang tak sabar mendengar suara putranya.Di layar ponsel, wajah Satya muncul, tersenyum hangat kepada ayahnya. “Selamat ulang tahun ya, Pa. Hadiahnya sudah aku kirimkan, semoga Pa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-13
Baca selengkapnya

Bab 35: Katakan Saja

Fandy menatap ibunya, perasaan marah, bingung, dan cemburu bercampur menjadi satu di dadanya. Meski ia tahu Yuni tidak berniat membuatnya marah, namun kenyataan bahwa Riana kini menjadi pusat cinta kedua orang tuanya terasa seperti duri di hatinya.Pandangannya kembali kepada Riana yang duduk dengan senyum tenang, tampak bersinar dalam hangatnya keluarga yang kini seolah sepenuhnya menerima dirinya—dan dalam hati kecilnya, Fandy merasa bahwa jarak antara ia dan Riana kini semakin tak terjangkau.“Oh, iya. Tadi Mama mau bicara apa?” tanya Riana, dengan senyum yang dipaksakan, sambil memandang Yuni. Ingatan kecilnya tentang percakapan yang terputus tadi akhirnya kembali.“Oh, itu. Kamu... sudah pernah cek kesuburan belum? Papa kamu sudah tidak sabar ingin punya cucu katanya.” Yuni tersenyum hangat, dengan antusiasme yang terpancar dari matanya.Namun bagi Riana, ucapan itu datang seperti desir dingin yang menyeruak ke dalam dirinya, melawan keinginannya sendiri yang tersembunyi.Riana m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-13
Baca selengkapnya

Bab 36: Bersyukur

Riana menunduk sejenak, mengembuskan napas panjang, sebelum mengangkat wajahnya kembali. “Ya. Seperti yang Mama dan Papa pikirkan. Dia masih terbayang-bayang wajah Citra. Bahkan, saat kami berdua bersama pun, yang dia sebut hanya nama Citra.” Riana tersenyum pahit, menelan pil getir yang harus ia ungkapkan. “Bukankah itu suatu penghinaan yang cukup menyakitkan hati?”Yuni tercengang, matanya melebar dalam campuran kesedihan dan kemarahan yang tak bisa ia sembunyikan.“Kenapa kamu baru bicara sekarang, Sayang?” suaranya serak penuh emosi, terhanyut dalam rasa sakit yang tak terduga saat mendengar pengakuan Riana tentang perlakuan Fandy.Riana menggeleng pelan. “Saya minta maaf, Ma, Pa. Seharusnya hal ini tidak perlu saya ceritakan. Tapi bagaimana lagi saya bisa bertahan? Bagaimana bisa saya berharap mencintainya juga, kalau dia tak pernah membuka hatinya untuk saya?” Riana berbicara dengan pasrah, perasaannya yang selama ini ia tekan pecah menjadi kalimat yang lirih namun penuh luka.Y
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-14
Baca selengkapnya

Bab 37: Tidak Tahu diuntung!

Pagi baru saja menyapa dengan sinar mentari yang lembut, namun hati Riana sudah terasa kelabu. Di dapur yang senyap, ia berdiri menyiapkan sarapan sederhana dengan gerakan pelan, sementara pikirannya terus bergemuruh. Kilasan raut wajah Yuni yang tampak lesu terngiang-ngiang dalam ingatannya, membuatnya merasa bersalah yang tak terucapkan. 'Apakah aku sudah keterlaluan? Ucapanku … sudah membuat Mama terluka?' gumamnya dalam hati, getir.Keheningan dapur itu terganggu oleh suara Fandy yang tiba-tiba muncul dari balik punggungnya, suaranya penuh nada selidik. “Apa yang sedang kamu lakukan, Riana?”Tanpa berbalik, Riana menatap ke arah masakan di hadapannya, wajahnya datar namun matanya berkilat dingin. “Masak. Kamu pikir aku sedang apa? Main monopoli?” jawabnya dengan nada ketus, memotong sapaan dingin Fandy tanpa basa-basi.Fandy mendengus pelan, berusaha menahan kesal. “Tidak perlu masak untuk hari ini. Aku belum lapar.”Riana tersenyum samar, namun ada kilau sinis dalam senyumnya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-14
Baca selengkapnya

Bab 38: Tamparan Keras oleh Fandy

Fandy menahan diri, kepalan tangannya bergetar menahan amarah yang mendidih di dalam dirinya. “Ma! Bukan keinginannya dia jadi begitu!” pekiknya dengan nada protes, membela Citra meskipun tahu kemarahan Yuni sulit dipadamkan.“Oh! Masih membela perempuan itu? Masih ingin menunggu perempuan yang sudah membuat keluarga kamu malu? Iya?” Suara Yuni semakin nyaring, bergetar penuh emosi. Matanya yang tajam memandang anaknya seolah tak mengenali siapa dirinya.“Apa kamu buta? Dia membuat kita malu, dia membuat Mama terhina di depan semua orang, dan kamu… kamu masih saja berdiri di pihaknya?” Yuni menggeleng-gelengkan kepala, memandang Fandy dengan tatapan kecewa.Fandy menatap ibunya dalam-dalam, tatapannya penuh rasa sakit yang terpendam. “Bukan membelanya, Ma… hanya saja…” ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya, “ucapan Mama terlalu sarkas, terlalu keras, seolah Citra sengaja membatalkan pernikahan itu. Mama sangat kecewa, aku tahu itu. Tapi, apakah kita harus terus-mene
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-15
Baca selengkapnya

Bab 39: Ada yang Salah?

Fandy, dengan amarah yang membara, menatapnya dengan tajam. “Kamu yang apa-apaan! Selalu saja memberi tahu pada Mama. Kenapa mulutmu itu tidak bisa mengunci apa yang sudah kamu lihat dan jangan pernah memberi tahu Mama tentang semuanya?” Suaranya seperti petir yang menggelegar, menggetarkan dinding hati Riana dengan kekuatan yang tak terduga.Riana, meski kesakitan, hanya bisa tersenyum miris. Senyum itu, lebih kepada keputusasaan. Ia melepaskan tangannya dari pipinya yang masih terasa panas, lalu menghela napas panjang. Rasa berat di dadanya semakin mengungkung, namun ia berusaha untuk tetap berdiri tegak."Lalu, aku harus bagaimana? Aku harus diam saja dan menahan sendirian dengan batin yang sangat membuat aku tersiksa? Seharusnya kamu yang mikir, Fandy." Suaranya mulai kehilangan kesabaran, namun tetap mengalir begitu dalam, penuh luka yang terpendam. "Kamu sudah punya istri. Statusmu sudah menjadi suami, bukan pria lajang yang bisa mencari pasangan dan dikenalkan kepada orang tua
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-15
Baca selengkapnya

Bab 40: Mereka hanya Iri

Fandy menelan salivanya dengan pelan, sebuah tanda bahwa kata-kata Riana mulai menembus hatinya yang keras. Namun, ia masih belum mampu mengungkapkan apapun.“Jangan mentang-mentang kamu punya segalanya, kamu pikir akan membuat aku takut. Tidak. Aku hanya takut pada Tuhan yang telah menciptakan aku. Sekaya apa pun kamu, kalau hatimu busuk, hanya mengedepankan ego, tidak ada harganya di mata manusia apalagi Tuhan!” Riana melanjutkan dengan penuh keyakinan, seolah mengutuk segala kekosongan yang ada dalam diri Fandy.Matanya kembali menatap tajam ke arah Fandy yang masih terdiam, wajahnya datar, tidak ada reaksi apapun yang muncul dari bibir lelaki itu. Ia merasa seolah berbicara pada dinding yang tak bisa merespon. “Aku minta maaf, Riana. Bukan itu yang aku maksud.” Suaranya terdengar lemah, tidak meyakinkan, seperti kata-kata itu hanya keluar begitu saja tanpa makna. “Seharusnya kamu tidak perlu memberi tahu semuanya dengan jelas pada Mama. Karena belum tentu semuanya benar.”Riana t
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status