Semua Bab Istri Pengganti CEO Arrogant: Bab 21 - Bab 30

137 Bab

Bab 21: Tanya pada Dirimu Sendiri

Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam.“Huufft! Hari yang sangat melelahkan,” keluh Riana yang baru pulang ke rumah. Ia kemudian menoleh ke arah pintu utama. Fandy belum juga tiba di sana. “Lembur? Katanya jam sembilan, acaranya? Apa, lagi masak rendang?”Riana mengembungkan pipinya. Ia teringat akan ucapan Satya di pagi hari tadi. Begitu lembut dan ternyata hanya karena sedang ada maunya.“Kak Satya sama aja, kayak Fandy. Tukang memberi harapan palsu. Hhh ….” Riana menghela napas kasar. “Orang ganteng kayak gitu, bisa-bisanya punya sifat mirip adiknya. Devil.” Riana memutar bola matanya dengan pelan.Cklek!Riana menoleh dengan cepat ke arah pintu utama di mana ada seseorang yang membuka pintu tersebut.“Baru pulang rupanya,” gumamnya seraya menatap Fandy dengan tatapan datarnya.“Apa benar, Kak Satya minta kamu mendampingi dia?” tanya Fandy kemudian.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-06
Baca selengkapnya

Bab 22: Hati Fandy Melepuh

Matanya mengerjap-ngerjap kala melihat Riana yang begitu anggun mengenakan dress panjang dengan belahan dada yang tidak terlalu terekspos.Rambut panjang yang digerai dengan hiasan jepitan kecil di sebelah kiri, polesan wajah natural membuat wajah Riana semakin terlihat cantik.“Bagaimana, Fandy? Bukankah istrimu jauh lebih cantik bila dirawat? Kenapa kamu selalu masa bodoh dengan penampilan istrimu ini?” kata Satya yang sama mengagumi kecantikan adik iparnya itu.Fandy mengusap leher belakangnya seraya membuang muka. Tidak ingin mengakui kecantikan istrinya sendiri.“Ya. Urus saja oleh Kakak. Aku tidak pandai merawat perempuan,” ucapnya dengan entengnya.“Oh, yaa? Lalu, biaya perawatan berpuluh-puluh juta di salon kecantikan itu apa? Dengan Citra? Kamu bawa saja ke tempat itu. Aku yakin, Riana akan jauh lebih cantik dari Citra kalau kamu rawat juga, Fandy.” Satya menatap adiknya itu.Terdapat kejanggalan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-06
Baca selengkapnya

Bab 23: Menghina secara Diam

Tangan itu, hangat dan penuh genggaman, tidak pernah lepas dari jemari Satya yang kokoh, menguar sinar lembut namun intens yang menyihir setiap helai perasaan Riana. Ada sesuatu di balik senyum manisnya, sebuah teka-teki yang belum selesai dibaca Riana—apakah Satya memang tenggelam dalam peran, atau ada rahasia halus yang tak ia ucapkan? Keberadaan Satya seakan menghipnotisnya, membuat dada Riana bergetar dalam keraguan yang ia pun tak pahami.“Kak Satya?” suara lembut Riana memecah keheningan di antara mereka.“Heum. Ada apa, Riana?” jawabnya, suaranya bagaikan belaian angin lembut di senja hari.Riana tergagap, hatinya masih berdetak riuh. “Saya… saya mau ke toilet dulu. Nggak paham juga, yang kalian obrolkan itu apa.”Satya hanya terkekeh kecil, matanya berkilat, lalu mengangguk pelan. “Baiklah. Jangan lama-lama, ya.”Riana tersenyum tipis, menenangkan debar di dadanya sebelum beranjak dari tempat itu. Langkahnya terasa berlarian dalam batin, seolah ingin cepat-cepat melarikan di
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-07
Baca selengkapnya

Bab 24: Cinta pada Satya?

Riana tersenyum sinis pada bayangannya sendiri, mencibir takdir yang seakan selalu menempatkannya dalam pilihan yang berlawanan dengan harga diri.“Inilah ternyata hidup,” gumamnya lirih, “saat terpaksa memilih jalan yang bertolak belakang dengan derajat yang kuinginkan.” Ia menarik napas panjang, berusaha mengusir perih yang menyesak di dadanya.Suara lembut Satya tiba-tiba memecah lamunannya. “Kenapa melamun?”Riana terperanjat dan menoleh, mendapati tatapan Satya yang penuh perhatian. “Saya ingin pulang, Kak,” ucapnya lirih, hampir seperti bisikan yang rapuh.“Pulang? Kenapa?” Tanya Satya dengan nada prihatin, matanya memperlihatkan ketulusan yang membuat Riana semakin merasa dihargai.“Eeuh... saya nggak enak badan. Kayaknya meriang. Maaf, ya, Kak.”“Oh, ya sudah kalau begitu. Aku antar pulang.” Satya bersikeras, tangannya terulur hendak membantunya berdiri.“Tidak usah, Kak. Saya bisa pesan taksi saja. Nggak enak, Kakak ninggalin tamunya.”Satya tersenyum tenang, seolah tak tergo
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-07
Baca selengkapnya

Bab 25: Sungguh Ironis

Riana mengembuskan napas panjang, membiarkan angin malam membelai wajahnya yang memerah. Ia tahu, perasaan ini belum tumbuh besar, hanya sebutir benih yang tersembunyi di dasar hati.Dan mungkin, benih itu akan layu, akan hilang bersama jarak ketika Satya kembali ke Amerika, bersama kehidupannya yang tak akan pernah bisa ia jangkau. Ia melangkah masuk ke rumah, berharap seiring waktu, perasaan itu pun akan menghilang di balik bayang-bayang hidupnya.“Hufft! Hanya duduk manis sembari mendengarkan obrolan yang nggak aku pahami saja sudah cukup membuatku lelah. Bayangkan kalau aku yang harus mengelola perusahaan itu,” gumam Riana, membuang napas panjang sembari mengembungkan pipinya.Ia bisa merasakan sisa-sisa ketegangan di bahunya, seperti beban tak terlihat yang diam-diam melingkupinya. "Bisa-bisa, otakku meledak!" lanjutnya, menatap bayangannya di cermin yang berkilauan samar di bawah cahaya lampu.Terdengar bunyi pintu terbuka. Cklek!Riana menoleh, dan tatapannya langsung tertuju p
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-07
Baca selengkapnya

Bab 26: Harus Bersiap

Dua hari kemudian…Ting!Suara notifikasi ponsel mengganggu kesunyian di dapur. Riana, yang tengah mencuci beras, seketika menghentikan gerakannya. Dengan alis terangkat, ia meraih ponselnya dan melihat nama yang muncul di layar—Kak Satya. Hatinya bergetar sedikit, sebuah emosi samar yang tak bisa ia uraikan.Satya:[Lagi ngapain? Aku pamit, ya. Mau berangkat ke Amerika lagi. Mungkin dua sampai empat bulan belum bisa pulang ke Indonesia. Banyak job yang harus aku selesaikan di sana. Jaga diri baik-baik ya, adik ipar. Jangan lupa bahagia.]Mata Riana menyipit, membaca pesan itu berulang kali. Sebuah senyum tipis, penuh arti, terulas di bibirnya. “Sebaik ini… jodoh orang lain,” gumamnya lirih, seolah berbicara pada angin. Ada rasa getir yang tak dapat dihindari, sebuah rasa sesal yang tak mungkin ia ungkapkan.“Siapa?” Suara berat yang tiba-tiba terdengar dari belakang membuatnya terlonjak. Riana menoleh cepat, dan matanya terbelalak saat menyadari siapa yang berdiri di ambang pintu.Sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-08
Baca selengkapnya

Bab 27: Tidak Takut

“Fandy. Aku tahu kamu belum bisa melupakan Citra. Tapi, jangan juga kamu perlihatkan kepada Riana. Dia sudah sah menjadi istrimu.Jangan buat sakit hatinya karena sikap dinginmu padanya,” Satya berkata dengan suara dalam, berat, seolah setiap kata yang keluar dari mulutnya mengandung beban yang tak ringan.Ia melangkah mendekat, menatap adiknya yang tengah terdiam di ruang kerja hotel itu, seakan ingin menelusuri setiap inci rasa yang tersembunyi di balik wajah kerasnya.Fandy hanya menghela napas pelan, suara napasnya seakan tersangkut di tenggorokannya, nyaris tak terdengar.“Jangan ikut campur dalam rumah tanggaku, Kak. Cukup sekali saja Kakak menjadikan dia pendampingmu untuk menyambut para tamu di sini. Gara-gara kamu, karyawan di sini mengira kalau Riana mata duitan!” kata Fandy dengan nada menyengat, seakan kata-kata itu adalah luka yang ia harap bisa merobek perhatian Satya.Satya tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip sebuah senandung prihatin. "Kalau kamu masih belum mau m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-08
Baca selengkapnya

Bab 28: Sindiran untuk Riana

Pria itu lantas mengendus kesal, hembusan napasnya terdengar berat, seolah membawa kabut keraguan yang terus menggumpal di udara. “Belum tentu Citra akan kembali dalam waktu dekat ini.”Riana tersenyum tipis, sebuah senyum yang menyimpan seribu luka yang telah membatu. Ia mengangguk perlahan, seperti memaklumi luka yang tak akan pernah sembuh di antara mereka.“Baiklah. Tidak masalah juga kalau kamu harus meninggalkanku, Fandy. Toh ... kamu tidak akan bisa membuatku hamil. Karena pikiranmu terus tertuju pada Citra.”Bibirnya mengulas senyum setengah manis setengah pahit, seperti sepotong racun yang ia tawarkan dengan hati lapang—sungguh, senyumnya bagai malaikat yang berdansa di tepi jurang api.“Makan malam sudah siap. Silakan makan sendiri, karena aku sudah makan lima menit yang lalu. Aku tak mampu lagi menunggu, sementara perutku meronta minta diisi.” Ucapannya dingin, sejuk seperti angin malam yang menusuk tulang.Tanpa menunggu balasan, ia pun berlalu, meninggalkan Fandy dalam su
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-09
Baca selengkapnya

Bab 29: Tidak ada Hubungan apa pun

Riana menghela napas dengan kasar, dadanya sedikit bergejolak mendengar komentar itu. Dalam hatinya, ia bergumam, ‘Andai kalian tahu kalau aku adalah istrinya Fandy. Sekali aku melapor pada Papa, kalian sudah akan diberi surat pemecatan karena membuatku tak nyaman.’ Sambil menahan diri, Riana mengembungkan pipinya, berusaha menelan amarah yang rasanya mendidih.“Sudahlah, Riana. Jangan didengarkan. Namanya juga iri. Mereka pasti akan selalu menyindir, sengaja bicara keras agar kau dengar,” kata Maya, mencoba menenangkan Riana dengan suara lembut, seperti melodi hujan yang menenangkan gundah.Riana menganggukkan kepalanya, bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang lebih mirip setengah ejekan. “Ya, seharusnya mereka takut padaku. Kalau memang mereka berpikir aku pacarnya Pak Satya, bukankah mudah bagiku untuk melaporkan mereka? Aku tinggal minta Pak Satya memecat mereka.” Ucapannya terdengar setenang badai yang menahan diri, namun tetap memancarkan ketegasan yang tak terbantahkan.Maya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-09
Baca selengkapnya

Bab 30: Rencana ingin Meninggalkannya

"Kamu memang perempuan baik hati, Riana. Terima kasih, karena tidak marah padaku.""Tidak ada yang harus dibuat marah, Dimas. Meskipun tidak semua orang kaya memiliki sifat seperti itu, tapi kamu sudah mengingatkan aku tentang itu. Pak Satya orangnya baik.“Kalau memang dia memiliki sifat jahat seperti yang kamu pikirkan, mungkin malam itu aku sudah dieksekusi olehnya. Memangnya kamu sudah pernah lihat, Pak Satya datang bersama perempuan dan tidur di sini?" tanyanya, mengerlingkan mata penuh selidik pada Dimas.Dimas menggeleng pelan, wajahnya terlihat seperti riak air yang bergelombang oleh angin malam. "Tidak pernah, Riana. Tapi, kalau melihat Pak Fandy membawa kekasihnya ke sini, sering.""Tidur dalam satu kamar?" tanya Riana sekali lagi, nada suaranya terbenam dalam renungan yang gelisah.Dimas mengangkat bahu seolah-olah seluruh jawaban itu hanyalah serpihan rahasia yang tak penting baginya."Tidak tahu pasti. Tapi, kalau pergi malam, pulang pagi... sudah pasti tidur bersama dan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-11
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status