Home / Rumah Tangga / Istri Pengganti CEO Arrogant / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Istri Pengganti CEO Arrogant: Chapter 91 - Chapter 100

139 Chapters

Bab 91: Tidak Sanggup

Sudah satu minggu berlalu, waktu merangkak dengan berat, seolah-olah setiap detiknya menggantung di ujung jarum jam yang berkarat.Riana dan Fandy akhirnya memutuskan untuk pulang saja ke rumah, mengakhiri perdebatan panjang yang lebih menyerupai pertarungan batin daripada diskusi.Di antara mereka, udara terasa seperti beban yang sulit dihirup, berat oleh keengganan dan keputusasaan. Riana tidak tahu lagi harus berbuat apa, sementara Fandy masih menggenggam harapan rapuh bahwa Citra akan kembali setelah selesai pengobatannya.“Lho... kok sudah pulang?” Suara Yuni meluncur seperti angin yang tiba-tiba muncul dari balik sudut ruang tamu.Matanya yang bulat memancarkan keheranan kala melihat Riana berdiri di ambang pintu, tampak letih namun berusaha menampilkan senyuman tipis yang hampir pudar.Riana menoleh perlahan, seperti boneka yang hampir kehabisan energi. Di sana, Yuni berdiri dengan elegansi seorang ratu, paper bag bergelantungan ringan di tangan kirinya.“Dua minggu terlalu lam
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 92: Mungkin hanya Asumsi Saja

Riana kemudian mengusapi bahu Yuni dengan lembut, gerakannya seperti angin sepoi-sepoi yang menenangkan pohon yang bergoyang. "Kak Satya pasti sembuh, Ma," katanya dengan nada penuh keyakinan yang seolah menjadi pijar di tengah kegelapan."Iya, Sayang. Doakan semoga pengobatannya empat bulan ke depan bisa berjalan dengan lancar. Karena kalau sudah empat bulan tidak juga sembuh, Satya tidak akan bisa sembuh selamanya." Yuni berucap dengan lemas, seperti daun yang menyerah pada angin musim gugur.Riana menganggukkan kepalanya perlahan, matanya yang berkilauan seolah menyimpan doa-doa yang tak terucapkan. Ia sangat berharap banyak semoga Satya segera sembuh dari trauma yang merajangnya, luka yang entah kapan akan benar-benar sembuh.Hampir dua jam lamanya mereka belanja, akhirnya selesai juga. Saat mereka tiba di rumah, keheningan yang menyambut terasa seperti selimut yang nyaman setelah hari yang panjang."Terima kasih untuk hari ini, Riana. Jangan terlalu
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 93: Bimbang

“Padahal yang membuat Fandy nyaris kehilangan kewarasannya adalah Citra—perempuan itu seperti badai yang datang tiba-tiba, mengacak-acak dunia Fandy yang tenang. Tahu dunia malam itu karena Citra. Kurang ajar betul!”Yuni mengepalkan tangannya erat, matanya berkilat seperti bara api yang menyala dalam kegelapan."Mama akan mencari tahu semuanya. Jangan sampai Fandy benar-benar terjerumus ke jurang gila hanya karena masih mencintai perempuan rapuh itu!"Riana menarik napas dalam, menenangkan gemuruh kecil di dadanya. "Jangan terlalu emosi, Ma," ucapnya dengan suara yang lembut seperti angin pagi."Belum tentu benar kalau orang tua Citra sengaja membatalkan pernikahan itu. Mungkin, ini memang takdir yang tak bisa kita lawan."Yuni mengembuskan napas dengan kasar, seperti mencoba mengusir semua amarah dan kegelisahan dalam sekali hembusan.Wajahnya berubah melas, seperti bayangan senja yang mulai pudar. Perlahan, ia mengulurkan tangan, mengusap lengan Riana dengan sentuhan yang sarat den
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 94: Masih Ingat dengan Ucapanku?

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Langit di luar memamerkan semburat oranye terakhir sebelum sepenuhnya tertelan oleh gelap.Riana memutuskan untuk mengambil libur lagi hari itu, alasan sederhana: ia masih ingin menikmati sisa kehangatan rumah setelah perjalanan panjang dari Australia dua hari lalu.Rasanya, dinding rumah ini adalah pelukan yang terlalu nyaman untuk segera ditinggalkan."Aku pulang ..." Suara Fandy terdengar dari ruang depan, nadanya berat namun tak berlebihan.Lelaki itu segera melangkah ke dapur, tempat Riana sibuk dengan pisau kecil di tangannya, memotong alpukat dengan ketelitian seorang pematung."Mau buat apa?" tanyanya, matanya tertarik pada gerak tangan Riana yang anggun, meski hanya memotong buah.Riana menoleh, senyum kecil menghiasi wajahnya yang tampak lelah namun tetap manis. "Jus alpukat. Mau?" tawarnya dengan nada ringan, seperti biasa, tanpa memaksakan.Fandy mengangguk, raut wajahnya sedikit melunak. "Boleh. Aku mandi dulu, ya. Nanti kuminum
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 95: Telepon dari Satya

Riana menghela napas kasar, suaranya seperti embusan angin yang lelah melintasi lembah yang tandus. "Hanya itu salah satu cara supaya Mama bisa menerima Citra lagi dan membiarkan aku pergi," katanya tanpa menoleh ke arah Fandy. Tangannya masih sibuk, seolah-olah pekerjaan itu bisa mengalihkan rasa perih di hatinya."Jangan meminta hakmu lagi padaku," lanjut Riana, suaranya kini lebih dingin, seperti udara malam yang menusuk kulit."Aku tidak ingin melayanimu lagi karena rencana kita bisa gagal kalau kamu memintaku untuk melayani kamu. Aku ingin membatasi kita ... sampai perempuan itu kembali."Fandy tersenyum miring, senyum yang penuh dengan ironi dan kegetiran. Ia menatap Riana dengan tatapan datar, namun di baliknya ada kilatan emosi yang sulit dibaca."Aku tidak pernah bicara apa pun padamu, Riana. Bahkan sebaliknya. Aku tidak menunggunya lagi dan ingin belajar untuk mencintai kamu," katanya dengan nada yang hampir terdengar tulus.Riana menggeleng pelan, gerakannya penuh kepasraha
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 96: Beri Aku Waktu

“Aku ingin pulang. Tapi, kondisiku masih belum tahu bagaimana ke depannya. Masih belum bisa mengendalikan semuanya. Aku masih lemah dan tidak tahu sampai kapan akan seperti ini. Sementara pengobatanku hanya diberi waktu hingga empat bulan saja.”Suara Satya terdengar berat, seperti seorang pelaut yang kehilangan arah di tengah lautan yang gelap tanpa mercusuar.Helaan napasnya mengisi keheningan, panjang dan penuh kepasrahan, seakan melukiskan beban yang tak terlihat namun begitu nyata.Ia menunduk menatap lantai kamar perawatannya, kosong. Bayang-bayang lampu neon yang memantul di permukaan mengingatkan Satya pada mimpi-mimpi yang kerap ia rajut tapi tak pernah menjadi nyata.Semua yang diperintahkan dokter telah ia lakukan dengan sepenuh hati, namun hasilnya tetap nihil. Waktu seperti musuh yang tak kasat mata, terus berdetak menuju akhir yang ia sendiri tak mampu tebak.“Kakak yang sabar. Saya yakin, Kakak pasti akan sembuh. Yang penting ikhlas menjalani ini semua. Kakak pasti bisa
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more

Bab 97: Saya akan Menunggu

Satya menarik napas panjang di seberang telepon, suaranya sarat dengan beban yang begitu nyata.“Jangan pergi, Riana. Mama sangat menyayangi kamu. Cobalah bertahan hingga empat bulan ini. Jangan biarkan Mama menderita karena kepergian kamu. Satu lagi, ini semua bukan karena Mama.“Karena memang aku tertarik pada kamu. Ingin mencintai sekali lagi,” katanya, suaranya perlahan merendah, seperti seorang pria yang berbicara kepada hatinya sendiri.“Aku mohon, Riana. Jangan pergi. Selama ini pun aku tahu kamu tidak pernah mencintai Fandy. Kamu hanya mencoba bertahan demi kebaikan Mama. Sekali lagi, aku mohon... bertahanlah. Setidaknya sampai empat bulan ini.”Kalimatnya bergulir seperti doa, sarat dengan kesungguhan yang nyaris tak terucapkan.Riana tetap diam, tak mampu berkata-kata. Pikirannya penuh dengan kepingan rasa—keterkejutan, keharuan, dan kebingungan.Ia tidak pernah membayangkan bahwa Satya, kakak ipar yang selama ini ia hormati, ingin menggenggamnya keluar dari jerat pernikahan
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more

Bab 98: Lebih Baik Pergi

Satu minggu berlalu ....Sudah satu minggu ini pula Riana mencoba untuk tidak menyerah sampai empat bulan ke depan. Ia tidak akan pernah menganggap Fandy adalah suaminya. Hanya tinggal satu rumah dengannya, menerima dengan lapang dada bahwa Fandy tidak akan berubah.“Riana?” panggil Fandy. Ia baru saja pulang dari hotel setelah waktu sudah menunjuk angka tujuh malam.Riana yang tengah mencuci piring itu lantas menoleh ke arah Fandy. “Ada apa?” tanyanya pelan.Fandy menghela napas pelan. “Kamu kenapa? Akhir-akhir ini jadi pendiam dan tidak rewel seperti dulu lagi.” Fandy merasakan sikap Riana yang sudah mulai berubah.Riana menghela napas kasar kemudian menatap Fandy dengan lekat. “Aku jadi diam, salah. Cerewet pun salah. Harus gimana sebenarnya, Fandy?”“Aku hanya nanya. Nggak usah ngegas juga, Riana.” Fandy tampak ketakutan dengan Riana yang langsung berucap dengan nada yang cukup tinggi.Riana menghela napasnya. “Aku hanya lagi menata diri. Nggak mau berharap penuh sama kamu yang be
last updateLast Updated : 2024-12-16
Read more

Bab 99: Semakin Terlihat bahwa Riana Mencintai Satya

Riana berucap dalam hatinya. Ia akan pergi dari hidup Fandy karena sudah tidak tahan dengan ini semua. Lari dari keluarga Pramudia dan mungkin akan hidup sendiri lagi seperti garis hidupnya yang dibuang oleh orang tuanya yang hingga kini tidak tahu alasannya kenapa.Fandy menganggukkan kepalanya seraya menatap kecewa wajah Riana. “Oke, fine! Kalau itu mau kamu, aku akan menemui Citra dan membawanya pada orang tuaku. Mereka pun tahu kalau kamu tidak mau membuka hati untuk aku. Selama ini aku sudah berusaha dan ternyata tidak dihargai olehmu!”“Apa maksudmu, Fandy? Tidak dihargai seperti apa? Kamu sendiri yang sudah menutup semuanya. Berubah kamu itu hanya pura-pura! Hanya pura-pura supaya kamu tidak kena marah Mama dan juga Kak Satya!” pekik Riana tidak mau dituding bila dirinya yang salah.“Selama dua bulan ini aku mencoba bertahan, menjadi istri yang baik untuk kamu, tapi tidak pernah kamu hargai. Bukannya malah sebaliknya? Kamu sendiri yang tidak pernah mau menghargai aku? Kenapa ma
last updateLast Updated : 2024-12-16
Read more

Bab 100: Hujaman Gila Fandy

Fandy mengerang seraya menatap wajah perempuan itu. Tangannya kemudian menjambak rambut Riana dan membalikkan tubuh Riana dan mulai menyatukan dirinya lagi di bawah sana.Tanpa ampun mungkin akan ia lakukan sampai semua emosinya luruh dalam permainan gila yang dibuat oleh Fandy kepada Riana.Hampir dua jam lamanya Fandy menggerayangi tubuh Riana, akhirnya selesai dan langsung menyeret tubuh Riana—membawanya ke dalam kamar perempuan itu. Kini, Riana sudah berantakan bahkan tubuhnya lemas tak berdaya.“Untuk terakhir kalinya aku menyentuhmu! Tidak akan pernah lagi aku sentuh perempuan busuk sepertimu! Kita akan bercerai setelah Citra kembali!” ucapnya kemudian keluar dari kamar itu.“Brengsek!” pekik Riana kemudian menutup tubuh polosnya itu dengan selimut. Tangannya menjambak rambutnya kemudian menundukkan kepalanya seraya terisak lirih.“Haruskah aku mati saja? Untuk apa bertahan hidup kalau tidak punya tujuan? Untuk apa aku hidup kalau tidak ada satu pun orang yang mengharapkan aku h
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more
PREV
1
...
89101112
...
14
DMCA.com Protection Status