Home / Romansa / Istri Rasa Pembantu / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Istri Rasa Pembantu : Chapter 51 - Chapter 60

67 Chapters

51. IRP

Usai telepon terputus, napas Kaif terhembus lega. Ia menginstruksikan supirnya untuk bergerak cepat kembali ke Jakarta. Salwa, istrinya, tidak ada di kampung halamannya, dan kini Kaif harus memutar otak untuk menemukannya. Pikirannya bergejolak, dan setiap detik terasa seperti berjalan di atas bara api. Ke mana harus mencari? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padanya? Linglung dan gelisah, Kaif terus menerus meminta perlindungan dari Yang Maha Kuasa, berharap agar istrinya ditemukan dalam keadaan selamat. "Setelah ini, Tuan Kaif akan mencari Non Salwa dimana?" tanya Pak Toha memecah keheningan. Kaif yang duduk di sampingnya, mengalihkan pandangan pada Pak Toha dan berkata, "Salwa tidak memiliki banyak kenalan di Jakarta, tapi ada satu orang yang dia kenal." "Siapa, Tuan?" "Tambah kecepatannya, Pak Toha," perintah Kaif. *** "Baru mencari dia sekarang? Dulu kemana saja anda, Tuan Kaif? Saat di depan mata anda abaikan, tapi setelah pergi kau mencarinya. Perbuatan
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

52. IRP

Di tengah keheningan desa yang tersembunyi jauh dari hiruk pikuk kota, Kaif menemukan tempat yang dia yakini sebagai janji suci yang harus dipenuhinya. "Desa ini sempurna, Pak Sandi. Hanya memiliki surau, sehingga pembangunan Masjid akan membawa banyak berkah bagi warga di sini," ujar Kaif dengan penuh keyakinan. Misi Kaif bukan sekadar membangun sebuah struktur fisik. Itu adalah nazar yang terbentuk dari perjuangan dan doa saat ia berjuang melawan sakit yang hampir merenggut nyawanya. "Jika saya diberi kesempatan kedua untuk hidup, maka saya akan membangun sebuah masjid," itulah janjinya. Pak Sandi, pria yang dipercayai Kaif untuk mencari lokasi yang ideal, mengangguk mengerti. "Desa ini memang tidak banyak diketahui oleh banyak orang, sehingga untuk mendapatkan bantuan saja terasa sulit. Tapi itulah yang menjadikannya tempat yang pas. Masjid di sini akan menjadi pusat komunitas yang solid," kata Pak Sandi sambil menyelidiki sekeliling. Kaif menarik napas dalam, mencermati ha
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

53. IRP

"Ini, Bu Nisa, hanya sisa lauk ini. Apakah cukup?" DeghKaif yang awalnya sibuk dengan ponselnya, seketika mendongak. Suara lembut itu menusuk kalbu, menggema dalam relung hatinya yang paling dalam, membuat detak jantungnya berhenti sejenak.Napas Kaif tersengal, matanya langsung berkaca-kaca ketika pandangannya tertuju pada sosok perempuan yang selama ini ia cari keberadaannya. Maliha Ana Salwa, begitulah nama perempuan yang kini sedang berdiskusi dengan Bu Nisa itu. Sungguh, dia adalah istrinya yang telah lama hilang dari pelukannya. "Tolong letakkan ini di sana, Ya mbak? Tangan saya kotor," pinta Bu Nisa dengan lembut. "Tentu, Bu," sahut Ana, yang tak lain adalah Salwa.Kaif lngsung menundukkan kepala, bukan karena tidak ingin menatap istrinya, tetapi dia masih terbelenggu oleh permintaan terakhir Salwa yang terpahat di memorinya. Dia ingin mendekatinya dengan segala kesopanan, tidak ingin membuat Salwa terkejut dengan kehadirannya. Dari kejauhan, Kaif merasakan detak langka
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

54. IRP

Salwa membuka pintu dengan wajah yang terlihat tegang dan nafasnya sedikit tercekat. Di depannya, Pak Mahdi dibantu masuk oleh seorang pria ber-masker dan bertopi, yang tak lain adalah Kaif, dan Salwa belum menyadarinya. "Ya Allah, Bapak kenapa?" pekik Salwa perasaan khawatir bercampur panik. Di sisi lain, seorang wanita paruh baya yang merupakan istri Pak Mahdi, terdengar dari samping toko, "Ada apa, Nduk?" tanyanya dengan suara yang serak, khawatir tergambar jelas di wajahnya. " Bapak, Bu," jawab Salwa, suaranya gemetar. Dengan sigap, Bu Nia melangkah ke arah mereka, kepalanya terangguk memberi isyarat. "Ayo, dibawa masuk," perintahnya lembut namun pasti. Dengan langkah yang teratur dan penuh perhatian, Kaif menggiring Pak Mahdi menuju kamar, menaruhnya perlahan di kasur tua yang bersuara keriatan. "Ibu ambil air minum dulu," ucap Bu Nia, bersiap meninggalkan ruangan. "Biar aku saja, Bu. Ibu temanin Bapak saja," sahut Salwa cepat, mencoba mengurangi beban sang ibu.
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

55. IRP

Kaif dan Salwa saling bertemu tatapan dalam keheningan yang menegangkan. Mata mereka terkunci, tidak ada dari mereka yang mengeluarkan suara, keduanya sama-sama membisu dengan tatapan penuh arti. "Kenapa, Nduk?" tanya Bu Nia, membuat Salwa tersentak, segera mengalihkan pandangannya. Hatinya berdebar tak terkendali. Tak pernah terbayang dalam benaknya bahwa Kaif adalah sosok 'Tuan Kota' yang kerap menjadi bahan perbincangan warga desa, yang selalu disanjung. "Kamu baik-baik saja, Nduk?" tanya Bu Nia lagi dengan tatapan penuh kekhawatiran terhadap putri angkatnya. Salwa hanya bisa mengangguk. "Pak Kaif, mari duduk di luar saja," ajak Bu Nia dengan suara lembut, mencoba meredakan situasi. Kaif mengangguk patuh, namun matanya tidak lepas dari sosok Salwa yang tampak resah. "Nduk, temani Pak Kaif di luar ya, ibu mau buat kopi dulu," lanjut Bu Nia. Salwa, dengan suara yang bergetar, bertutur, "A-aku saja yang buat kopi, Bu," Mencoba menghindar. Namun, sebelum Bu Nia dapat merespon,
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

56. IRP

"Bu, kenapa memberikan kunci rumah sebelah kepada dia?" tanyanya dengan rasa penasaran yang tercampur kekhawatiran. "Nak Kaif akan tinggal di desa kita untuk beberapa hari, Salwa. Dia membutuhkan tempat tinggal dan dia merasa tidak enak jika harus tinggal di kediaman Pak Kades," jelas Bu Nia dengan sabar. "Tapi, Bu. Orang kota seperti dia pasti punya banyak uang. Mengapa tidak menginap di hotel saja?" Salwa masih belum puas, pertanyaannya keluar begitu saja tanpa saringan, namun Bu Nia segera menegur dengan tatapan yang tajam. "Hush kamu ini, di desa kita mana ada hotel Ana. Jangan bicara begitu, Nanti tuan Kaif bisa tersinggung karena ucapanmu ini." Bu Nia merasa tidak enak pada Kaif karena ucapan putri angkatnya itu. "Bukan begitu, Bu. Rumah sebelah itu sangat sederhana, tanpa AC atau kipas. Orang kota seperti dia mana bisa tinggal di tempat seperti itu ," kata Salwa dengan nada penuh kekhawatiran. Dia berharap agar Kaif tidak jadi memilih rumah tersebut yang hanya berja
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

57. IRP

Kaif duduk di teras rumah, terus memperhatikan rumah disebelahnya.Dari balik kaca, Salwa mengintip, jantungnya berdetak kencang, terganggu oleh keberadaan Kaif yang sedari tadi tak juga masuk ke dalam. "Kenapa juga dia harus diam di teras,?" gumamnya, dengan wajah yang sudah ditekuk.Tidak lama ..."Ibu, mau kemana?" tanya Salwa pada Bu Nia yang ingin keluar dari rumah, perempuan paruh baya itu membawa setoples keripik."Mau ngantar ini untuk Kaif, biar ada cemilannya," ujar Bu Nia.Salwa menghela nafas, orang tua angkatnya itu bergitu perhatian pada Kaif. Bahkan pak Mahdi sudah kembali sehat dan saat ini pergi membeli ikan dengan mengendarai motor tuanya."Kamu itu kenapa ada di sini, toko siapa yang jaga, Nduk?" tanya Bu Nia."Eh, aku Bu. Ini aku mau ke toko, tadi pergi ke kamar mandi sebentar," "Ya sudah, kamu istirahat saja. Biar ibu yang jaga toko, lagi pula sebentar lagi sudah tutup," kata Bu Nia.Selama empat bulan ini, keluarga angkat Salwa memang mulai membuka toko kecil-k
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

58. IRP

Setelah makan malam, Kaif dan Pak Toha tak langsung meninggalkan rumah Pak Mahdi, kedua pria itu masih terlibat percakapan hangat bersama Pak Mahdi di ruang tamu. Mereka larut dalam obrolan pria yang sepertinya tak berujung.Sementara itu, di sisi lain rumah, Salwa mengurung diri di kamar, menyerah pada kelelahan dan pikiran yang terus menerus kembali pada pria yang telah meninggalkan benih dalam rahimnya.'Mengapa nasib mempertemukan kami lagi? Aku telah berjuang melupakannya, namun mengapa takdir terus mengikat kami?' gumam Salwa dalam kesunyian kamar yang hanya ditemani kasur tipis yang meredam isak tangisnya.Salwa membaringkan diri dalam posisi miring, menghadap pintu dengan bantal yang ia letakkan di belakang tubuhnya, mencari posisi yang paling meringankan beban tubuhnya yang sedang mengandung bayi yang akan lahir ke dunia.Di tengah malam yang sunyi, tiba-tiba pintu kamar Salwa terbuka. Kaif melangkah pelan masuk, rupanya berusaha tidak mengusik istirahat Salwa yang sudah lela
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

59. IRP

Bagaimana Kaif tidak sakit hati, pria itu telah menyakiti dua perempuan yang sangat ia sayangi, istri dan Adiknya.Perihal Hana, Kaif selalu merasa ada sesuatu yang ganjil setiap kali ingin menggauli Hana, istri keduanya. Dibandingkan dengan Salwa, Hana seolah menyelimuti Kaif dengan dingin yang menghapus semua keinginannya.Maka, ketika berita kehamilan Hana terdengar, kejutan membelah pikiran Kaif karena ia tahu, ia tidak pernah bersatu dengan Hana.Misteri itu segera terkuak, ternyata Hana tengah mengandung buah hati Halik, sang adik ipar yang selama ini bersembunyi di balik topeng kesetiaan. Diam-diam mereka telah menyalahi batas, melukis duka di balik tabir keluarga yang tak menaruh curiga.Masih di kamar Salwa, Kaif tak bisa melepaskan pandangannya dari wajah Salwa yang tenang, matanya kemudian terpaku pada perut Salwa yang membesar, simbol dari keajaiban yang tengah tumbuh di dalamnya.Tangannya dengan lembut bergerak, menyentuh perut itu, tempat dimana calon buah hatinya sedan
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

60. IRP

"Salwa, memang tak ada kata yang cukup untuk menebus dosaku terhadapmu," ucap Kaif sambil menundukkan kepala, suaranya tercekat oleh rasa penyesalan yang mendalam. "Kesalahanku sungguh keterlaluan, telah membawamu pada air mata dan penghinaan," lanjutnya .Mata Salwa memalingkan pandang, ia tidak kuasa menahan pilu di rongga dadanya saat teringat perlakuan Kaif dan keluarganya yang kini mencoba ia lupakan dengan mengganti nama menjadi Ana. Namun, kedatangan Kaif seakan membongkar kembali beban yang sudah ia tinggalkan. "Salwa, jangan hanya berdiam diri, lepaskanlah kemarahanmu padaku, lontarkan kata-kata terpedasmu, atau pukullah aku sesukamu, aku layak untuk itu!" Kaif mendesaknya, nada suaranya menggema penyesalan yang tak termaafkan. Salwa menatap mata Kaif, dan dengan suara yang penuh kepahitan, ia bertanya, "Dan setelah semua itu, apa yang akan aku dapatkan, Tuan? Kesembuhan? Kepuasan? Tidak! Kau hanya membangkitkan kembali luka yang telah aku usahakan untuk sembuh." Rasa sa
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status