Share

56. IRP

Penulis: Zaidhiya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-18 18:28:36
"Bu, kenapa memberikan kunci rumah sebelah kepada dia?" tanyanya dengan rasa penasaran yang tercampur kekhawatiran.

"Nak Kaif akan tinggal di desa kita untuk beberapa hari, Salwa. Dia membutuhkan tempat tinggal dan dia merasa tidak enak jika harus tinggal di kediaman Pak Kades," jelas Bu Nia dengan sabar.

"Tapi, Bu. Orang kota seperti dia pasti punya banyak uang. Mengapa tidak menginap di hotel saja?" Salwa masih belum puas, pertanyaannya keluar begitu saja tanpa saringan, namun Bu Nia segera menegur dengan tatapan yang tajam.

"Hush kamu ini, di desa kita mana ada hotel Ana. Jangan bicara begitu, Nanti tuan Kaif bisa tersinggung karena ucapanmu ini." Bu Nia merasa tidak enak pada Kaif karena ucapan putri angkatnya itu.

"Bukan begitu, Bu. Rumah sebelah itu sangat sederhana, tanpa AC atau kipas. Orang kota seperti dia mana bisa tinggal di tempat seperti itu ," kata Salwa dengan nada penuh kekhawatiran.

Dia berharap agar Kaif tidak jadi memilih rumah tersebut yang hanya berja
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Istri Rasa Pembantu    57. IRP

    Kaif duduk di teras rumah, terus memperhatikan rumah disebelahnya.Dari balik kaca, Salwa mengintip, jantungnya berdetak kencang, terganggu oleh keberadaan Kaif yang sedari tadi tak juga masuk ke dalam. "Kenapa juga dia harus diam di teras,?" gumamnya, dengan wajah yang sudah ditekuk.Tidak lama ..."Ibu, mau kemana?" tanya Salwa pada Bu Nia yang ingin keluar dari rumah, perempuan paruh baya itu membawa setoples keripik."Mau ngantar ini untuk Kaif, biar ada cemilannya," ujar Bu Nia.Salwa menghela nafas, orang tua angkatnya itu bergitu perhatian pada Kaif. Bahkan pak Mahdi sudah kembali sehat dan saat ini pergi membeli ikan dengan mengendarai motor tuanya."Kamu itu kenapa ada di sini, toko siapa yang jaga, Nduk?" tanya Bu Nia."Eh, aku Bu. Ini aku mau ke toko, tadi pergi ke kamar mandi sebentar," "Ya sudah, kamu istirahat saja. Biar ibu yang jaga toko, lagi pula sebentar lagi sudah tutup," kata Bu Nia.Selama empat bulan ini, keluarga angkat Salwa memang mulai membuka toko kecil-k

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Istri Rasa Pembantu    58. IRP

    Setelah makan malam, Kaif dan Pak Toha tak langsung meninggalkan rumah Pak Mahdi, kedua pria itu masih terlibat percakapan hangat bersama Pak Mahdi di ruang tamu. Mereka larut dalam obrolan pria yang sepertinya tak berujung.Sementara itu, di sisi lain rumah, Salwa mengurung diri di kamar, menyerah pada kelelahan dan pikiran yang terus menerus kembali pada pria yang telah meninggalkan benih dalam rahimnya.'Mengapa nasib mempertemukan kami lagi? Aku telah berjuang melupakannya, namun mengapa takdir terus mengikat kami?' gumam Salwa dalam kesunyian kamar yang hanya ditemani kasur tipis yang meredam isak tangisnya.Salwa membaringkan diri dalam posisi miring, menghadap pintu dengan bantal yang ia letakkan di belakang tubuhnya, mencari posisi yang paling meringankan beban tubuhnya yang sedang mengandung bayi yang akan lahir ke dunia.Di tengah malam yang sunyi, tiba-tiba pintu kamar Salwa terbuka. Kaif melangkah pelan masuk, rupanya berusaha tidak mengusik istirahat Salwa yang sudah lela

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Istri Rasa Pembantu    59. IRP

    Bagaimana Kaif tidak sakit hati, pria itu telah menyakiti dua perempuan yang sangat ia sayangi, istri dan Adiknya.Perihal Hana, Kaif selalu merasa ada sesuatu yang ganjil setiap kali ingin menggauli Hana, istri keduanya. Dibandingkan dengan Salwa, Hana seolah menyelimuti Kaif dengan dingin yang menghapus semua keinginannya.Maka, ketika berita kehamilan Hana terdengar, kejutan membelah pikiran Kaif karena ia tahu, ia tidak pernah bersatu dengan Hana.Misteri itu segera terkuak, ternyata Hana tengah mengandung buah hati Halik, sang adik ipar yang selama ini bersembunyi di balik topeng kesetiaan. Diam-diam mereka telah menyalahi batas, melukis duka di balik tabir keluarga yang tak menaruh curiga.Masih di kamar Salwa, Kaif tak bisa melepaskan pandangannya dari wajah Salwa yang tenang, matanya kemudian terpaku pada perut Salwa yang membesar, simbol dari keajaiban yang tengah tumbuh di dalamnya.Tangannya dengan lembut bergerak, menyentuh perut itu, tempat dimana calon buah hatinya sedan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Istri Rasa Pembantu    60. IRP

    "Salwa, memang tak ada kata yang cukup untuk menebus dosaku terhadapmu," ucap Kaif sambil menundukkan kepala, suaranya tercekat oleh rasa penyesalan yang mendalam. "Kesalahanku sungguh keterlaluan, telah membawamu pada air mata dan penghinaan," lanjutnya .Mata Salwa memalingkan pandang, ia tidak kuasa menahan pilu di rongga dadanya saat teringat perlakuan Kaif dan keluarganya yang kini mencoba ia lupakan dengan mengganti nama menjadi Ana. Namun, kedatangan Kaif seakan membongkar kembali beban yang sudah ia tinggalkan. "Salwa, jangan hanya berdiam diri, lepaskanlah kemarahanmu padaku, lontarkan kata-kata terpedasmu, atau pukullah aku sesukamu, aku layak untuk itu!" Kaif mendesaknya, nada suaranya menggema penyesalan yang tak termaafkan. Salwa menatap mata Kaif, dan dengan suara yang penuh kepahitan, ia bertanya, "Dan setelah semua itu, apa yang akan aku dapatkan, Tuan? Kesembuhan? Kepuasan? Tidak! Kau hanya membangkitkan kembali luka yang telah aku usahakan untuk sembuh." Rasa sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Istri Rasa Pembantu    61. IRP

    Ucapan Salwa terhujam bagai belati di dada Kaif, seolah membelah jantungnya menjadi dua. Pria itu terhuyung keluar dari kamar, hati diperlak oleh rasa penyesalan yang tak berujung. "Tuan, baik-baik saja?" tanya Pak Toha, yang langsung mengernyit melihat wajah pucat pasi majikannya, yang matanya memerah seakan-akan menceritakan seribu luka batin.Kaif melangkah ke dalam kamar yang sesak dan sempit, tempat dia akan menghabiskan malam dengan kasur tipis yang seolah tak lebih baik dari tanah keras. Malam itu, Kaif bukan tidur, melainkan pria itu duduk di atas sajadah. Tangannya terangkat, memegang Al Qur'an dengan gemetar. Ayat demi ayat mulai dilantunkannya, setiap kata mengalir seperti air mata yang membawa keluh kesahnya pada Sang Pencipta. Kaif berharap lelah jiwanya bisa terobati, berharap Allah menjadi tempat berlabuh dalam gelombang duka yang tengah dihadapinya. Malam beralih menjadi siang, dan wajah Kaif yang semula muram perlahan disulam dengan kedamaian. Pria itu selalu m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Istri Rasa Pembantu    62. IRP

    "Kasur ini adalah sebagai kata terima kasih karena ibu dan bapak memberikan tuan Kaif dan saya tempat tinggal di desa ini," tambah Pak Toha lagi.Kedua kasir itu segera dibawa ke dalam rumah Pak Mahdi, satu kasur diletakkan di kamar Pak Mahdi dan satunya lagi di kamar Salwa. Bu Nia tercengang, nyaris tidak percaya bahwa ia kini akan merasakan tidur di kasur yang begitu empuk. Sementara itu, Salwa hanya bisa menatap kasur yang teratur di kamarnya, rasanya ia tidak sanggup menyentuh kasur tersebut, seolah-olah segala kenangan akan terbang bersama sentuhannya. "Dia sudah kembali ke Jakarta, apa dia benar-benar pergi? " Gumam Salwa. "Baguslah kalau dia pergi dari desa ini, tapi kenapa aku merasa sedih?"Salwa mulai teringat dengan ucapannya tadi malam pada Kaif, ia akui ucapannya itu begitu tajam. Mungkinkah pria itu tersinggung dengan ucapan Salwa?Salwa terus bertanya-tanya, bahkan seharian ini pikirannya terus melayang pada wajah sendu Kaif yang memohon maaf padanya tadi malam. Nyata

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Istri Rasa Pembantu    63. IRP

    "Hush, Nduk. Bicara baik-baik, ini Nak Kaif sudah berbaik hati akan mengambilkan mangga untukmu. Minta maaf sekarang," tegas Pak Mahdi. Salwa hanya menggeleng, bibirnya menggumam kesal. "Kenapa harus minta maaf, Pak. Aku tidak salah." "Kamu terus berkata kasar pada Nak Kaif, itu yang salah. Sekarang minta maaf padanya," Pak Mahdi memerintah lagi dengan nada yang lebih serius. "Iya, Bapak," ujar Salwa, menghela napas dalam-dalam, suaranya berat karena pasrah. Dalam diam, Kaif menahan senyum tipis, matanya tanpa sengaja menangkap ekspresi wajah Salwa, meskipun terlihat ditekuk tapi dimata Kaif terlihat begitu menggemaskan. Salwa memandang Kaif dengan tatapan tajam, bibirnya mulai berkata, "Maaf," suaranya terdengar ketus. "Tidak apa-apa," jawab Kaif, suaranya lembut menatap Salwa. Salwa menghela napas, matanya memutar dengan ekspresi kesal. 'Dia ke Jakarta pasti untuk mendatangi istri tersayangnya, kenapa juga masih harus datang ke sini, ngeselin banget,' batin Salwa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Istri Rasa Pembantu    64. IRP

    Kegelisahan menguasai setiap sudut wajah Salwa. Di hadapannya, potongan mangga yang seharusnya menyegarkan hanya tersentuh angin. Pikirannya tidak dapat lepas dari Kaif, ia gelisah mengingat keadaan kaki pria itu, bayang-bayang kekhawatiran menghantuinya. Hati Salwa yang terpenjara rasa cemas, akhirnya mendorongnya berdiri, mengambil langkah demi langkah menuju rumah di sebelah, hanya beberapa langkah saja dari rumah yang ia tempati. Kebetulan saja, di depan pintu ia berpapasan dengan Pak Toha yang baru saja melangkah keluar. Dengan mata yang mencari, Salwa bertanya dengan nada sopan, "Dimana dia, Pak?" Mata Pak Toha berbinar penuh pengertian, "Eh, Tuan Kaif ya, Non?" Salwa hanya mengangguk, tak sabar menunggu jawaban. "Tuan ada di dalam, Non. Silahkan masuk." Pak Toha langsung membukakan pintu lebar-lebar bagi Salwa untuk lewat, setelah itu menutup pintu pelan di belakangnya. Pak Toha ersenyum simpul, ia berbisik pada diri sendiri, "Lebih baik aku jalan-jalan saja, hati Tua

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26

Bab terbaru

  • Istri Rasa Pembantu    78. IRP

    "Mas tanganmu terluka!" Seruan itu pecah di keheningan kamar saat Salwa menyentuh punggung tangan Syakir yang tampak memar. Pria itu, Kaif, kini duduk di pinggir ranjang Tangan Kaif yang lebam itu seakan melukis kesakitan di matanya. "Ini hanya luka kecil, tak perlu khawatir," Kaif mencoba menenangkan, sambil membiarkan tangan hangat Salwa menelusuri lebamnya. Wajah Salwa, yang sedang hamil, menyiratkan kekhawatiran mendalam, lebih dari yang seharusnya untuk luka sekecil itu. "Pasti sakit, ya? Maaf, Mas," suara Salwa bergetar, mata berkaca-kaca menatap Kaif, menyuarakan kepedulian dan kegentaran seorang ibu hamil yang hormonnya melonjak. Kaif hanya mengangguk, gesturnya memperdalam cemas di hati Salwa. Dia bahkan mulai beranjak ingin mengambil perlengkapan obat. Namun, tangan Kaif dengan cepat meraihnya, menghentikan gerak langkahnya. "Bukan di sini yang sakit, Salwa," suara Kaif mendadak serius dan dalam, memotong atmosfer ruangan dengan berat.Salwa mendongak, menatap wajah

  • Istri Rasa Pembantu    77. IRP

    Di dalam kamar Salwa yang tidak begitu luas. Sofia dengan setia menjaga Salwa yang sedang tidur di ranjangnya setelah diperiksa oleh dokter beberapa menit yang lalu.Sementara itu, di luar, Hasbi dan Kaif tengah sibuk di halaman rumah, berbicara dengan polisi mengenai Halik yang sedang mereka upayakan untuk mendapatkan hukuman berat di penjara, seraya api keadilan berkobar di dalam hati mereka.Di dalam kamar.Salwa membuka matanya perlahan, tersadar dari tidur yang tampaknya tidak memberikan kekuatan apa pun kepadanya."Eriana, tolong ambilkan air," suruh Sofia pada Eriana yang juga ada di sana.Tanpa menunda, Eriana segera mengambil segelas air yang sudah tersedia di kamar itu."Ayo minum dulu, Nak," ucap Sofia sambil menopang tubuh Salwa yang terasa seperti puing-puing yang lelah. Salwa hanya dapat menelan dengan susah payah, tiap tegukan terasa seperti pejuangan. Kejadian pagi tadi, membuat Salwa merasa tubuhnya lemas.Kepedulian Sofia terpancar jelas saat ia dengan sabar membantu

  • Istri Rasa Pembantu    76. IRP

    Dentuman keras terdengar bertalu-talu saat Kaif dengan brutalnya memukul Halik yang hingga berdaya, sementara Salwa lemah terpeluk dalam dekapan Sofia. Segalanya berawal ketika Halik mencoba menyeret Salwa ke dalam mobil dengan paksa, namun momen itu terpotong dengan kedatangan Kaif. Tanpa pikir panjang, ia melompat dari mobilnya, amarah membara di dadanya. Bugh bugh bugh... Suara pukulan itu menggema, setiap hantaman Kaif menghujam tanpa ampun ke tubuh Halik yang sudah penuh luka. Halik hanya bisa mengerang kesakitan, badannya seolah tak lebih dari boneka kain yang diseret oleh gelombang amarah Kaif. Sungguh, pertarungan ini mungkin telah berakhir dengan tragis jika bukan karena kedatangan Hasbi dan istrinya di saat yang tepat. Dengan segala kekuatannya, Hasbi berhasil melerai Kaif, menarik Kaif yang masih diliputi amarah dan keinginan untuk melampiaskan lebih banyak lagi penderitaan pada Halik. Namun, Hasbi dengan tegas mengingatkan bahwa semua ini harus berakhir, karena lepas

  • Istri Rasa Pembantu    75. IRP

    Salwa melangkah keluar, menyerap kedamaian pagi yang menyejukkan jiwa. Sapaan hangat dari warga desa yang bersiap menuju kerja menyelinap melalui hawa segar, dan Salwa membalas dengan senyuman yang merekah di wajahnya. "Adek, jangan melewatkan waktu sarapan ya, sarapannya sudah kakak siapkan di meja. Kakak mau ke belakang menemui Bang Hasbi dulu," ujar Istri Hasbi dengan lembut. Salwa mengangguk, "Iya kak, terima kasih banyak." Perempuan itu tersenyum lembut sebelum melangkah menuju belakang rumah. Salwa kemudian duduk di kursi halaman, tempat kesukaannya untuk menikmati pemandangan sekitar. Hasbi sudah membuat kursi itu khusus untuk Salwa, hafal jika adik kesayangannya suka sekali menikmati udara di tempat itu. Sambil mengusap perutnya yang kian membesar, Salwa berbisik lirih, "Rindu ayah ya, Nak," seraya tatapannya terhanyut dalam kenangan tentang sang ayah yang terasa begitu dekat namun jauh.Sudah lima hari berlalu tapi Salwa sendiri yang kalah, tiada hari tanpa merindukan Ka

  • Istri Rasa Pembantu    74. IRP

    Pada hari yang sama saat Salwa dijemput oleh keluarganya, Kaif mengambil keputusan tegas untuk kembali ke Jakarta. Ada tarikan hati yang mendalam yang mendorongnya untuk menyusul Salwa, namun akalnya memenangkan pertarungan dalam benaknya. Salwa memerlukan waktu, dan Kaif tahu ia tidak boleh bertindak egois. Selama tiga hari, Kaif mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja keras di kantor, berangkat sebelum matahari terbit dan pulang larut malam. Kaif sengaja menyibukkan diri agar terbebas dari lamunan tentang Salwa yang terus menerus menghantuinya. Sofia dan Eriana, setelah kembali dari Amerika, terhanyut dalam kesedihan saat mendengar cerita Pak Toha tentang keadaan Kaif. "Ma, kapan kita ke rumah kak Kaif?" tanya Sofia pada mamanya dengan suara bergetar. "Malam ini saja, saat ini dia pasti sedang ada d kantornya, nanti sekalian kita makan malam bersama," jawab ibunya lembut."Baiklah, Ma." Keputusan Kaif untuk tinggal di rumah pribadinya, meskipun ibunya, Sofia, mendesakn

  • Istri Rasa Pembantu    73. IRP

    "Aku butuh waktu, Tuan. Ini tidak mudah bagiku, aku butuh berfikir karena aku terlalu takut untuk kembali pada laki-laki yang merupakan masa laluku. Masa laluku begitu menyakitkan, aku takut kepahitan itu akan kembali lagi jika aku kembali." Salwa akhirnya mengutarakan uneg-unegnya.Kaif berusaha untuk duduk dari baringnya, menatap wajah sendu perempuan yang sudah ia sakiti begitu dalam.'Apa aku begitu egois memaksanya untuk kembali padaku?' batin Kaif, ia bisa melihat luka dari sorot mata cantik itu."Aku memaafkanmu, Mas." Panggilan Salwa sudah mulai berubah, perempuan itu terkadang memanggil tuan dan juga terkadang memanggil Mas pada Kaif. "Tapi untuk kembali, aku masih belum siap, aku takut sakit lagi dan untuk menyembuhkan itu sangat susah. Aku takut, bisakah mas memahami ketakutanku." Air mata Salwa mengalir juga, sekuat apapun perempuan itu berusaha melupakan kejadian yang menyakitkan di masa lalu, nyatanya Salwa tidak mampu.Sikap kasar Kaif, Halik yang hampir melecehkannya,

  • Istri Rasa Pembantu    72. IRP

    Kaif merengkuh pinggang Salwa erat-erat, mencegah wanita itu melangkah pergi. "Tolong, jangan tinggalkan aku... Aku mohon, Sayang," ratapnya sambil mata mereka terus bertaut dalam tatapan yang penuh dengan harapan dan keputusasaan. "Biarkan aku pergi, Ma ... Tuan, ini tidak lucu." Suara Salwa terdengar getir, usahanya untuk melepaskan cengkeraman Kaif penuh dengan perjuangan. Tangannya mendorong dengan keras, namun Kaif tak bergeming, seolah takut kehilangan sentuhan terakhir darinya. "Maaf, Salwa. Aku tidak pernah ingin menipumu, aku hanya terlalu takut kehilanganmu," ucap Kaif dengan suara yang hampir tak terdengar, diwarnai dengan nada yang lirih dan penuh penyesalan. "Cukup, Tuan. Bukankah kita sudah membicarakan ini semalam? Hormati keputusanku," tegas Salwa. Dengan segenap kekuatan yang ia miliki, ia berhasil melepaskan diri dari pelukan Kaif. Dalam satu dorongan penuh kemarahan dan kekecewaan, Kaif terdorong mundur dan tersungkur ke dinding ranjang dengan keras.Suara d

  • Istri Rasa Pembantu    71. IRP

    "Astaghfirullahaladzim, Tuan Kaif! Tuan Kaif kenapa?" Pak Toha, supir Kaif datang dengan wajah penuh kekawatiran, pria itu terkejut melihat kondisi wajah majikannya. Bagaimana Pak Toha tidak kawatir, dia sudah diamanahkan untuk menjaga majikannya, kondisi Kaif belum sepenuhnya pulih dari komanya waktu itu. Pak Toha mendekati Kaif yang terbaring di pangkuan Salwa."Apa yang terjadi, Non? Ya Allah. Kenapa sampai berdarah seperti ini, bagaimana kalau Tuan Kaif sakit seperti dulu lagi, tuan Kaif masih belum sepenuhnya pulih, Non," ujar pak Toha."Jangan hanya bicara, Pak. Tolong bantu suami saya, kita bawa ke rumah sakit sekarang juga!" perintah Salwa, suaranya meninggi karena terlalu menghawatirkan keadaan Kaif, apalgi setelah mendengar ucapan Pak Toha mengenai keadaan Kaif.Hasbi mulai merasa bersalah, ia terlalu dikalahkan dengan emosinya."Rumah sakit di sini jauh, Non. Yang ada hanya puskesmas dan itu tidak ada gunanya untuk Tuan Kaif. Kita bawa ke rumah saja, di sana ada obat-obat

  • Istri Rasa Pembantu    70. IRP

    "Mau dibawa kemana istriku?" tanya Kaif menghalangi langkah Hasbi yang ingin beranjak dari tempat itu."Menyingkir, jangan sampai saya hilang kendali," tegas Hasbi dengan dingin. Hasbi menatap adiknya yang sedari tadi hanya membisu."Ayo adek, kita pulang," ajak Hasbi pada Salwa."Tidak! Salwa tidak boleh pergi kemana-mana tanpa izin dariku," tegas Kaif.Hasbi menatap Kaif dengan tatapan tajam."Siapa kamu!" "Aku suaminya, bang Hasbi paham Agama bukan? Kenapa sekarang malah ikut campur dalam rumah tangga kami." "Berani sekali kamu membawa-bawa Agama," tegas Hasbi. "Apa kamu sadar bagaimana kamu memperlakukan adik saya selama dua tahun ini, bahkan keluargamu memfitnah Salwa. Adikku adalah perempuan yang terjaga, saya selalu melindunginya, tapi rupanya kamu menyakiti adikku."Ucapan Hasbi membuat dada Kaif terasa sesak, ia menyesali semua yang dilakukan di masa lalu, ia menyesal karena baru menyadari jika Salwa adalah perempuan yang tulus, perempuan yang memang pantas untuk dimuliaka

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status