All Chapters of SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO: Chapter 161 - Chapter 170

289 Chapters

Bab 161

Dinda sedang memasak untuk makan malamnya dan Bram. Tadi Bram menghubunginya akan makan malam di rumah. Tak ada makanan special yang pria itu inginkan sehingga membuat Dinda sedikit kebingungan membuatkan menu makan malam.Jadilah dia memasak steak ayam dengan saus spesial racikannya. Tiba-tiba saja dia terkejut, karena ada tangan besar melingkar di perutnya, memeluk Dinda dari belakang.Beruntung jam segini semua pelayan memang tak diizinkan untuk berkeliaran di ruang utama, sehingga keintiman mereka sangat terjaga.“Paaaaaaak,” ujar Dinda, sambil menjauhkan tubuhnya dari Bram.“Biarkan begini sebentar saja,” jawaban pria itu membuat Dinda yang tadinya hendak protes lagi, terpaksa mengatupkan bibirnya.Tangan Bram mulai menyentuh bagian sensitif di tubuh wanita itu.“Paaaaaaaak nanti kena minyak panas,” ujarnya.Namun pria itu menulikan pendengarannya. Dia terus meremas dada sang asisten pribadi, sambil sesekali mengeluarkan desahan yang tertahan. Bram merasa seperti pria yang sudah
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 162

Bila Bram sedang bermain hasrat dengan Dinda, berbeda halnya dengan Rania dan Raka.“Aaaaaak.”Raka menutup mulutnya setelah bersendawa.“Joloooook!” seru Rania, “Aaaak.”Rania ikut bersendawa membuat sang kakak kembar balik mengejeknya.“Gak sopan,” tegur sang mommy.“Solly Mom, soalnya makan banyak. Enak jatah Om Blam kami habisin,” Raka menjawab.“Benel tuh, seling-seling aja gini, bisa gendut kita,” Rania menimpali lalu keduanya tertawa lepas.Davin terkekeh, “Ma, apa kita tarik aja kali ya lidahnya Raka dan Rania, biar g cadel lagi,” goda Davin. Sontak si kembar menutup mulutnya, takut lidahnya beneran ditarik.PlakLaura memukul lengan kekar Davin, “sembarangan kalau bicara, kupingmu yang Mama tarik nanti.”Tawa renyah Raka dan Rania mengudara, merasa menang dibela oleh sang nenek.Setelah makan malam bersama istri, kedua anaknya, dan sang mama, Davin duduk di ruang keluarga dengan Naura. Kedua anak kembar itu, sudah mulai mengantuk setelah kenyang dengan makanan favorit mereka
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 163

“Ngapain sih kalian ini, jam segini udah di kamar Daddy? Udah tua bobo di kamar sana,” usir Davin menggoda kedua anaknya yang sedang bergelantungan di tangan kanan dan kirinya.“Yeeee, mau tidul tauuuk. Udah malam, kata Mommy gak boleh begadang. Nanti cepat tua kayak Daddy,” ejek Rania. Davin menghempas tubuh kedua anaknya di atas kasur, lalu dia menggelitik Raka dan Rania, hingga tawa keduanya mengudara di kamar mewah itu. Naura keluar dari ruang ganti sudah pakai piyama tidur. Lalu merangkak naik ke atas ranjang."Mommy, apa sekolah itu enak?" tanya Rania tiba-tiba dengan suara lembutnya saat mereka sudah nyaman berada di atas tempat tidur.Rania dan Raka berada di antara kedua orang tua mereka. Rania meringkuk manja di samping Davin, sementara Raka dengan tenang memeluk lengan sang Mommy."Sayang, sekolah itu menyenangkan," jawab Naura lembut sambil mengusap kepala kecil Raka. "Selain kalian belajar banyak hal baru, kalian juga akan punya banyak teman untuk bermain bersama."Raka
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 164

Puas menikmati Goa sempit itu, kini Dinda melumat bibir Bram. Lidah keduanya saling membelit satu sama lain, hingga ciuman itu terlepas setelah keduanya kekurangan oksigen.“Saya naik, ya Pak,” ucapnya.“Cepatlah, aku sudah tak tahan lagi,” ujar Bram.Dinda naik ke atas tubuh Bram, mulai bergerak naik turun. Demi apapun Bram rasanya ingin berteriak karena tak bisa ngapa-ngapain. Puas bergerak naik turun, Dinda memberikan goyangan maut yang membuat Bram kembali mengumpat.“Shiiiiiit.”Setiap kali milik Dinda menjepit miliknya, Bram merasakan nikmat yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.“Percepat lagi, sayang. Jangan siksa aku seperti ini,” rancau Bram.Dinda berhenti sejenak, lalu melumat bibir Bram. Bram membalasnya dengan rakus. Puas berciuman, Dinda mendekatkan dada kanannya ke bibir Bram. Pria itu kembali melahapnya rakus seperti bayi yang kelaparan. Tak lupa dia memberi tanda kepemilikan di dada Dinda. Puas membiarkan Bram menikmati dadanya yang besar, Dinda memilih untuk mela
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 165

Lututnya lemas ketika duduk di depan ruang operasi. Ia bingung memikirkan biaya yang harus ia keluarkan, sementara uang yang diberikan oleh Bram sudah ia serahkan semuanya kepada suaminya. Demi keselamatan keluarganya, ia rela melakukannya, karena Dimas hampir setiap hari mengancam akan mencelakai keluarga Dinda jika keinginannya tidak terpenuhi."Kapan aku bisa bahagia? Kapan aku bisa hidup seperti orang lain? Kenapa aku harus menjadi tulang punggung keluarga? Bahkan setelah menikah, aku masih harus menanggung beban ini. Tidak hanya itu, aku juga harus memberikan uang kepada suamiku untuk berjudi. Ya Tuhan, kenapa hidupku seperti ini?" ucapnya sambil menangis.Dinda tidak tahu harus bagaimana. Sampai kapan penderitaan ini akan berakhir? Ia ingin sekali berbicara lagi dengan Dimas agar pria itu mau menceraikannya, bahkan dulu ia sering melakukan itu, tapi nyatanya, sampai detik ini Dimas tetap tidak mau. Ironisnya, pria itu juga tidak pernah menyentuh Dinda lagi."Ya Tuhan, berikan j
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 166

Dinda dan Bram mengurai ciumannya. Bram segera memakai maskernya lagi agar wajahnya tak terlihat. Tanpa berkata apa-apa, dia melangkah pergi dari sana. Ia tidak berpamitan lagi pada Dinda, hanya memberikan isyarat singkat lewat anggukan kecil sebelum akhirnya menghilang di balik keramaian rumah sakit.Dinda masih berdiri mematung, mencoba menenangkan detak jantungnya yang begitu kencang. Ia belum siap menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul. Namun, suaranya Herman tiba-tiba membuyarkan lamunannya."Siapa orang itu?" tanya Herman, pria yang kini duduk di kursi sebelahnya.Dinda berusaha menenangkan diri dan menjawab, "Tadi itu orang suruhan bosku. Dia cuma mau minta sopirnya untuk mengantarkanku ke rumah sakit." Ia tidak menoleh ke arah Herman, khawatir pria itu menangkap kegugupannya atau—lebih parah lagi—menyadari apa yang sebenarnya terjadi."Oh," sahut Herman singkat. Namun, rasa ingin tahunya belum terpuaskan. "Lalu, bagaimana keadaan Dimas? Apa dia baik-baik saja?"D
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 167

“Kayak gini enaknya, dia malah milih main pedang,” gumam Bram. Dinda duduk di atas kursi spon panjang, semantara Bram hanya membuka celananya hingga di atas lutut.“Hisap susu saya, Pak,” ujarnya sambil memejamkan mata. Bram sedikit membungkuk, menangkup benda kecil berwarna pink yang sudah mengeras. Setiap gerakan Bram, membawa sensasi yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh keduanya. Tubuh keduanya saling merespon satu sama lain. Mungkin karena terlahir dari rahim yang sama, membuat Bram dan Davin memiliki hasrat yang tak bisa dikendalikan bila bersama orang yang dia sukai.“Enak gak?” tanya Bram saat melihat Dinda menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata.Wanita itu hanya mengangguk. Bram meraup bibinya, Dinda membalas dengan ciuman yang sama panasnya. Tubuh keduanya saling merespon. Bram meremas dadanya Dinda, wanita itu membusung dadanya sengaja menggoda sang majikan.“Sehari tak menyentuhmu, aku bisa gila,” rancau Bram lagi.“Maka sentuhlah saya setiap hari. Dan
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 168

"Selamat pagi, Pak Amar," sapa Davin pada pria yang baru saja menghampirinya. Pria itu adalah pemilik bahan baku yang sedang dibutuhkan Davin untuk mempercepat pembangunan vila, mal, serta hotel terkait kerja sama dengan Imelda. Pihak klien menginginkan agar pembangunan tersebut selesai pertengahan tahun depan, lebih cepat dari jadwal semula."Selamat pagi, Pak Davin. Selamat pagi, Bu Naura. Boleh saya minta izin berbicara sebentar dengan Bapak? Ada hal penting yang ingin saya sampaikan," ucap Pak Amar, berdiri berhadapan dengan Davin dan Naura."Boleh, tapi setelah saya selesai meeting pagi. Kalau Anda mau, silakan tunggu di depan resepsionis sampai nanti saya selesai meeting. Saya akan memberitahu karyawan saya untuk mengantarkan Anda ke ruangan saya," jawab Davin tegas."Apa tidak bisa sekarang, Pak? Ini sangat mendesak soalnya," sahut Pak Amar, mencoba memohon."Saya tidak bisa mengganggu jadwal meeting saya. Jadi, kalau Anda berkenan menunggu, silakan. Kalau tidak, kembali lagi
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 169

“Nanti sore kita harus mampir ke hotel dulu, sayang,” bisik Davin. Dia tak puas main buru-buru di rumahnya, sementara kalau tengah malam matanya ngantuk dan cepat keluar. Tak bisa ia menikmati permainan panas dan liar seperti sebelum ada Rania dan Raka. Naura hanya mengangguk.Matanya terpejam karena menikmati sensasi yang ditimbulkan dari permainan lidah Davin dan tangan Davin di dada yang berukuran jumbo itu. Davin terus melahap dengan rakus dada sang istri secara bergantian, setiap remasan yang ia berikan di dada itu menandakan kalau hasratnya semakin tak terbendung. Setelah puas menikmati dada sang istri Davin meminta Naura berbalik.Naura dan Davin sudah dalam keadaan polos. Naura menuruti permintaan sang suami posisi nungging saat ini adalah posisi yang akan membuat grafik merasa terpuaskan untuk sementara waktu. Pria itu segera memasukkan miliknya yang sudah tegang sejak tadi ke dalam milik sang istri. Keduanya mengingat masa-masa mereka belum menikah dulu, dan setiap pagi sela
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 170

Pak Amar memandangi dokumen di depannya dengan tatapan nanar. Surat pembatalan kontrak kerja sama yang disodorkan tim operasional Abimanyu Group terasa seperti hukuman yang terlalu berat. Ia merasa kesal, malu, dan tidak percaya bahwa semuanya harus berakhir seperti ini. Tangannya bergetar saat memegang pena, seolah-olah tubuhnya tahu bahwa menandatangani surat itu akan menjadi akhir dari peluang emas yang selama ini ia banggakan."Pak Amar, mohon segera ditandatangani, agar proses administrasi bisa langsung kami selesaikan," ujar salah satu staf operasional dengan nada profesional.Pak Amar mendongak, menatap pria muda yang menyampaikan instruksi itu. Dalam hatinya, ia ingin berteriak, ingin meminta waktu tambahan, tetapi ia tahu bahwa Davin tidak akan mengubah keputusan.“Sebentar, Pak. Saya ingin bicara dulu,” ucap Pak Amar, berusaha mengulur waktu.“Silakan, Pak. Tapi keputusan akhir tetap ada pada Pak Davin. Kami hanya menjalankan perintah,” jawab staf operasional itu dengan nad
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
29
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status