Share

Bab 166

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-01-14 13:04:41

Dinda dan Bram mengurai ciumannya. Bram segera memakai maskernya lagi agar wajahnya tak terlihat. Tanpa berkata apa-apa, dia melangkah pergi dari sana. Ia tidak berpamitan lagi pada Dinda, hanya memberikan isyarat singkat lewat anggukan kecil sebelum akhirnya menghilang di balik keramaian rumah sakit.

Dinda masih berdiri mematung, mencoba menenangkan detak jantungnya yang begitu kencang. Ia belum siap menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul. Namun, suaranya Herman tiba-tiba membuyarkan lamunannya.

"Siapa orang itu?" tanya Herman, pria yang kini duduk di kursi sebelahnya.

Dinda berusaha menenangkan diri dan menjawab, "Tadi itu orang suruhan bosku. Dia cuma mau minta sopirnya untuk mengantarkanku ke rumah sakit." Ia tidak menoleh ke arah Herman, khawatir pria itu menangkap kegugupannya atau—lebih parah lagi—menyadari apa yang sebenarnya terjadi.

"Oh," sahut Herman singkat. Namun, rasa ingin tahunya belum terpuaskan. "Lalu, bagaimana keadaan Dimas? Apa dia baik-baik saja?"

D
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
virna putri
Ihhh Herman beneran sama Dimas.. huekkk.. pantesan dinda ga jebol
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 167

    “Kayak gini enaknya, dia malah milih main pedang,” gumam Bram. Dinda duduk di atas kursi spon panjang, semantara Bram hanya membuka celananya hingga di atas lutut.“Hisap susu saya, Pak,” ujarnya sambil memejamkan mata. Bram sedikit membungkuk, menangkup benda kecil berwarna pink yang sudah mengeras. Setiap gerakan Bram, membawa sensasi yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh keduanya. Tubuh keduanya saling merespon satu sama lain. Mungkin karena terlahir dari rahim yang sama, membuat Bram dan Davin memiliki hasrat yang tak bisa dikendalikan bila bersama orang yang dia sukai.“Enak gak?” tanya Bram saat melihat Dinda menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata.Wanita itu hanya mengangguk. Bram meraup bibinya, Dinda membalas dengan ciuman yang sama panasnya. Tubuh keduanya saling merespon. Bram meremas dadanya Dinda, wanita itu membusung dadanya sengaja menggoda sang majikan.“Sehari tak menyentuhmu, aku bisa gila,” rancau Bram lagi.“Maka sentuhlah saya setiap hari. Dan

    Last Updated : 2025-01-15
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 168

    "Selamat pagi, Pak Amar," sapa Davin pada pria yang baru saja menghampirinya. Pria itu adalah pemilik bahan baku yang sedang dibutuhkan Davin untuk mempercepat pembangunan vila, mal, serta hotel terkait kerja sama dengan Imelda. Pihak klien menginginkan agar pembangunan tersebut selesai pertengahan tahun depan, lebih cepat dari jadwal semula."Selamat pagi, Pak Davin. Selamat pagi, Bu Naura. Boleh saya minta izin berbicara sebentar dengan Bapak? Ada hal penting yang ingin saya sampaikan," ucap Pak Amar, berdiri berhadapan dengan Davin dan Naura."Boleh, tapi setelah saya selesai meeting pagi. Kalau Anda mau, silakan tunggu di depan resepsionis sampai nanti saya selesai meeting. Saya akan memberitahu karyawan saya untuk mengantarkan Anda ke ruangan saya," jawab Davin tegas."Apa tidak bisa sekarang, Pak? Ini sangat mendesak soalnya," sahut Pak Amar, mencoba memohon."Saya tidak bisa mengganggu jadwal meeting saya. Jadi, kalau Anda berkenan menunggu, silakan. Kalau tidak, kembali lagi

    Last Updated : 2025-01-15
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 169

    “Nanti sore kita harus mampir ke hotel dulu, sayang,” bisik Davin. Dia tak puas main buru-buru di rumahnya, sementara kalau tengah malam matanya ngantuk dan cepat keluar. Tak bisa ia menikmati permainan panas dan liar seperti sebelum ada Rania dan Raka. Naura hanya mengangguk.Matanya terpejam karena menikmati sensasi yang ditimbulkan dari permainan lidah Davin dan tangan Davin di dada yang berukuran jumbo itu. Davin terus melahap dengan rakus dada sang istri secara bergantian, setiap remasan yang ia berikan di dada itu menandakan kalau hasratnya semakin tak terbendung. Setelah puas menikmati dada sang istri Davin meminta Naura berbalik.Naura dan Davin sudah dalam keadaan polos. Naura menuruti permintaan sang suami posisi nungging saat ini adalah posisi yang akan membuat grafik merasa terpuaskan untuk sementara waktu. Pria itu segera memasukkan miliknya yang sudah tegang sejak tadi ke dalam milik sang istri. Keduanya mengingat masa-masa mereka belum menikah dulu, dan setiap pagi sela

    Last Updated : 2025-01-16
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 170

    Pak Amar memandangi dokumen di depannya dengan tatapan nanar. Surat pembatalan kontrak kerja sama yang disodorkan tim operasional Abimanyu Group terasa seperti hukuman yang terlalu berat. Ia merasa kesal, malu, dan tidak percaya bahwa semuanya harus berakhir seperti ini. Tangannya bergetar saat memegang pena, seolah-olah tubuhnya tahu bahwa menandatangani surat itu akan menjadi akhir dari peluang emas yang selama ini ia banggakan."Pak Amar, mohon segera ditandatangani, agar proses administrasi bisa langsung kami selesaikan," ujar salah satu staf operasional dengan nada profesional.Pak Amar mendongak, menatap pria muda yang menyampaikan instruksi itu. Dalam hatinya, ia ingin berteriak, ingin meminta waktu tambahan, tetapi ia tahu bahwa Davin tidak akan mengubah keputusan.“Sebentar, Pak. Saya ingin bicara dulu,” ucap Pak Amar, berusaha mengulur waktu.“Silakan, Pak. Tapi keputusan akhir tetap ada pada Pak Davin. Kami hanya menjalankan perintah,” jawab staf operasional itu dengan nad

    Last Updated : 2025-01-16
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 171

    “Gini amat jadi anak olang kaya,” keluh Raka. Baru saja mereka habis makan malam, dan makanan yang dikonsumsi mereka gak habis. Bahkan keduanya buru-buru menuju ruang keluarga. Tak ada TV menyala seperti biasanya, kala mereka habis makan malam. Seperti ada sesuatu yang hilang dari keduanya. Bram perlahan mendekat, lalu menghentikan langkah saat mendengar obrolan kedua keponakannya. Tangannya merogoh ponsel di saku celana lalu merekam diam-diam dari arah belakang. “Iya benel. Daddy sama Mommy sibuk cali uang, kita dibuang.”Ucapan Rania membuat Bram mengatupkan bibirnya menahan tawa. Drama keduanya telah dimulai. “Ngapain punya uang banyak? Mending sama Mommy telus gak usah punya uang,” keluh Raka menimpali. “Aku punya ide,” kata Rania dengan mata berbinar. “Ide apa?” tanya Raka.“Bagaimana kalau kita kelja di kantol Daddy. Kamu kelja jadi satpam. Telima tamu, jadi bisa dwkat sama Mommy telus,” usulnya, seakan ide itu kalau di ACC oleh Daddynya makan akan sangat seru.“Kamu jadi

    Last Updated : 2025-01-17
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 172

    “Uuuh Baby, kenapa setiap kali menciummu, tubuhku terasa terbakar,” ujar Bram.Maksudnya tak pernah bisa dikendalikan setiap kali dia mencium Dinda. Sementara wanita itu dengan sengaja menyentuh Area sensitif di tubuh Bram. Wanita itu dengan nakal memasukkan tangannya, ke dalam celana Bram.Mereka kembali berciuman begitu panas, lidahnya saling membelit, sesekali memberikan gigitan kecil di bibir masing-masing. Hasrat pria itu sudah tak terbendung, karena Dinda benar-benar berhasil menggodanya. Dinda melepaskan ciumannya, lalu meraup oksigen sebanyak-banyaknya.“Tapi kamu menyukai pelayananku, kan?”Dinda mulai meremas dengan lembut bagian intim pria tersebut, sementara Bram memejamkan mata menikmati setiap sentuhan maka dari jari-jari lentik wanita di hadapannya ini.Dinda membuka dasi yang masih terasa mencekik di leher Bram, juga melepaskan kancing kemeja pria tersebut. Tubuhnya sedikit membungkuk, lalu memainkan lidahnya di dada Bram, hingga membuat pria itu mengeluarkan lenguhan

    Last Updated : 2025-01-17
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 173

    Dinda mengetuk pintu ruangan dokter dengan hati yang berat. Setelah mendengar izin dari dalam, ia membuka pintu perlahan dan masuk. Di dalam ruangan, dr. Harun menyambutnya dengan senyum ramah, seperti biasa.“Permisi, dok.”“Selamat pagi, Ibu Dinda. Silakan duduk,” ujar dr. Harun sambil menunjuk kursi di depan mejanya.Dinda mengangguk pelan dan duduk dengan hati-hati. “Selamat pagi juga, Dokter. Saya dihubungi pihak rumah sakit, katanya dokter ingin bertemu keluarga pasien. Saya juga ingin mendengar kabar terbaru tentang kondisi suami saya, Dimas.”Dr. Harun membuka berkas di mejanya dan memeriksa laporan medis terbaru. Setelah beberapa saat, ia menatap Dinda dengan serius namun tetap lembut. “Baik, Bu Dinda, langsung saja ya. Kami sudah melakukan pemeriksaan lanjutan terkait patah tulang yang dialami oleh Pak Dimas. Hasilnya menunjukkan bahwa kerusakan pada tulangnya lebih parah dari yang kami duga sebelumnya.”Dinda menelan ludah. “Seberapa parah, Dok?”“Pak Dimas membutuhkan set

    Last Updated : 2025-01-17
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 174

    Bram mendorong pelan tubuh Dinda, dan keduanya segera merapikan penampilannya kembali. Suara Davin semakin dekat, membuat Dinda jadi gugup dan menyesal datang ke kantor Bram.“Nanti kita lanjutkan di rumah,” bisik Bram.CeklekDavin dan Dinda sama terkejutnya, lalu mengarahkan pandangan pada saudara lelakinya, “apa aku ganggu?” tanya Davin dengan wajah menyebalkan. Melihat pasangan ini panik tentu Davin tahu yang terjadi.“Sialan,” umpat Bram.Davin terkekeh, lalu duduk di sofa. Bram menyusul.“Sa–saya pulang dulu, pak,” pamit Dinda merasa tak enak hati dengan Davin.“Tunggu dulu, saya cuma sebentar kok. Nanti lanjutkan lagi,” Davin menggoda membuat rona merah di pipi Dinda tak bisa disembunyikan.PlakBram memukul lengan sang adik dengan map di tangannya. Wajah panik Bram membuat Davin tergelak. Beberapa saat dia terpana melihat keakraban Davin dan Bram. Davin, jauh dari apa yang dia dengar selama ini tentang pimpinan Abimanyu Group.Davin bicara sebentar dengan kakaknya, memberikan

    Last Updated : 2025-01-18

Latest chapter

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Happy Ending

    Daniel Dominic Montgomery dan Darren Damian Montgomery adalah nama yang dipilih oleh kedua orang tua mereka dan sudah disepakati oleh keluarga untuk si kembar. Kedua bayi itu kini berada di ruang perawatan sang Mama. Setelah dilahirkan kemarin, mereka sempat dibawa ke ruang perawatan bayi, tetapi pagi ini mereka sudah dipindahkan ke ruang perawatan Rania. "Selamat ya, Nia! Aku senang banget akhirnya punya keponakan," ucap Raka. "Untung saja wajahnya kayak kamu," tambahnya lagi sambil melirik ke arah sang adik ipar yang usianya jauh di atasnya. Edward hanya tersenyum mendengar ucapan iparnya. "Kamu kapan menyusul, Raka?" tanyanya. "Menyusul? Bisa-bisa aku digantung sama Mommy dan Daddy. Pacaran saja nggak boleh, apalagi nyusul kalian nikah dan punya anak. Mommy bisa mati berdiri," kata Raka sambil melirik ke arah sang Mommy. "Bener kan, Mom?" tanyanya lagi. "Bukan cuma digantung, tapi Mommy akan ikat seluruh tubuh Raka biar nggak bisa bergerak," jawab Naura, membuat seluruh or

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Baby Twins

    Sementara itu, di dalam mobil, Rania terus menangis. Tangannya mencengkeram erat kursi, napasnya terengah-engah menahan rasa sakit yang begitu menyiksa. Perutnya terasa melilit hebat, sakit yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Setiap gelombang kontraksi yang datang membuat tubuhnya menegang, dan air mata semakin deras mengalir di pipinya."Sabar ya, sayang… sabar… kita sebentar lagi sampai," ucap Edward, suaranya bergetar, namun ia berusaha tetap tenang untuk istrinya. Tangannya terulur, mengusap kening Rania yang penuh peluh. Ia ingin melakukan sesuatu untuk mengurangi rasa sakit istrinya, tetapi ia tahu tidak ada yang bisa benar-benar membantu selain memastikan mereka segera tiba di rumah sakit.Rania menggigit bibirnya, tubuhnya sudah mulai gemetar. "Sakit, sayang… sakit banget…" ucapnya dengan suara lemah, hampir seperti bisikan. Air ketubannya sudah pecah sejak beberapa menit yang lalu, dan kini darah mulai keluar, membasahi pahanya hingga betisnya.Melihat kondisi itu, E

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Darurat

    "Bagaimana kalau kita menikah bulan depan saja?" tanya Bram tiba-tiba, menatap Monica dengan penuh harapan.Mereka sedang duduk di balkon kamar Monica. Awalnya, Bram berencana menemani Angelica di kamar ibunya karena gadis kecil itu ingin tidur bersama sang nenek. Namun, Laura tampaknya memahami situasinya dan justru menyuruh Bram untuk menemani Monica.Monica tersenyum lembut, tatapannya penuh kehangatan. "Aku ikut saja, sayang. Terserah kamu mau kapan, aku siap," jawabnya tulus. "Aku bahagia banget akhirnya Angelica mau menerima kehadiranku."Bram merasakan haru menyelimuti hatinya. Ia lalu meraih Monica ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih, sayang. Terima kasih juga karena sudah mau menerima pernyataan cinta dari seorang duda beranak satu," ucapnya dengan suara lembut.Monica tersenyum dan membalas pelukan itu. "Aku mencintaimu, Bram. Statusmu tidak pernah menjadi masalah untukku," bisiknya.Bram mengusap pelan punggung calon istrinya. "Tapi aku

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Janji sang Nenek

    Naura menghela napas panjang, matanya masih terlihat menerawang, seolah pikirannya belum bisa benar-benar menerima kenyataan yang baru saja terjadi. “Aku nggak pernah menyangka kalau Angelica bisa langsung menerima Monica sebagai calon Mama barunya,” ucapnya lirih, suaranya terdengar masih dipenuhi rasa haru.Saat ini, dia sudah berada di kamar bersama suaminya, Davin. Malam di London terasa lebih dingin dari biasanya, tetapi suasana hati Naura jauh lebih hangat setelah melihat kebahagiaan di wajah keponakannya tadi.Davin yang tengah bersandar di kepala ranjang ikut tersenyum, meskipun ada sedikit keterkejutan di matanya. “Iya, sayang. Aku juga tidak menyangka kalau Angelica secepat itu menerima kehadiran Monica. Aku pikir tadi, saat dia mencium foto Mamanya, dia tidak akan mau Mamanya digantikan oleh siapa pun.”Naura mengangguk pelan, memahami perasaan yang mungkin sempat berkecamuk di hati Angelica. Ia tahu betul seberapa besar gadis kecil itu mencintai sosok ibunya, meskipun tak

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meminta Restu

    Angelica masih sibuk menyapa teman-temannya satu per satu dengan wajah ceria. Senyumnya terus mengembang, mencerminkan kebahagiaan yang begitu tulus. Sesekali, ia tertawa kecil saat berbincang dengan sahabat-sahabatnya, menikmati momen berharga yang baru pertama kali diberikan oleh sang Papa. Sejak kecil, Angelica memang tidak pernah merasakan pesta ulang tahun sebesar ini, dan melihat banyak orang yang datang hanya untuknya membuat gadis kecil itu merasa begitu istimewa. Bram berdiri bersama ibunya, Laura, serta Monica, sekretarisnya yang selama ini selalu berada di sisinya, mendukung setiap langkahnya dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadinya. Tidak ada banyak orang di sekitar mereka, memberikan kesempatan bagi mereka bertiga untuk berbicara lebih leluasa tanpa ada yang mendengar.Laura menatap putranya dengan penuh arti sebelum akhirnya membuka suara, "Bram, kau benar-benar akan meminta izin pada Angelica untuk menikahi Monica?" Suaranya terdengar tenang, tapi ada sedikit kekh

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Birthday Angel

    Waktu terus berjalan, tanpa terasa minggu depan adalah jadwal kelahiran kedua anak Rania dan Edward. Perjalanan panjang yang mereka lalui bersama akhirnya membawa mereka ke titik ini—menanti hadirnya dua buah hati yang akan melengkapi keluarga kecil mereka.Sejak tiga bulan lalu, Rania telah resmi pindah ke Sun City, meninggalkan London untuk membangun kehidupan baru bersama Edward. Edward, yang sejak awal ingin memberikan kenyamanan terbaik bagi istrinya, sudah menyiapkan rumah mewah untuk Rania. Namun, meskipun Rania menerima rumah tersebut dengan penuh rasa syukur, menjelang persalinannya, dia lebih memilih tinggal di kediaman kedua orang tuanya. Bagi Rania, berada di dekat Mommy dan Daddy akan membuatnya lebih tenang.Bisnis butiknya yang kini berkembang pesat tetap berjalan dengan baik meskipun Rania sementara waktu harus istirahat dari dunia fashion. Dia mempercayakan pengelolaan butik itu kepada manajernya, tetapi setiap laporan tetap dikirimkan kepada William, asisten keper

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Butik

    Mereka baru saja turun dari mobil.Davin hanya bisa menghela napas panjang saat melihat Naura dengan cekatan mengambil black card miliknya, seolah kartu itu sudah menjadi milik pribadi istrinya. "Sayang, kamu kan udah punya kartu sendiri," protesnya, meski nada suaranya lebih terdengar seperti pasrah daripada keberatan.Naura hanya tersenyum manis, menggoyangkan kartu itu di depan wajah suaminya. "Tapi kan tetap saja uang suami adalah uang istri, sayang. Uang istri ya uang istri," sahutnya santai. "Apalagi aku mau belanjain anak-anak juga."Davin hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum. Dia tahu, pada akhirnya, apa pun yang ia miliki memang untuk istri dan anak-anaknya tercinta.Sementara itu, Angelica yang sedari tadi sibuk melihat-lihat koleksi sepatu mewah tiba-tiba menoleh pada pamannya. "Uncle, Angelica di-belanjain juga nggak?" tanyanya dengan mata berbinar.Davin menoleh ke arah gadis mungil itu, yang kini menatapnya dengan ekspresi menggemaskan. Wajah Angelica yang c

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Menang Taruhan

    Davin melangkah masuk ke ruang keluarga apartemen Edward dan Rania, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia baru saja tiba bersama Naura dan Angelica, membawa beberapa koper berisi makanan dan oleh-oleh untuk putri mereka. Belum sempat duduk, Edward sudah menyambutnya dengan senyum lebar.“Duduk dulu, Daddy,” ucap Edward sambil menunjuk sofa di hadapannya.Davin mendengus geli, menatap menantunya dengan ekspresi datar. “Geli kali aku dipanggil Daddy olehmu,” sahutnya, nada suaranya masih terasa tak bersahabat.Naura yang duduk di sampingnya hanya menghela napas, sementara Edward malah cengengesan. “Masak mau dipanggil Paman?” goda Edward.Naura ikut menimpali, “Lagian kamu ini, sayang. Memang sudah sepantasnya menantu memanggilmu dengan sebutan Daddy. Kenapa protes terus setiap sama Edward?”Davin menatap istrinya dengan alis terangkat. “Makin besar kepalanya Edward. Semua dibelain. Heran deh, sama kamu dan Mamaku. Doyan sekali membela laki-laki ini,” ujarnya bercanda.Edward hanya te

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kado Spesial

    Saat Rania dan Edward tiba di sebuah restoran, mereka bertemu dengan seseorang yang sudah lama tidak Rania jumpai."Hai, Andrew! Apa kabar?" sapa Rania dengan ramah, sambil mengulurkan tangan ke arah pria itu.Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh tangan Andrew, Edward dengan sigap menarik tangan istrinya, menjauhkannya dari jangkauan pria lain. Andrew, yang sudah hendak menyambut salam Rania, hanya bisa menarik tangannya kembali dengan ekspresi sedikit terkejut.Rania melirik suaminya dengan kesal. "Kamu apa-apaan sih?" tanyanya, tak habis pikir dengan tindakan Edward yang begitu protektif.Edward menatapnya tanpa rasa bersalah sedikit pun. "Aku nggak suka ada yang nyentuh-nyentuh istriku, meskipun hanya sekadar salaman," ucapnya tegas.Andrew tertawa kecil melihat sikap Edward yang begitu posesif. "Nggak apa-apa, Rania. Semua pria pasti punya pemikiran seperti suamimu ini. Wajar kalau dia nggak mau istrinya yang cantik dimiliki orang lain," ujarnya santai.Edward langsung meloto

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status