Share

Bab 173

Penulis: Atieckha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-17 18:53:58

Dinda mengetuk pintu ruangan dokter dengan hati yang berat. Setelah mendengar izin dari dalam, ia membuka pintu perlahan dan masuk. Di dalam ruangan, dr. Harun menyambutnya dengan senyum ramah, seperti biasa.

“Permisi, dok.”

“Selamat pagi, Ibu Dinda. Silakan duduk,” ujar dr. Harun sambil menunjuk kursi di depan mejanya.

Dinda mengangguk pelan dan duduk dengan hati-hati. “Selamat pagi juga, Dokter. Saya dihubungi pihak rumah sakit, katanya dokter ingin bertemu keluarga pasien. Saya juga ingin mendengar kabar terbaru tentang kondisi suami saya, Dimas.”

Dr. Harun membuka berkas di mejanya dan memeriksa laporan medis terbaru. Setelah beberapa saat, ia menatap Dinda dengan serius namun tetap lembut.

“Baik, Bu Dinda, langsung saja ya. Kami sudah melakukan pemeriksaan lanjutan terkait patah tulang yang dialami oleh Pak Dimas. Hasilnya menunjukkan bahwa kerusakan pada tulangnya lebih parah dari yang kami duga sebelumnya.”

Dinda menelan ludah. “Seberapa parah, Dok?”

“Pak Dimas membutuhkan set
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 174

    Bram mendorong pelan tubuh Dinda, dan keduanya segera merapikan penampilannya kembali. Suara Davin semakin dekat, membuat Dinda jadi gugup dan menyesal datang ke kantor Bram.“Nanti kita lanjutkan di rumah,” bisik Bram.CeklekDavin dan Dinda sama terkejutnya, lalu mengarahkan pandangan pada saudara lelakinya, “apa aku ganggu?” tanya Davin dengan wajah menyebalkan. Melihat pasangan ini panik tentu Davin tahu yang terjadi.“Sialan,” umpat Bram.Davin terkekeh, lalu duduk di sofa. Bram menyusul.“Sa–saya pulang dulu, pak,” pamit Dinda merasa tak enak hati dengan Davin.“Tunggu dulu, saya cuma sebentar kok. Nanti lanjutkan lagi,” Davin menggoda membuat rona merah di pipi Dinda tak bisa disembunyikan.PlakBram memukul lengan sang adik dengan map di tangannya. Wajah panik Bram membuat Davin tergelak. Beberapa saat dia terpana melihat keakraban Davin dan Bram. Davin, jauh dari apa yang dia dengar selama ini tentang pimpinan Abimanyu Group.Davin bicara sebentar dengan kakaknya, memberikan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 175

    Sementara itu, Bram kembali berbicara fokus dengan Dinda.“Dia menghabiskan biaya Rp300 juta untuk biaya operasinya?” tanya Bram.“Benar, baby. Aku sudah bicara dengan dokter. Kalau misalnya tidak dioperasi, berarti dia akan mengalami kelumpuhan. Aku tidak mau repot dan disalahkan oleh keluarganya. Jadi, kumohon tolong segera bantu aku agar bisa terlepas dari orang itu tanpa harus menyakiti keluargaku. Aku yakin, Papa tidak bersalah atas meninggalnya rekan kerjanya dulu,” ucap Dinda.Dinda sudah menceritakan semuanya secara detail pada Bram. Tak ada satu pun yang ia tutup-tutupi dari pria tersebut, karena dia sangat yakin papanya tidak bersalah.“Aku sedang berusaha, kamu tenang saja,” jawab Bram tanpa keraguan sedikit pun. “Jadi, kamu melihatnya sedang berciuman dengan Herman?” tanyanya lagi pada Dinda.“Benar. Aku sangat jijik. Sebetulnya, dari dulu aku sudah curiga. Dia tidak mau menyentuhku, pasti karena dia seorang gay, dan ternyata benar, dia penyuka sesama jenis. Sangat menjiji

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 176

    Sore harinya selepas bekerja, Bram memilih mampir ke rumah Davin. Dia memang tidak akan makan malam di rumah itu, tapi dia hanya ingin bercengkrama sebentar bersama kedua keponakannya. Karena bagi Bram bertemu si kembar adalah hal wajib yang tidak boleh ia lewatkan.“Kenapa Uncle Blam tidak makan di sini? Kenapa bulu-bulu banget pulangnya? Bibi udah masak banyak loh, ada ayam top up juga,” kata Raka.“Ayam Pop, oiiii!” teriak Bram.“Ah libet, pokoknya itu.”Laura bergabung duduk di ruang tamu, “Uncle Bram mau makan malam berdua sama pacarnya,” bisik Laura di samping telinga Raka. Rania yang tak mendengar jadi penasaran dibuatnya, “apa kata nenek?” bisiknya pada Raka.Raka menarik kepala saudara kembarnya, lalu berbisik, “kata nenek Uncle Blam tak punya pacal.”Laura dan Bram terkekeh, yang sampai ke telinga Rania jadi beda dengan yang dia ucapkan.“Dasar budek!” Bram menarik hidung mancung Raka.“Aduuuuh …. Aduuuuuuh, sakit Blam.”Bram semakin keras menariknya, Rania menggigit tangan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 177

    “Sakiiiit,” rintih Dinda.“Belum juga masuk,” jawab Bram, “jadi mau coba, atau gaya lain aja?” tanya Bram lagi.Dinda mengangguk, “jadi, penasaran banget di film itu kok enak banget kayaknya. Tapi kok sakit gini,” lirih Dinda.“Namanya juga baru pertama kali, beb. Lanjut ya, aku juga mau tahu rasanya. Ini udah pake pelicin kok,” ucap Bram membujuk.Kembali Dinda mengangguk karena dia juga penasaran rasanya seperti apa. Bram kembali menuangkan cairan seperti minyak, di bagian intimnya dan lubang sempit itu. Dia kembali berjuang untuk untuk bisa menerobos masuk, dan setelah beberapa kali coba, Dinda menjerit. Bram menghentikan gerakannya menunggu Dinda tenang dulu. “Apa seperti ini juga rasanya, mereka yang main pedang-pedangan?” Dinda bertanya di tengah rintihannya.“Mungkin, bahkan aku juga baru mencobanya denganmu. Kita mulai lagi ya beb,” bujuk Bram dengan lembut.Dinda kembali mengangguk, sakitnya sama persis saat keperawanannya direnggut oleh Bram. Semakin lama Bram bergerak m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 178

    “Apa kamu, menginginkan lagi?” tanya Dinda manja. “Aku tak pernah puas main hanya sekali denganmu. Tubuhmu sangat menggairahkan,” jawab Bram. Pria itu sudah mencium leher Dinda. Desahan pelan sengaja Dinda ucapkan tepat di samping telinga Bram. Hingga pria itu mengeram nikmat. Dinda duduk berhadap-hadapan dengan Bram. Membuka kancing piyamanya, agar Bram bisa mencium dan memberi tanda kepemilikan di dadanya. “Aku suka kamu yang hot seperti, baby,” bisik Bram pelan.“Asal aku dapat upah tiap malam, maka apapun akan aku lakukan untuk membuatmu puas,” balas Dinda penuh hasrat.*Jam makan siang tiba. Davin menghampiri meja kerja Naura dengan senyum lebar di wajahnya. “Sayang, waktunya makan siang. Ayo, kita pergi sekarang.”Naura, yang tengah sibuk memeriksa beberapa dokumen, mendongak sambil tersenyum kecil. “Ke mana? Kamu sudah pesan makanan di luar?”Davin mengangguk sambil meraih tas tangan Naura yang tergeletak di meja. “Restoran favorit kita. Aku ada hadiah kecil untukmu.”“Untu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 179

    “Kenapa, sayang?” tanya Davin.Sang istri terus menoleh ke belakang, lalu fokus ke depan, ke belakang lagi, terus begitu. Seperti ada yang sedang dipikirkan oleh Naura.“Hey, kenapa, sayang?” tanya Davin lembut, sambil menyentuh tangan istrinya.“A–aku seperti melihat Aldo,” ucapnya.Davin berdecak kesal.“Jangan menyebutnya di depanku, sayang,” jawab pria itu cemburu.“Tapi aku beneran melihat dia membuntuti kita, sayang. Aku yakin itu, dia,” ujar Naura.Davin menepikan mobilnya, lalu mobil yang dicurigai Naura dikendarai Aldo melaju lurus.“Mana, sayang?” tanya Davin.“I–itu mobilnya. Aku melihatnya masuk ke mobil putih itu,” jawabnya seperti yang dia lihat.Naura hanya takut kalau Aldo datang untuk mengacaukan hidup mereka lagi. Naura yakin dia dendam pada Davin, apalagi kalau sampai dia tahu soal pernikahannya dengan Davin, tanpa melihat perjuangannya melewati ujian berat.“Dengar, sayang. Aldo atau siapapun tak akan pernah bisa menyentuh kita. Aku pastikan itu kok, jadi kamu jang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 180

    “Kita mulai acaranya, setuju?” tanya MC pada semua orang yang hadir di sana.“Setuju,” jawab semua.Davin berdiri dengan penuh wibawa di atas podium. Dengan mikrofon di tangan, ia tampak percaya diri, sementara sorotan lampu panggung memusatkan perhatian semua orang padanya. Naura, yang berdiri anggun di sampingnya, menatap suaminya dengan senyuman penuh kebanggaan. Di antara mereka, Rania dan Raka berdiri dengan percaya diri, melambaikan tangan kecil mereka kepada para tamu undangan yang memberi tepuk tangan meriah.“Silakan, Pak Davin, untuk sepatah dua patah kata agar sah si kembar resmi go publik,” ujar salah satu MC dengan senyuman lebar, mengundang sorakan kecil dari audiens.Davin mengambil mikrofon dan membuka pidatonya dengan suara tegas namun hangat, “Selamat malam.”“Selamat malam, Pak Davin!” suara para tamu serentak menjawab, menciptakan suasana hangat dalam ruangan.Davin melanjutkan, “Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk datang hari ini, ke acara ulang tahun ked

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 181

    Nyanyian selamat ulang tahun yang menggema di ballroom hotel tersebut, masih terngiang-ngiang dalam benar kedua anak kembar itu. Tidak ada hal yang paling menyenangkan daripada hari ini bagi si kembar, mereka merayakan hari ulang tahun besar-besaran dan dihadiri oleh banyak tamu undangan tanda. Dan yang paling penting bagi keduanya adalah begitu banyak kado yang tertata dengan rapi hingga membuat keduanya sangat takjub dan cepat-cepat ingin pulang agar bisa segera membuka kado tersebut. Sang nenek, Bram, dan keempat pengasuh mereka sudah memberikan kado spesial. Kedua orang tuanya pun memberikan satu box untuk masing-masing berukuran besar yang akan dibuka oleh mereka besok pagi di rumah. Meski keberatan namun mereka tidak bisa membantah permintaan kedua orang tuanya untuk tidak membuka kado di tempat ini. Rasanya mereka sudah tidak sabar ingin segera pulang dan mengakhiri pesta malam ini.“Selamat ulang tahun, doa terbaik buat Raka dan Rania,” ucap Dinda, memberi selamat pada Twin

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20

Bab terbaru

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Permintaan Tak Masuk Akal

    Laura dan Penelope melangkah masuk ke dalam supermarket yang cukup besar, hanya beberapa blok dari rumah sementara keluarga Abimanyu. Udara dingin dari pendingin ruangan langsung menyambut mereka, memberikan kesegaran setelah berjalan di bawah terik matahari."Kita beli apa saja, Tante?" tanya Penelope dengan senyum ramah. Wajahnya tampak antusias, seolah benar-benar ingin belajar memasak.Laura melirik daftar belanja yang telah ia buat sebelum berangkat. "Tante akan memasak beberapa menu spesial hari ini. Kita butuh daging sapi, ayam, beberapa jenis sayuran, dan tentu saja bumbu-bumbu dapur," jawabnya sembari mendorong troli.Penelope mengangguk sambil menyesuaikan langkahnya dengan Laura. Dalam hati, ia tersenyum penuh kemenangan. Kesempatan ini adalah jalan terbaik untuk lebih dekat dengan keluarga Davin. Jika ia bisa mengambil hati Laura, maka ia akan punya alasan untuk datang kapan saja ke rumah mereka.Mereka mulai berkeliling supermarket, memilih bahan-bahan dengan teliti. Lau

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tamu Tak Diundang

    Davin membawa keluarganya ke sebuah butik eksklusif yang menyediakan berbagai koleksi pakaian anak-anak. Sejak awal memasuki butik, Raka dan Rania terlihat sangat bersemangat, mata mereka berbinar melihat berbagai pilihan pakaian yang tersusun rapi."Wow, Daddy, lihat! Bajunya bagus-bagus banget! Ini keluaran terbaru deh, Nia belum punya!" seru Rania sambil menunjuk salah satu dress berwarna pastel dengan aksen renda yang elegan.Raka yang berdiri di sampingnya juga tak kalah antusias. "Daddy, Aka mau yang ini!" katanya sambil menarik tangan Davin ke arah sebuah jaket keren yang dipajang di etalase.Davin tersenyum, mengusap kepala keduanya dengan penuh kasih sayang. "Tentu saja, Sayang. Tapi kita harus pilih yang cocok untuk kalian berdua. Meskipun kalian berbeda jenis kelamin, Daddy tetap ingin kalian punya baju yang serasi. Bagaimana kalau kita cari couple outfit?""Keren! Raka mau baju kembaran sama Rania!" sahut Raka penuh semangat.Naura yang berdiri di samping Davin tertawa kec

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Semesta Berpihak Padaku

    "Penelope!" balas Laura, memanggil wanita yang menyapanya.Tampak Penelope melangkah mendekati Laura yang sedang duduk di salah satu meja di restoran cepat saji tersebut. Wajahnya terlihat sumringah, senyum lebarnya menghangatkan suasana. Begitu sampai di hadapan Laura, mereka langsung berpelukan erat, seolah-olah melepas rindu yang sudah lama tertahan.Sementara itu, Naura dan Davin yang duduk di sisi lain meja hanya bisa saling berpandangan. Keduanya sama sekali tak menyangka bahwa Laura mengenal Penelope. Naura terutama, masih mengingat dengan jelas bagaimana pertemuan pertamanya dengan wanita itu yang terkesan meremehkannya."Kamu apa kabar, sayang? Makin cantik aja," ucap Laura dengan nada akrab, menyapa anak dari sahabatnya tersebut."Baik, Tante. Tante sendiri gimana? Tante awet muda banget, loh!" balas Penelope dengan nada ceria, matanya berbinar menatap Laura. "Kalau nggak salah, kita bertemu sekitar sepuluh tahun yang lalu ya, Tan? Untung saja Penelope mampir ke restoran ini

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Salah Sangka

    Fernando terus menatap ke arah Bram dan Davin yang saat ini sedang berbicara dengan Bruno, pemilik tempat hiburan malam tersebut yang juga merupakan teman baik Fernando. Dari sudut ruangan, Fernando memperhatikan dengan saksama, memperkirakan apa yang sebenarnya mereka bicarakan."Aku tak menyangka mereka suka juga ke tempat yang seperti ini. Aku pikir Davin benar-benar lelaki terbaik. Ternyata semua lelaki sama saja, mana betah kami hanya dengan satu pasangan," ucapnya pada diri sendiri, mendesah pelan sambil mengamati mereka dari kejauhan.Fernando menyandarkan tubuhnya ke kursi, mengaduk minuman di tangannya dengan gerakan lambat. Matanya tidak lepas dari mereka bertiga, terutama Davin. Ada sedikit perasaan tidak percaya dalam benaknya. Selama ini, Davin dikenal sebagai pria yang setia dan tidak tertarik dengan tempat hiburan. Namun, kenyataan di depan matanya menunjukkan sesuatu yang berbeda.Sementara itu, di sudut tempat hiburan tersebut, Davin dan Bram sedang berbicara serius

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bergerak Normal

    "Apa semuanya sudah sesuai dengan yang kamu rencanakan?" tanya Penelope pada Fernando, sambil meliriknya dari sofa mewah berlapis beludru merah yang sedang didudukinya.Tangannya yang ramping menggenggam gelas anggur, menggoyangkan cairan merah di dalamnya dengan gerakan anggun. Cahaya lampu kristal di ruang tamunya yang luas memantulkan kilauan di permukaan gelas, menciptakan bayangan berkilau di meja kaca di depannya.Fernando berdiri tegap di dekat rak buku yang dipenuhi koleksi bacaan mahal dan beberapa lukisan klasik yang sengaja dipajang sebagai simbol kemewahan. Mata pria itu menatap tajam pada atasannya, memastikan tidak ada keraguan dalam Suaranya saat ia menjawab."Sudah, Bu. Anda tenang saja, semuanya sudah saya atur," jawab Fernando tanpa ragu sedikit pun.Penelope menyandarkan tubuhnya, menyilangkan kakinya dengan gerakan lambat dan sensual. Senyuman tipis tersungging di bibir merahnya yang sempurna. Dia menikmati permainan ini, sebuah permainan yang dirancangnya sendiri

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meyakinkan sang Istri

    "Kamu kenapa, Sayang? Masih khawatir aku ketemu dengan Penelope? Makanya ayo ikut," ajak Davin saat wajah istrinya terlihat sendu, menatapnya yang sedang bersiap pergi untuk penandatanganan proyek besar Abimanyu Group di kota ini.Naura menggeleng. Untuk datang? Tentu dia tidak mungkin punya mental yang kuat, apalagi setelah Penelope menatapnya dengan tatapan seakan mengejek kondisinya yang seperti ini. Naura menjadi insecure."Nggak apa-apa kok," jawabnya, tapi sorot matanya tentu tidak membuat Davin percaya begitu saja pada sang istri.Pria itu mendekati Naura, lalu berjongkok di depan kursi roda sang istri. Dengan lembut, ia mengecup punggung tangan wanita yang sangat dia cintai. Bahkan, rasa cintanya sejak dulu hingga kini tidak berubah sama sekali."Aku tahu, di luar sana banyak sekali perempuan jahat. Tapi tidak semua laki-laki menyambut dengan baik wanita yang seperti itu. Laki-laki yang baik akan memilih perempuan yang baik pula. Laki-laki yang tidak baik mungkin akan tergoda

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Strategi

    "Kenapa sih, Mama nggak pernah berubah? Semua keputusan harus kemauan Mama! Kenapa seperti ini? Kalau memang Bram tidak mau menikah lagi, ya sudah, Bram nggak akan menikah!"Bram menatap sang Mama dengan rahang mengeras. Hatinya semakin sesak karena merasa tidak pernah diberi kebebasan menentukan hidupnya sendiri."Bram janji, Angelica tidak akan pernah kekurangan kasih sayang. Lagian, Lidya masih jadi pengasuhnya. Nanti, lama-lama Angelica juga akan tahu kalau Lidya itu hanya seorang pengasuh, hanya seorang ibu susu, bukan ibu kandungnya. Bram nggak mau ada orang yang menggantikan posisi Dinda di hati Angelica dan di hati Bram."Bram menghela napas berat. Matanya yang tajam menatap Laura dengan sorot penuh keteguhan."Sekarang terserah Mama. Yang jelas, sekuat apa pun Mama membujuk Bram untuk menikah lagi dan mencarikan jodoh, itu tidak akan pernah terjadi! Bram tidak ingin menikah lagi!" ucapnya tegas.Hening sejenak. Laura masih ingin membantah, tetapi Bram tidak memberinya kesempa

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Jodoh dari Mama

    Bram melangkah santai menuju ruang keluarga Davin. Begitu sampai, ia mendapati kedua keponakannya, Raka dan Rania, tengah duduk di meja belajar kecil mereka. Buku-buku terbuka di hadapan mereka, sementara pensil warna-warni berserakan di atas meja. Sesekali, mereka tampak berdiskusi satu sama lain, wajah mereka serius, tetapi tetap menggemaskan di mata Bram.Senyuman kecil terukir di wajah pria itu. Meskipun jauh dari rumah mereka yang sebenarnya, Raka dan Rania tetap terlihat bahagia. Bram bangga melihat mereka tumbuh menjadi anak-anak yang mandiri dan ceria.Tanpa menunggu lebih lama, ia pun berjalan mendekat, lalu menjatuhkan diri di sofa dekat mereka. "Lagi sibuk apa nih, dua anak pintar Uncle?" tanyanya dengan nada hangat.Rania menoleh lebih dulu, lalu tersenyum lebar. "Lagi ngerjain PR, Uncle!" jawabnya bersemangat."Iya, PR Matematika," tambah Raka, mengangguk antusias.Bram mengangguk-angguk paham. "Wah, Matematika ya? Dulu waktu Uncle seumuran kalian, Matematika itu pelajar

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tak Akan Terganti

    Davin tiba di rumahnya bersama Bram. Begitu memasuki rumah, aroma khas kayu dan wewangian lembut yang selalu digunakan Naura menyambutnya. Rumah itu terasa hangat, tetapi juga sunyi, seakan ada sesuatu yang kurang.Tatapannya langsung tertuju ke ruang keluarga, tempat Raka dan Rania duduk bersisian di meja belajar kecil mereka. Kedua buah hatinya tampak serius mencoret-coret buku mereka, sesekali berdiskusi dengan suara pelan. Biasanya, di antara mereka ada Naura yang menemani—memberikan bimbingan atau sekadar duduk sambil membaca buku. Tapi kali ini, Naura tidak ada di sana."Loh, Mommy di mana, sayang?" tanya Davin, suaranya penuh keheranan.Rania dan Raka sontak menoleh ke arah sang ayah. Mereka saling berpandangan sebelum akhirnya menjawab dengan kompak. "Di kamar, Daddy."Davin mengernyit. "Kok tumben nggak nemenin kalian belajar? Apa Mommy sakit?" tanyanya lagi, kekhawatiran mulai muncul di benaknya.Sambil menunggu jawaban dari anak-anaknya, ia melambaikan tangan pada pengasuh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status