Ibu menatapku dalam diam, matanya sendu, namun tatapannya dingin. Harapanku mendadak runtuh ketika dia hanya menarik napas panjang, seolah sedang memutuskan sesuatu dalam pikirannya. Akhirnya, dengan suara pelan namun tajam, Ibu berkata, "Rania, kamu tahu kan keluarga kita ini sudah cukup susah. Kamu tinggal dengan suamimu, jangan pulang dengan keluhan yang hanya bikin susah keluarga sendiri."Aku terpaku. Rasanya seolah ada yang menusuk jauh ke dalam dada. Seketika semua kekuatan yang kupunya lenyap. Ibu, orang yang kupikir akan berdiri di sisiku, justru mengabaikan luka yang selama ini kusembunyikan."Ibu, apakah Ibu tidak melihat apa yang sudah aku lalui selama ini? Aku sudah bertahan… terlalu lama." Suaraku hampir tenggelam, bergetar menahan perasaan yang terus menggelegak di dalam hati."Ibu paham, Rania… Tapi bagaimanapun, pernikahan itu harus dijalani, bukan malah dihindari. Danu suami yang baik, mungkin kamu saja yang terlalu cepat merasa lelah," jawabnya tanpa keraguan, seol
Baca selengkapnya