All Chapters of Membawa Pergi Benih Calon Pewaris sang Presdir: Chapter 31 - Chapter 40

63 Chapters

Bab 31. Kejelasan yang Tertunda

Gita berdiri di depan pintu rumah Rima, menahan napas sejenak sebelum menekan bel. Di tangannya, amplop berisi uang yang Adrian berikan secara diam-diam melalui pekerjaannya di kantor Hardi. Kali ini, ia berniat mengakhiri segala hal yang tidak jelas dalam hidupnya.Tak lama, pintu terbuka dan Adrian muncul. Tatapannya tampak terkejut melihat kehadiran Gita."Gita…," ucap Adrian pelan, seolah mencoba menebak maksud kedatangannya.Gita langsung mengulurkan amplop itu ke arah Adrian. "Ini. Uang yang kamu sisipkan lewat Hardi. Aku nggak perlu belas kasihan, Adrian," ucapnya dengan nada dingin namun tegas.Adrian tampak bingung, tak langsung menerima amplop itu. "Gita, itu bukan belas kasihan. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."Gita menarik napas panjang, menatap Adrian dengan mata yang penuh kekecewaan. "Aku datang ke sini untuk memperjelas semuanya. Sebenarnya, apa yang kamu inginkan? Dulu, kamu nggak pernah benar-benar menghargai kehadiranku. Tapi sekarang, saat aku ingin
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more

Bab 32. Bukan Anak Adrian

Gita menatap Adrian dan Rima dengan tatapan penuh kekecewaan.. Nafasnya memburu, dan tanpa ragu lagi, ia berkata dengan suara tegas, “Ya, benar. Anak ini memang bukan anak Adrian.”Ucapan itu bagaikan petir yang menghentak. Adrian terdiam, wajahnya berubah pucat, sementara Rima tersenyum tipis dengan ekspresi penuh kemenangan. Gita tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk membuat mereka memahami betapa ia ingin melepaskan diri dari semua ini. Gita melanjutkan, “Sekarang, ini sudah cukup jadi alasan buat kamu lepasin aku, kan?” Ia menatap Adrian sejenak, lalu berbalik menuju pintu, mengabaikan segala reaksi di belakangnya.“Gita, tunggu!” Adrian berusaha mengejar dan menahan tangan Gita, namun Gita menghempaskan tangannya dengan keras, menatapnya penuh ketegasan. “Biarkan aku pergi,” ucapnya dengan dingin, lalu melangkah keluar tanpa menoleh lagi.Rima mendekati Adrian dengan senyum penuh kepuasan. “Biarkan saja dia pergi. Perempuan seperti itu memang tidak pantas ada di keluarg
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more

Bab 33. Pilihan Sulit

Adrian duduk di kursi tunggu rumah sakit, tangannya terlipat erat di depan wajahnya yang lelah. Di sebelahnya, Luna dengan tenang menunggu, sesekali menatap Adrian dengan pandangan penuh perhatian. “Adrian,” ucap Luna lembut, memecah keheningan. “Aku tahu ini berat untukmu. Tante Rima pasti akan baik-baik saja. Tapi kamu tahu kan, kesehatan beliau sangat rentan?” Adrian hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa, pikirannya masih berputar-putar, mencoba mencerna semua yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir. Luna mendekat sedikit, menyentuh lengannya. “Kamu nggak bisa terus mempertahankan konflik ini. Tante Rima… dia sangat peduli sama kamu. Selama ini, dia hanya ingin yang terbaik untuk kamu,” ucapnya. “Kalau aku di posisimu, aku akan mempertimbangkan permintaan dan perasaan seorang ibu yang sudah berkorban banyak.” Adrian menghela napas, bingung. Kata-kata Luna menyusup ke dalam pikirannya, membuatnya semakin bimbang. “Aku tahu mama ingin yang terbaik, tapi… apa aku harus men
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more

Bab 34. Kunjungan Tak Terduga

Suatu malam, Gita dikejutkan oleh ketukan di pintu kontrakannya. Ia membuka pintu sedikit dan mendapati sosok Naufal berdiri di sana, tampak cemas. Merasa khawatir tetangga akan melihat dan menciptakan gosip baru, Gita buru-buru menarik Naufal masuk dan menutup pintu dengan hati-hati.“Kenapa kamu datang malam-malam begini?” tanya Gita. Naufal menghela napas dan berkata, “Nomor kamu nggak aktif beberapa hari ini. Aku… khawatir. Jadi aku putuskan untuk datang langsung dan memastikan kamu baik-baik saja.”Gita tersenyum kecil, berusaha menenangkan. “Aku cuma butuh waktu dan ketenangan buat diriku sendiri, Naufal. Jadi aku matikan ponsel sementara.”Naufal mengangguk, tapi tatapannya tetap penuh perhatian, memperhatikan raut wajah Gita yang terlihat lelah dan penuh beban. “Apa… ini soal Adrian lagi?” tanyanya perlahan, mencoba menggali tanpa memaksa.Gita terdiam sejenak, kemudian mengangguk lemah. “Aku nggak kerja lagi,” katanya, nadanya datar namun ada kesedihan di baliknya.Naufal me
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

Bab 35. Dukungan Naufal

Gita baru saja selesai berbelanja di pasar, kedua tangannya penuh dengan kantong belanjaan yang sedikit membuatnya kewalahan. Ia berjalan perlahan, sesekali berhenti untuk memperbaiki posisi kantong di tangannya agar lebih nyaman dibawa.Namun, tiba-tiba, sebagian belanjaannya terasa lebih ringan. Gita menoleh, kaget, dan mendapati Naufal berdiri di belakangnya dengan senyum lebar sambil memegang sebagian kantong belanjaannya.“Naufal!” seru Gita, merasa lega. “Kok kamu ada di sini?”Naufal mengangkat bahu sambil tersenyum. “Kebetulan lewat. Nggak nyangka ketemu kamu di sini,” ujarnya santai.Gita tersenyum, mengucapkan terima kasih sambil melanjutkan langkah mereka bersama. “Makasih banyak, ya. Kalau tahu ada kamu, aku pasti bawa lebih banyak,” ujarnya bercanda, membuat Naufal tertawa.Mereka berbincang ringan sepanjang jalan, dan Naufal sesekali memperhatikan kantong belanjaan Gita yang berisi bahan-bahan untuk berjualan. “Jadi, kamu benar-benar akan mulai jualan di rumah?” tanyanya
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

Bab 36. Mengawasinya Diam Diam

Di sebuah sudut gelap dekat kontrakan Gita, seorang pria berpakaian serba hitam dengan topi menutupi sebagian wajahnya berdiri diam. Pandangannya terfokus pada kontrakan sederhana itu, memperhatikan setiap pergerakan di sekitar dengan teliti. Sesekali, ia mengawasi interaksi antara Gita dan Naufal yang tampak akrab.Setelah beberapa saat, pria itu merogoh ponselnya, menekan nomor Adrian, dan menunggu sambungan terhubung. Di seberang sana, Adrian menjawab telepon dengan suara rendah, tampak santai di balik meja kerjanya sambil menikmati minuman di tangannya.“Pak Adrian,” suara pria itu terdengar tenang, “saya hanya ingin melaporkan bahwa barusan ada seorang pria datang mengantar Bu Gita pulang dan masuk ke kontrakannya. Mereka terlihat cukup dekat.”Adrian terdiam mendengar laporan tersebut, hatinya tiba-tiba dipenuhi dengan berbagai emosi—cemburu, kesal, dan khawatir. Perasaan itu membuncah seketika, mendominasi pikirannya. Ia meremas gelas minumnya sedikit lebih kuat, cemburu meliha
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 37. Bicara dari Hati ke Hati

Adrian keluar dari mobilnya dan segera memberi instruksi kepada Joko, “Pulang saja, Jok. Saya nggak tahu sampai kapan di sini, nggak perlu nunggu.”Joko mengangguk tanpa banyak bertanya, memahami bahwa Adrian ingin menangani urusannya sendiri. Dengan cepat, Joko menjalankan mobilnya, meninggalkan Adrian yang berdiri sendirian di depan kontrakan Gita.Adrian berjalan dengan langkah mantap menuju pintu kontrakan. Sesampainya di depan, ia mengetuk pintu. Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan di hadapannya berdiri Gita dengan ekspresi terkejut. “Dari mana kamu tahu aku tinggal di sini?” tanyanya heran, suaranya nyaris berbisik, seolah tak ingin didengar tetangga.Adrian menatap Gita dengan tatapan datar namun penuh ketegasan. “Apa salahnya seorang suami tahu di mana istrinya tinggal?”Gita menahan diri, memandang Adrian dengan ekspresi tak terbaca. Keduanya terdiam, suasana di antara mereka berubah tegang, masing-masing menunggu siapa yang akan bicara lebih dulu.Setelah beberapa saat, A
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 38. Telur Dadar Spesial

Adrian terbangun di atas ranjang kecil di kontrakan Gita, tubuhnya terasa pegal, tapi kehangatan di sisinya membuat semua itu seolah tak berarti. Ia menatap wajah Gita yang tertidur lelap dalam pelukannya, wajah yang terlihat damai, kontras dengan ketegangan yang mereka alami sebelumnya. Semua kata-kata tajam, semua luapan emosi malam itu terasa tak lagi memiliki makna. Kini yang tersisa hanyalah keheningan yang hangat, seakan masing-masing telah melepaskan beban yang selama ini mereka pikul sendirian.Adrian perlahan mengecup puncak kepala Gita, berharap tak membangunkannya, tapi gerakan kecil itu membuat Gita perlahan membuka mata. Ia menatap Adrian dengan tatapan yang jujur, tanpa dinding yang biasanya ia bangun di antara mereka.“Pagi…” bisik Adrian, suara yang lembut dan penuh kehangatan.Gita tersenyum kecil, lalu mengangguk pelan, “Pagi,” ucap Gita dengan suara lirih. Keduanya terdiam, tenggelam dalam keheningan yang berbeda dari sebelumnya. Gita yang dulu merasa jenuh dan lel
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Bab 39. Kesempatan Kedua

Setelah sarapan sederhana mereka selesai, Gita menatap Adrian sambil mengusap sisa remah di sudut meja. "Kamu nggak berangkat ke kantor?" tanyanya penasaran.Adrian tersenyum sambil memiringkan kepala, menjawab dengan nada bercanda, “Kamu ngusir aku?”Gita tertawa kecil, menggeleng sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Bukan gitu. Cuma... nggak biasanya kamu begitu santai.”Adrian mengangkat bahu, duduk kembali dan menatap Gita. “Mungkin, aku baru sadar kalau banyak yang selama ini terlewat,” ucapnya sambil tersenyum lembut.Keduanya terdiam sejenak, tenggelam dalam suasana nyaman yang jarang mereka rasakan belakangan ini. Adrian akhirnya berdiri, melangkah ke arah Gita yang masih duduk, lalu memeluknya dari belakang dengan lembut, menyandarkan dagunya di pundak Gita.“Kamu tahu?” bisiknya, suaranya terdengar hangat namun sarat dengan penyesalan. “Banyak yang aku pelajari sejak kamu pergi. Aku baru sadar betapa banyak waktu yang aku habiskan untuk hal-hal yang ternyata nggak sebandi
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Bab 40. Keputusan Adrian

Setelah pulang untuk bersiap sebelum ke kantor, Adrian melintas ruang makan. Di sana, Rima sudah duduk, menikmati sarapannya. Adrian hendak langsung menuju kamarnya, tetapi suara Rima memanggilnya.“Duduklah sebentar, Adrian. Mama mau bicara,” ujar Rima. Adrian duduk di depan ibunya, memulai sarapan dengan perasaan yang sudah menduga-duga arah pembicaraan ini. Rima menatapnya, lalu bertanya dengan nada penuh curiga, “Kemana saja semalam? Kamu tidak pulang.”Adrian menjawab dengan nada datar namun tegas, “Aku menginap di tempat Gita, Ma.”Rima terdiam, meski ekspresi ketidaksukaannya terlihat jelas. Adrian meneruskan, seolah ingin menegaskan posisinya, “Gita sedang hamil. Aku tidak ingin bercerai, Ma.”Rima berusaha menahan marahnya, tetapi emosinya perlahan terungkap, “Hamil? Anak siapa? Bagaimana kamu yakin itu anakmu, Adrian?” Adrian berhenti sejenak, menatap ibunya dengan tegas. “Ma, tolong jangan buat tuduhan seperti itu,” katanya, tetap mencoba mempertahankan ketenangan. Namu
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status