Malam itu, setelah mengumpulkan semua informasi, aku dan Aldo memutuskan untuk kembali ke Gudang TG. Kami membawa senter, kamera, dan sebuah perekam suara—berjaga-jaga kalau ada sesuatu yang perlu diabadikan. Ketika sampai di dekat gudang, suasana begitu sunyi, hanya terdengar suara angin yang membawa aroma logam dari bangunan tua itu. Kami memarkir mobil agak jauh, lalu berjalan perlahan menuju gedung. Cahaya bulan menerangi sebagian besar area, tapi ada beberapa sudut yang gelap pekat. Aku melirik Aldo, yang tampak tegang namun penuh tekad. “Pintu samping itu,” bisikku, menunjuk ke arah pintu kecil yang tampak tidak terkunci. Kami mendekat, memastikan tidak ada yang mengawasi. Ketika pintu dibuka, suara engsel yang berdecit membuat kami berdua refleks berhenti sejenak. Setelah yakin tidak ada respons, kami masuk ke dalam. Gudang itu lebih besar daripada yang kami duga. Rak-rak tua masih berdiri, meskipun kosong dan berdeb
Read more