All Chapters of Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin : Chapter 41 - Chapter 50

74 Chapters

Pelarian Yang Kesekian kalinya

Kabut pagi mulai menipis saat kami melangkah lebih jauh ke dalam hutan. Setiap langkah terasa berat, bukan hanya karena medan yang sulit, tetapi juga tekanan yang terus membayangi. Kami tahu waktu kami semakin sempit. Suara kendaraan tadi bukan sekadar peringatan; itu adalah bukti bahwa mereka mendekat. "Kita tidak bisa terus seperti ini," gumamku, berusaha mengatur napas. "Mereka pasti punya cara untuk melacak kita." Aldo menoleh sejenak, matanya tajam meski wajahnya tampak kelelahan. "Itu sebabnya kita harus bergerak cepat. Kalau kita berhenti terlalu lama, mereka akan mengepung kita." Kami berjalan lagi, menyusuri jalur sempit di antara pepohonan. Udara dingin menusuk kulit, tetapi aku hampir tidak merasakannya. Aku hanya bisa memikirkan satu hal: bagaimana caranya mengakhiri semua ini. Aku tahu flash drive itu penting, tetapi rasa takut selalu menahan langkahku. Setelah beberapa jam berjalan, kami tiba di sebuah gubuk t
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Pelarian yang Mendebarkan

Cahaya lampu kendaraan menyapu bagian luar bangunan, menciptakan bayangan panjang yang bergerak di dinding. Suara pintu kendaraan dibuka disertai langkah kaki cepat semakin mendekat. Aldo melirik Reza dengan tajam. "Kau tidak bilang flash drive ini memancarkan sinyal!" katanya. Suaranya rendah, tapi penuh tekanan. Reza mengangkat kedua tangan sedikit, isyarat meminta maaf. "Itu bagian dari perlindungannya. Hanya timku yang tahu cara melacaknya, tapi sepertinya mereka berhasil merebut teknologi itu lebih cepat dari perkiraanku." "Kita perlu mematikan sinyalnya sekarang," balas Aldo. Ia menoleh ke arahku. "Flash drive itu, mana?" Aku ragu-ragu sejenak, lalu merogoh tas kecilku dan mengeluarkan benda yang menjadi sumber semua kekacauan ini. Aldo menerimanya dengan cepat, matanya tidak pernah lepas dari Reza. "Kau tahu caranya?" tanyaku. Reza menggeleng, lalu menunjuk ke meja tempat peta dan dokumen-dokumen tadi. "Ada alat pemutus sinyal di sana, tapi kita hanya punya beberapa detik
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bertemu Pria Tua

Air sungai dingin menggigit kulitku, membuat tubuhku menggigil tak terkendali. Arusnya begitu kuat hingga aku kesulitan menjaga kepala tetap di atas permukaan. Aldo memimpin di depan, tangannya sesekali melambai, memberi isyarat untuk tetap mengikuti arus. Reza berada di belakangku, terdengar terengah-engah tetapi terus bertahan. Lampu dari helikopter masih menyapu area sekitar, sesekali menyentuh permukaan sungai. Aku berusaha keras untuk tidak panik, tetapi setiap sorotan yang mendekat membuat jantungku melompat ke tenggorokan. Kami tidak bisa melawan arus. Pilihan satu-satunya adalah menyerahkan tubuh pada aliran deras ini dan berharap sungai akan membawa kami cukup jauh dari jangkauan mereka. Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, arus mulai melambat. Aldo melambai ke arah tepian yang dipenuhi bebatuan besar dan pohon-pohon rimbun. Aku mengikuti, dengan tenaga yang tersisa, berenang menuju daratan. Ketika akhirnya aku berhasil mencengkeram akar pohon besar di t
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Pengiriman Data

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Sebelum aku bisa mengatakan apapun, suara Aldo memecah keheningan. "Ssst! Ada gerakan di utara!" Aku dan Reza segera merapatkan diri ke arah Aldo. Dia berdiri di balik pohon besar, matanya tajam mengamati ke arah yang dia maksud. Aku mengikuti pandangannya. Di kejauhan, samar-samar aku bisa melihat lampu senter yang bergerak mendekat. "Mereka menemukannya," gumam Aldo. Dia menggenggam pisaunya lebih erat. "Kita harus melambatkan mereka. Kalau tidak, kita tidak punya waktu untuk mengirim data itu." Aku merasa panik mulai merayap lagi, tetapi Aldo tetap tenang. Dia memandang kami berdua. "Dengarkan aku. Reza, kau tetap di sini untuk menjaga. Kau harus pastikan siapa pun yang mendekat tidak sampai ke rumah. Aku akan ke depan untuk mencoba mengalihkan perhatian mereka." "Dan aku?" tanyaku. Aldo menatapku sejenak. "Kak, kemba
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Misi Pencarian Bapak

Di tengah keheningan pondok kecil itu, pikiranku tak berhenti memutar ulang kenangan tentang Bapak. Sejak kami berpisah di perbatasan kota beberapa hari lalu, aku selalu bertanya-tanya apa yang terjadi padanya. Bukankah Reza bilang bahwa Bapak akan menghubungi kami? Namun, sampai saat ini, kami belum mendengar kabar apapun. Semakin lama aku berpikir, semakin berat dadaku. Apakah dia baik-baik saja di luar sana? Aku menatap Aldo dan Reza yang tampak kelelahan dan tetap waspada. Pria tua itu duduk di sudut, memeriksa perangkat kecil yang dibawanya. Sesekali dia mengetik sesuatu, entah apa. “Aldo,” kataku pelan, “apa menurutmu kita masih bisa menghubungi Bapak?” Aldo mengangkat wajahnya, menatapku dengan ekspresi bingung sejenak. Dia kemudian mengangguk pelan. “Kalau kita bisa menemukan sinyal yang cukup kuat, mungkin kita bisa mencobanya, tapi itu bukan prioritas sekarang. Kita masih dalam bahaya.” “Bapak juga bisa dalam bahaya,” sahutku cepat. Nada suaraku sedikit meninggi. “Di
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Memulai Perlawanan

Pria tua itu berpikir sejenak sebelum menjawab, “kita bisa masuk melalui lorong di sisi barat. Jalur itu dulunya digunakan untuk keperluan darurat, jadi kemungkinan masih aman.” Tanpa membuang waktu, kami bergerak ke arah yang dimaksud. Jalanan semakin sepi dan udara terasa semakin berat. Drone-drone di langit tampak berpatroli lebih dekat, membuat kami harus beberapa kali berhenti untuk bersembunyi. Ketegangan ini hampir tak tertahankan, tapi pikiran tentang Bapak membuatku terus maju. Ketika akhirnya kami mencapai sisi barat gedung, lorong darurat yang dimaksud memang ada di sana. Pintu masuknya tersembunyi di balik semak belukar yang tumbuh liar, membuatnya sulit ditemukan jika tidak tahu letaknya. Aldo membuka pintu dengan hati-hati, memastikan tidak ada jebakan sebelum memberi isyarat kepada kami untuk masuk. Di dalam lorong itu, suasana berubah drastis. Udara pengap bercampur bau logam tua dan suara langkah kaki kami menggema di sepanjang koridor sempit. Lampu-lampu kecil
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Awal Kebebasan

Malam itu, saat kami melangkah lebih dalam ke dalam lorong yang menuju kota, ketegangan terus menyelimuti. Jalur bawah tanah yang diikuti sesuai peta Bapak terasa seperti jebakan. Bau apek bercampur debu membuat napas terasa berat, tetapi tidak ada yang bersuara. Setelah hampir satu jam perjalanan, kami tiba di pintu baja yang mengarah ke inti sistem kendali. Ini adalah titik pertama yang harus kami lewati sebelum bisa mendekati pusat kendali mereka. Aldo memberi isyarat agar semua tetap diam. Dengan cepat, dia memeriksa pintu itu, lalu mengangguk ke arah Bapak. “Kodenya?” tanyanya pelan. Bapak mengangguk sambil mengeluarkan catatan kecil. “Kode sementara ini harusnya cukup. Mereka belum sempat mengubahnya sejak Bapak mencuri datanya.” Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan ruangan dengan jaringan kabel dan monitor yang berkedip. Suara dengung listrik memenuhi udara. Kami semua masuk dengan hati-hati, memastikan tidak ada penjaga. “Tugas kita adalah memasukkan virus ini ke s
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Teringat akan Sandi

Fajar menyambut kami dengan keheningan yang terasa asing, seperti napas pertama setelah lama tenggelam. Tidak ada lagi dengungan drone di atas kepala, suara tembakan yang memburu pun akhirnya terhenti. Udara yang tadinya dipenuhi ketegangan kini terasa lebih ringan, meskipun kami tahu ini hanya awal dari perjuangan. Di dalam gudang tempat kami berkumpul, Bapak menyusun peta dan dokumen di atas meja kayu yang hampir runtuh. Semua orang duduk melingkar, wajah mereka masih tegang tetapi ada secercah harapan di mata mereka. “Langkah selanjutnya adalah menghancurkan markas pusat mereka,” kata Bapak dengan nada tegas. Dia menunjuk sebuah titik di peta, lokasi yang menjadi jantung operasi musuh. “Mereka masih memiliki kekuatan militer dan teknologi yang tersisa, tapi sekarang mereka tidak lagi memiliki kontrol penuh.” Pria tua itu menyela, “kita juga berhasil menyusupkan virus untuk memperlambat pemulihan sistem mereka. Artinya, mereka butuh waktu lebih lama untuk kembali beroperasi. Ini
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Mulai Melumpuhkan Musuh

Ternyata orang itu adalah Reza yang muncul dengan napas tersengal. Dia menuruni bukit kecil menuju arah kami dengan langkah cepat, tangannya masih menggenggam senapan dengan erat. Aldo langsung berdiri dan memasang posisi siaga. Sementara aku tetap duduk, mencoba membaca ekspresi tegang di wajah Reza. "Ada apa, Za?" Aldo menurunkan pisaunya, meskipun matanya tetap waspada. "Gerakan mereka berubah," ujar Reza dengan suara berat. Dia berhenti di depan kami, menunduk sebentar untuk mengatur napas. "Di bekas markas utara, mereka sudah mulai memobilisasi pasukan. Tidak besar, tapi jelas ini ancaman." Aku dan Aldo saling berpandangan. "Mobilisasi seperti apa?" tanyaku cepat. "Mereka sedang membangun ulang barikade, mengumpulkan logistik, dan menyiapkan kendaraan berat. Aku juga melihat beberapa drone baru yang belum pernah kita temui sebelumnya," jelas Reza dengan nada mendesak, "ini lebih cepat dari yang kita prediksi." Darahku berdesir. Jika musuh bergerak lebih cepat dari yang kam
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Kekacauan di markas utara

Bapak terdiam, wajahnya mengeras mendengar jawabanku. Namun, tanpa membuang waktu, ia segera memerintahkan beberapa orang untuk kembali ke lorong mencari Aldo dan Reza. Aku ingin ikut, tapi Bapak mengangkat tangannya menghentikanku. "Jangan, kau sudah cukup berjuang. Biarkan mereka yang mencari," katanya dengan nada tegas, tapi aku bisa melihat kekhawatiran yang jelas di matanya. Aku menggigit bibir, merasa gelisah. Di kejauhan, suara tembakan sudah mulai mereda. Itu berarti serangan utama kami berjalan baik, tapi pikiranku tetap terfokus pada Aldo dan Reza. Mereka adalah alasan kami bisa mencapai titik ini. Jika mereka tidak kembali…. Tidak, aku menolak membiarkan pikiran itu menyusup lebih jauh. --- Beberapa menit terasa seperti jam. Aku duduk di tanah, mencoba menenangkan diri, ketika tiba-tiba seorang prajurit datang dengan napas tersengal. Wajahnya penuh debu dan darah, tapi ada kilatan lega di mata
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more
PREV
1
...
345678
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status