All Chapters of Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin : Chapter 11 - Chapter 20

39 Chapters

(POV Sandi end) Rahasia Sandi

“Nak Sandi, ibu tinggal sebentar, ya, mau cari makan dulu. Kalian ngobrol aja dulu siapa tahu cocok dan bisa jadi pasangan.” Bu Mila tersenyum. “Ba–baik, Bu,” jawabku sedikit gugup. Terlihat senyum tipis di wajahnya dan kemudian beliau mengusap puncak kepala putrinya. Melangkah keluar menuju pintu dan menghilang dibaliknya. Rasa canggung yang semula ada, bertambah besar setelah Bu Mila keluar dari ruangan ini. Bagaimana tidak, dua orang yang baru saling mengenal kini berada di suatu ruangan yang sama hanya berdua saja. Ya, hanya berdua saja! Kalian tahu bagaimana keadaan dan perasaanku saat ini? Berdebar-debar seperti maling yang tengah menghindar dan bersembunyi dari polisi. Aku menyerahkan sebuah kotak yang berisi gelang pemberian Ibu tadi pagi. “Ketika Ibu mendengar aku akan datang hari ini, beliau membuatkan itu untukmu hanya dalam waktu semalam.” “Wah, cantik sekali.” Wanita itu mengeluarkan gelang itu. “Serius hanya semalam? Aku pernah mencoba membuatnya, tapi selalu
Read more

(POV Adriana) Pria asing

Keesokan harinya, ibu datang bersama Bang Sandi. Raut wajah Mereka tampak sumringah, tapi …. “Bu, di mana bapak dan Aldo?” tanyaku pada wanita paruh baya kesayanganku itu. “Mereka sedang mengurus administrasi. Hari ini juga, kamu sudah boleh pulang.” Terlihat wajah Ibu begitu bahagia. “Ibu serius?” Aku bangkit dan mengubah posisi menjadi duduk di atas ranjang. Saking bahagianya, rasa sakit yang masih sedikit terasa pun tak ku hiraukan. Tak sengaja aku melirik ke arah Bang Sandi, pria itu terlihat tak kalah bahagianya dengan ibu. Mata teduhnya menatap lekat ke arah kami. Namun, Iya segera menyembunyikan wajahnya ketika sadar aku memperhatikannya. Ada rasa kagum yang diam-diam merasuk ke dalam pikiranku. Bang sandi membantu ibu untuk membereskan barang-barangku. Awalnya aku ingin ikut membantu, tapi mereka melarang. Setelah semuanya selesai dan kami bersiap untuk keluar, tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut. “Apa yang terjadi di luar?” tanya Ibu memelukku. “Aku akan
Read more

Tentang perjodohan

Ibu menuntun dan membantuku masuk ke kamar merebahkan tubuh kemah ini diatas kasur yang hampir setahun ini tak kutiduri. “Bu, sebenarnya siapa pria tadi?” Lagi aku bertanya setelah Ibu selesai menyusun barang-barangku ke dalam lemari. “Entahlah, Nak. Ibu juga tidak tahu. Mungkin itu menyangkut urusan bisnis. Sudahlah, tak perlu kamu pikirkan lagi.” Ucapan Ibu ada benarnya juga. Mungkin pria itu adalah salah satu pesaing Bapak di dunia bisnis. Semoga ia tak memiliki niat buruk dan semoga tak akan ada hal buruk yang akan datang. Aamiin. “Ibu ke belakang dulu, ya, ambilin buah buat kamu,” ucap Ibu tersenyum padaku. Aku pun mengangguk dan membalas senyuman Ibu. Wanita kesayanganku itu pun melangkah keluar meninggalkan diriku seorang diri. Tak lama setelah Ibu pergi, terdengar suara ketukan di jendela. Aku terkejut sekaligus takut, karena Ibu bilang, belakangan ini banyak tindak kejahatan di sekitar sini. Namun, rasa penasaran ini jauh lebih besar dari rasa takut itu. Aku bangkit dan
Read more

Kedatangan keluarga Sandi

“Apa yang dikatakan Bang Sandi? Mengapa ibu terlihat bahagia sekali?” tanyaku dengan rasa yang teramat penasaran. Belum sempat ibu menjawab, pria itu pun datang bersama dengan Bapak. Wajah mereka semua terlihat bahagia sekali dengan senyum yang merekah. “Nak, sudah Bapak bilang, kan, kalau Sandi ini pria yang baik. Bapak yakin, bahwa dia akan memberikanmu kasih sayang dan juga kebahagiaan yang berlimpah.” Bapak menepuk pundak Bang Sandi pelan, sedangkan pria itu hanya tersenyum. Perkataan mereka semakin membuatku bingung. “Bu?” Aku melihat ke arah ibu demi meminta penjelasan darinya. Namun, bukannya mendapatkan penjelasan, ucapan ibu semakin membuatku kebingungan. “Udah, kamu tenang aja!” ucap wanita paruh baya itu tersenyum padaku, “yaudah, yuk, kita mulai mempersiapkan semuanya. Soalnya waktu kita nggak banyak. Jangan sampai nanti keteteran pas harinya udah dekat.” Bapak tersenyum, sedangkan Bang Sandi menunduk demi menyembunyikan semu merah di wajahnya yang tampan.
Read more

Siapa dia?

“Kakak tenang aja, Bang Sandi orangnya baik dan nggak pernah pilih kasih, kok.” Tiba-tiba sebuah suara menimpali dan membuat kami menoleh ke arahnya. “Maaf, bukannya ingin lancang, aku tadi berniat mau ke kamar mandi dan nggak sengaja dengar obrolan kalian.” “Nak Via?” “Via?” ucapku dan Ibu hampir bersamaan. “Sekali lagi maaf, ya, aku benar-benar nggak ada niat buat nguping pembicaraan kalian,” ucap wanita itu menangkupkan tangannya di dada. Aku menghampiri wanita itu dan menurunkan tangannya. “Tak perlu meminta maaf, yang seharusnya berkata seperti itu adalah aku karena meragukan kalian.” “Itu hal yang wajar ketika akan melangsungkan pernikahan, Kak. Teman-temanku juga berpikiran seperti itu ketika akan menikah. Takut bahwa keluarga calon suaminya tak bisa menerima dirinya, tapi, kan, setiap manusia itu berbeda sifat dan pemikirannya, Kak.” Kami membantu Bi Minah mempersiapkan hidangan sambil terus bercerita. Silvia ingin membantu juga, tapi aku melarangnya dan akhirnya wanita
Read more

Tetangga julid

“Bang Sandi? Ngapain Abang ke sini? Kan, aku udah bilang nggak usah ikut,” ucapku sedikit berbisik setelah pria itu berada di dekatku. “Niatnya tadi mau ke masjid, kata ibu lewat sini, terus nggak sengaja dengar ucapan mereka. Jadinya aku mampir lah.” Penjelasannya cukup masuk akal. Sebab, arah menuju ke sana memang lewat sini. “Oh, jadi ini selingkuhan kamu itu, Adriana? Pinter juga kamu cari cowok ganteng. Mana keliatannya tajir banget lagi.” Lagi-lagi Bu Monic mengucapkan kalimat pedasnya. “Huum. Mana masih perjaka pula,” ucap Bu Anggi, bestie Bu Monic dalam hal ngegosip. Mereka berdua memang cocok. Awalnya aku tak berniat untuk membalas, tapi setelah mendengar ucapan terakhirnya, aku pun naik pitam. “Mungkin dia pakai susuk kali, Bu Anggi, makanya mudah bagi dia cari cowok ganteng plus kaya kek gini.” Aku meletakkan belanjaanku dan berniat ingin membungkam mulut mereka, tapi Bang Sandi menahanku dan ia pun berjalan ke arah mereka. “Sekali lagi kalian berbicara yang tidak-t
Read more

Badai menjelang pernikahan

Sesampainya di rumah, ibu menyambut. Mungkin beliau heran karena melihat kamu yang pulang bersama. “Loh, Nak Sandi, kok, kalian bisa pulang bersama? Bukannya tadi kamu mau ke masjid?” tanya Ibu setelah dekat. “Iya, Bu, tadi itu ada ma—” Aku menyenggolnya pelan. Memberikannya kode agar ia tidak menceritakan pada Ibu. “Ada apa?” Ibu kembali bertanya. “Enggak ada apa-apa, kok, Bu. Tadi kami nggak sengaja ketemu di jalan.” Semoga ibu percaya dengan penjelasanku. “Tapi ….” Ibu menggantung ucapannya. Apa mungkin beliau curiga? “Ehm, Bu, aku pamit ke belakang dulu, ya. Assalamualaikum.” Aku langsung berlari ke belakang dan berharap Bang Sandi tak menceritakan tentang kejadian tadi pada Ibu. Aku menuju ke kolam ikan yang yang ada di belakang rumah. Duduk di tepiannya dan memandang beberapa ikan yang tengah berenang dengan lincahnya. Suasana seperti ini mengingatkanku akan kenangan pahit bersama Mas Denny. Di mana aku akan berlari menuju sungai sekedar untuk melihat ikan-
Read more

Kebimbangan hati Adriana

“Itu, kan, Bapak. Kenapa jalannya mengendap-endap?” Aku semakin menajamkan pandanganku agar bisa melihatnya dengan jelas. Terlihat pria paruh baya itu berjalan ke sudut pagar belakang rumah menemui seorang pria yang tentu saja aku kenali. “Mas Denny?” Mereka tampak sedikit berdebat, sayangnya aku tak bisa melihat dengan jelas dan mendengar apa yang mereka bicarakan. Hingga akhirnya bapak memberikannya sebuah amplop yang aku yakini isinya adalah … uang?! Bukankah bapak begitu membenci Mas Denny? Tapi kenapa mereka terlihat akrab sampai memberikan uang? Sebenarnya apa yang terjadi? Setelah mendapatkan uang itu, Mas Denny tersenyum dan pergi meninggalkan bapak. Sedangkan pria paruh baya itu kembali ke halaman depan dengan matanya yang terus memperhatikan keadaan sekitar. “Pak, sebenarnya apa yang bapak sembunyikan? Apakah kalian bekerja sama untuk menceraikanku?” gumamku lirih. Air mata pun kembali membanjiri pipi. Sore harinya, bapak mengetuk pintu kamarku. Beliau pun masuk setela
Read more

Dasar tetangga julid.

Bang Sandi dan keluarganya sudah bersiap menuju ke bandara, karena saat ini juga mereka akan kembali ke Sulawesi. Entah mengapa rasanya berat sekali melepaskan kepergian mereka. Ya, aku tahu, ini semua memang salahku, tapi bukankah ini juga kesalahan takdir yang begitu mempermainkan kehidupanku? ‘Lalu, bagaimana dengan perasaan Sandi, Adriana? Bukankah kau juga telah mempermainkan dirinya?’ bisik hati kecilku. Tidak, bukan begitu maksudku. Air mataku terus menetes menciptakan sungai air mata yang mengalir dengan derasnya. Rasanya berat sekali melepaskan Bang Sandi, terlebih pria itu begitu baik dan rela datang jauh-jauh hanya untuk menemuiku. Begitu juga dengan Bu Putri dan kedua anak gadisnya. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Satu-persatu dari mereka mulai memasuki mobil yang akan membawa mereka menuju ke bandara. Ketika pria berusia dua puluh lima tahun itu akan masuk ke dalam mobil, aku berlari menghampirinya. Memeluk pemilik tubuh jangkung itu dan menangis dalam peluka
Read more

Wanita misterius yang bersama dengan Sandi

Aku berjalan mendekat ke arah mereka. Bukannya takut atau berhenti membicarakan keburukanku, kedua ibu bermulut tajam itu malah semakin gencar memfitnahku. “Eh, tapi denger-denger kalau uang Panai itu, kan, bakal semakin besar kalau si ceweknya semakin tinggi status sosial atau pendidikannya. Jangan-jangan, dia sengaja mau lanjut kuliah biar bisa naikin tarif harga dirinya.” Kedua wanita itu tertawa dengan lepasnya tanpa peduli dengan teguran dari pegawai minimarket. Aku bersedekah dada setelah sampai di hadapan mereka. Dengan tenang, kubuat satu persatu dari mereka kena mental karena telah menghina dan memfitnahku sekejam itu. “Ibu ini peramal, ya? Kok, bisa tahu niat saya yang sebenarnya buat naikin harga dari diri saya? Ya, minimal sampai satu miliar gitu. Kan, lumayan bisa naikin tarif kehidupan selanjutnya. Daripada anak ibu, gratisan. Bahkan sampai hamil tanpa adanya seorang suami,” ucapku pada Bu Sri. Seketika itu wajahnya berubah memerah bak kepiting rebus. “Kamu!!” ucapny
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status