Beranda / Romansa / Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin / Sebuah Rahasia Besar yang Mulai Terungkap

Share

Sebuah Rahasia Besar yang Mulai Terungkap

Penulis: Rarha Ira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-24 05:17:57

Selama beberapa hari berikutnya, kami bertiga bekerja dalam diam, tapi penuh kewaspadaan. Beruntung beberapa hari ke depan Ibu tak kan ada di rumah karena perjalanan umrahnya, jadi kamu tak perlu menjelaskan apapun padanya. Dan, jika pun terjadi sesuatu, kami tak perlu khawatir memikirkan dirinya.

Aldo menghabiskan waktu menghubungi Reza, temannya yang bekerja di bidang elektronik. Reza berhasil menyediakan kamera kecil dengan pengaman sinyal dan alat pemindai frekuensi untuk melacak komunikasi penjaga di RL7. Sementara itu, Bapak terus menggali informasi tentang blueprint jalur bawah tanah melalui akses terbatas yang dimilikinya.

Aku bertugas memantau RL7 dari kejauhan. Dengan bantuan teleskop dan notebook kecil, aku mencatat pola penjagaan di sana—berapa banyak orang yang masuk dan keluar, jam pergantian penjaga, serta kendaraan apa saja yang datang.

Hari demi hari, fakta yang kami kumpulkan mulai membentuk gambaran besar. RL7 bukan hanya gudang, melainkan fasilitas rahasia dengan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Pelarian Mendebarkan

    Tiba-tiba, suara Bapak terdengar dari alat komunikasi yang ada di telingaku. “Pergi ke titik aman, koordinat yang sudah kuberi tahu. Aku akan menyusul kalian.” “Tapi—” Aldo mencoba memprotes, tapi Bapak memotongnya. “Tidak ada waktu! Pergi sekarang, atau semuanya akan sia-sia!” Dengan berat hati, kami berlari menuju titik pertemuan yang sudah direncanakan sebelumnya: sebuah bangunan tua di pinggiran kota. Di tengah kegelapan malam, aku terus memikirkan Bapak. Apakah dia bisa lolos? Ataukah ini terakhir kalinya kami melihatnya? Ketika kami tiba di tempat aman, Aldo segera menghubungi Reza. “Kita butuh kendaraan untuk keluar kota sekarang. Mereka sudah menemukan kita.” Reza, yang suaranya terdengar tegang, menjawab, “aku akan mengatur sesuatu, tapi kalian harus bertahan di sana dulu.” Aku memandang Aldo dengan putus asa. “Bagaimana dengan Bapak?”

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Terowongan pelarian

    Kami berlari menembus kegelapan malam, napas terengah-engah dan langkah tergesa-gesa menyusuri lorong sempit di belakang gudang. Suara langkah berat di belakang kami semakin dekat—mereka pasti mendengar suara pintu belakang terbuka. “Arah sini!” Aldo menarik tanganku, memimpin ke sebuah gang kecil yang hampir tertutup reruntuhan dinding. Jalan itu begitu sempit sehingga kami harus merunduk untuk melewatinya. Dari kejauhan, terdengar suara teriakan dan perintah yang menggema. Aku berusaha fokus pada langkah kakiku, tetapi tubuhku gemetar. Aku melirik Aldo, yang tetap tenang meskipun napasnya tersengal. Keteguhan itu memberiku sedikit keberanian. “Reza,” Aldo berbicara dengan nada datar, menekan alat komunikasi di telinganya, “beri kami arah keluar tercepat.” Ada jeda sebelum suara Reza terdengar. “Ada terowongan tua di dekatmu. Ikuti jalan utama ke kiri, lalu cari pintu baja dengan tanda ‘H’. Itu pintu masuknya.” Aku menatap Aldo bingung. “Terowongan? Kau yakin?” “Kita tida

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 1

    Prang! Suara menggelegar terdengar ketika aku sedang menyendokkan nasi ke dalam piring. "Udah berapa tahun kamu belajar masak, Adriana?" Aku yang rasanya sudah muak memilih diam tak berniat membalas ataupun menjawab ucapan pria itu. Kembali duduk dan menikmati makanan yang sudah tersedia di atas meja makan. "Bertahun-tahun kerjaan cuma jadi tukang masak, tetap saja nggak becus!" Lagi-lagi cacian yang harus kuterima setiap kali ia ada di rumah. 'Aku benci sama kamu, Mas! Kenapa, sih, cepat sekali kamu kembali ke rumah?' bisik hatiku dalam diam. "Udah nggak bisa ngasih aku keturunan, nggak bisa ngatur uang belanja, masak pun nggak pernah bener!" Mendengar kata-kata tajamnya yang selalu menyalahkanku perihal anak, membuatku naik pitam. Aku berhenti mengunyah makanan yang ada di dalam mulut dan menelannya dengan susah payah. Meletakkan sendok ke atas piring dengan kasar dan memandang wajah pria yang sudah membersamaiku sejak tiga tahun yang lalu itu dengan berani tanpa pe

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 2

    "Adriana!" panggil seseorang dari arah belakang. Suaranya seperti wanita, tapi ... siapa? Aku menoleh demi melihat siapa orang itu. 'Oh, dia. Pasti Mas Denny mengadu padanya ketika aku pergi tadi,' bisikku dalam hati. Tanpa memperdulikan wanita itu, aku kembali melanjutkan melipat mukena yang tadi aku pakai untuk salat. Setelah selesai, kuletakkan kembali pada tempat semula. "Heh, mantu kurang ajar! Berani-beraninya kamu menghina anakku! Apa maksudnya kamu bilang kalau kamu memberi makan orang satu rumah?!" Aku tak mempedulikan ocehan wanita yang berstatus sebagai ibu mertuaku dan berjalan keluar meninggalkan tempat ibadah itu. "Heh, wanita mandul!" Kakiku berhenti tepat di langkah ke lima. Aku yakin wanita itu masih berada di pelataran masjid ketika mengucapkan kata-kata keji itu. Terdengar langkah kakinya mendekat ke arahku. "Apa? Mau ngelak? Memang begitu, kan, kenyataannya?" "Maaf, ya, Ibu Mertua yang terhormat. Saya tidak mandul! Anda ingat, saya pernah memeri

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 3

    3"Baiklah, permisi!" Aku yang telah selesai memasukkan kembali pakaianku ke dalam koper, mulai melangkah menuju pintu. Belum sempat menyentuh gagang pintu, tiba-tiba Mas Denny menarikku dengan kuat. Akibatnya, aku yang terhuyung harus merasakan perih di sekitar tulang pelipis. Samar-samar mendengar seseorang memanggil namaku, tapi aku tak bisa mengenali suara itu hingga akhirnya semuanya gelap dan aku tak bisa mendengar ataupun melihat apapun lagi. "Adriana, bangun, Nak! Apa kamu tidak lelah tertidur selama ini? Apa kamu tidak ingin bangun dan menikmati keindahan senja lagi?" "Siapa itu? Apa maksud dari ucapanmu?" teriakku pada orang itu. "Di mana aku? Ini ada di mana?" tanyaku ketika menyadari bahwa saat ini berada di tempat asing. "Bangunlah, Nak! Jika kamu bangun, maka Ibu akan membawamu pulang bersama kami. Kamu nggak akan terkena tekanan batin lagi tinggal bersama mereka. Ayo lah, Nak, bangun!" Lagi-lagi aku mendengar suara itu. Tunggu-tunggu, sepertinya aku tak asing deng

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 4

    "Bu, sebenarnya apa yang terjadi?" tanyaku. Tak tahan lagi jika harus menunggu kembali ke rumah hanya untuk mendapatkan penjelasan tentang keadaanku. "Nak, sebenarnya kenapa kamu bisa ada di rumah sakit ini, semua karena suami dan mertua toxic kamu itu. Awalnya mereka tak mau mengakui perihal kecelakaan yang menimpa kamu, tapi keraguan menyelimuti hati kami. Hingga akhirnya Bapak turun tangan menyelidiki semuanya," jelas Ibu. Kekecewaan tergambar jelas di wajahnya yang cantik. "Kecelakaan? Tapi bagaimana bisa, Bu? Seingatku kemarin pas mau buka pintu, Mas Denny melarang, tapi setelah itu aku nggak tau lagi apa yang terjadi hingga saat ini." "Iya, Nak. Denny narik tangan kamu kuat sampai kepalamu terbentur sudut meja. Gara-gara kecelakaan itu, kamu harus menjalani operasi di bagian kepala dan akhirnya terbaring di rumah sakit ini sejak satu Minggu yang lalu," jedanya, "dan setelah di selidiki, ternyata awalnya mereka tak mau membawa kamu ke rumah sakit. Mereka sengaja merahasiaka

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 5

    "Siapa orang yang Ibu katakan ingin bertemu denganku?" tanyaku penasaran. "Seseorang yang sangat dipercayai Bapak mampu membahagiakan kamu." Orang kepercayaan Bapak? Yang mampu membahagiakan aku? Apa maksud Ibu sebenarnya? "Apa maksud Ibu?" "Mksud Ibu—" Tok tok tok. Tiba-tiba pintu diketuk sebelum sempat Ibu menjelaskan. "Sebentar, ya, Sayang, Ibu bukain pintu dulu. Siapa tahu orang itu sudah datang." Wanita yang paling aku sayangi itu melangkah menjauhiku menuju ke arah pintu dengan senyum yang begitu mengembang. "Assalamualaikum," ucap seorang pria yang ada di depan pintu. "Waalaikumsalam," jawab Ibu menyambut uluran tangannya. Pria itu menyalami tangan Ibu dengan takzim. "Waalaikumsalam," jawabku dengan lirih. Mereka masuk setelah sedikit berbincang. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak bisa mendengarnya dengan jelas. "Di, kenalin, ini Sandi. Dosen di salah satu universitas terkenal di Sulawesi Barat. Sandi ini termasuk dosen kebanggan universitas karena pr

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Bab 6

    Dering ponsel menyadarkanku dari tidur siang ini. Aku berusaha untuk kembali melanjutkan mimpi indah itu tanpa peduli siapa yang menghubungi. Namun, benda pipih itu kembali berdering sebelum sempat aku kembali ke alam bawah sadar. "Siapa, sih, telepon siang bolong begini?" tanyaku dengan suara khas orang yang baru bangun tidur. "Bangun, Dek! Kamu nggak rindu, kah, sama Abang?" Mendengar suara itu, mataku langsung terbuka dengan lebar. Rasa kantuk pun seakan menguap begitu saja. "Bang Renal? Ini beneran Abang?" tanyaku tak percaya. "Kebiasaan, deh, kalau jawab panggilan nggak di cek dulu," protes pria itu. "Ngantuk, Abang. Jadi nggak fokus buat ngecek panggilan. Mana lagi mimpi indah banget lagi tadi itu." "Jadi, Abang ganggu, nih? Yaudah, Abang matiin aja kalau gitu." Terdengar dari ucapannya bahwa pria itu sangat menyesal. "Eh, jangan, dong! Udah dari kemarin tauk aku nungguin telepon dari Abang." Kubuat suaraku semanja mungkin. Aku tahu, aku juga sadar, bahwa ini semua salah

Bab terbaru

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Terowongan pelarian

    Kami berlari menembus kegelapan malam, napas terengah-engah dan langkah tergesa-gesa menyusuri lorong sempit di belakang gudang. Suara langkah berat di belakang kami semakin dekat—mereka pasti mendengar suara pintu belakang terbuka. “Arah sini!” Aldo menarik tanganku, memimpin ke sebuah gang kecil yang hampir tertutup reruntuhan dinding. Jalan itu begitu sempit sehingga kami harus merunduk untuk melewatinya. Dari kejauhan, terdengar suara teriakan dan perintah yang menggema. Aku berusaha fokus pada langkah kakiku, tetapi tubuhku gemetar. Aku melirik Aldo, yang tetap tenang meskipun napasnya tersengal. Keteguhan itu memberiku sedikit keberanian. “Reza,” Aldo berbicara dengan nada datar, menekan alat komunikasi di telinganya, “beri kami arah keluar tercepat.” Ada jeda sebelum suara Reza terdengar. “Ada terowongan tua di dekatmu. Ikuti jalan utama ke kiri, lalu cari pintu baja dengan tanda ‘H’. Itu pintu masuknya.” Aku menatap Aldo bingung. “Terowongan? Kau yakin?” “Kita tida

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Pelarian Mendebarkan

    Tiba-tiba, suara Bapak terdengar dari alat komunikasi yang ada di telingaku. “Pergi ke titik aman, koordinat yang sudah kuberi tahu. Aku akan menyusul kalian.” “Tapi—” Aldo mencoba memprotes, tapi Bapak memotongnya. “Tidak ada waktu! Pergi sekarang, atau semuanya akan sia-sia!” Dengan berat hati, kami berlari menuju titik pertemuan yang sudah direncanakan sebelumnya: sebuah bangunan tua di pinggiran kota. Di tengah kegelapan malam, aku terus memikirkan Bapak. Apakah dia bisa lolos? Ataukah ini terakhir kalinya kami melihatnya? Ketika kami tiba di tempat aman, Aldo segera menghubungi Reza. “Kita butuh kendaraan untuk keluar kota sekarang. Mereka sudah menemukan kita.” Reza, yang suaranya terdengar tegang, menjawab, “aku akan mengatur sesuatu, tapi kalian harus bertahan di sana dulu.” Aku memandang Aldo dengan putus asa. “Bagaimana dengan Bapak?”

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Sebuah Rahasia Besar yang Mulai Terungkap

    Selama beberapa hari berikutnya, kami bertiga bekerja dalam diam, tapi penuh kewaspadaan. Beruntung beberapa hari ke depan Ibu tak kan ada di rumah karena perjalanan umrahnya, jadi kamu tak perlu menjelaskan apapun padanya. Dan, jika pun terjadi sesuatu, kami tak perlu khawatir memikirkan dirinya.Aldo menghabiskan waktu menghubungi Reza, temannya yang bekerja di bidang elektronik. Reza berhasil menyediakan kamera kecil dengan pengaman sinyal dan alat pemindai frekuensi untuk melacak komunikasi penjaga di RL7. Sementara itu, Bapak terus menggali informasi tentang blueprint jalur bawah tanah melalui akses terbatas yang dimilikinya. Aku bertugas memantau RL7 dari kejauhan. Dengan bantuan teleskop dan notebook kecil, aku mencatat pola penjagaan di sana—berapa banyak orang yang masuk dan keluar, jam pergantian penjaga, serta kendaraan apa saja yang datang. Hari demi hari, fakta yang kami kumpulkan mulai membentuk gambaran besar. RL7 bukan hanya gudang, melainkan fasilitas rahasia dengan

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Menyusun rencana

    Aku dan Aldo mengintip dari balik tembok pagar. Kami menahan napas saat pria berjas hitam melangkah ke sisi lain mobil. Jantungku serasa berhenti ketika sosok yang keluar dari pintu itu adalah Bapak—Pak Ruslan."Apa yang Bapak lakukan bersama dia?" Aldo berbisik pelan, nada suaranya menyiratkan ketidakpercayaan.Bapak dan pria berjas hitam berjalan masuk ke rumah tanpa menyadari keberadaan kami. Ketika pintu utama tertutup, Aldo menarik lenganku dan kami segera mengendap ke dekat jendela ruang kerja Bapak.Kami mendengar suara mereka dari balik kaca jendela yang sedikit terbuka.“Waktu kita tidak banyak, Ruslan,” kata pria berjas hitam dengan suara tegas namun rendah, “pengiriman berikutnya akan melibatkan RL7, dan ini bisa membuka perhatian pihak yang tidak seharusnya.”“Sudah kubilang, aku hanya mau memastikan keluargaku aman,” jawab Bapak. Suaranya terdengar lelah, hampir seperti orang yang kalah. “Aku melakukan ini hanya untuk melunasi utang mereka.”“Tapi ini bukan tentang utang

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Ancaman demi ancaman

    Keesokan Harinya, Pukul 07.00 Aku bangun dengan perasaan yang masih kacau. Suara ancaman semalam terus terngiang di pikiranku. Setelah mandi dan sarapan singkat, aku dan Aldo bertemu di ruang tamu untuk mendiskusikan langkah selanjutnya. Wajahnya tampak lebih tegang dari biasanya. "Aku udah mikir semalaman, Kak," ucap Aldo membuka percakapan. "Kita nggak bisa berhenti sekarang. Kalau kita mundur, mereka bisa menganggap kita ancaman, meskipun kita nggak melakukan apa-apa lagi. Kita harus tahu lebih banyak, tapi harus lebih hati-hati." Aku mengangguk setuju meski dadaku masih bergemuruh. "Jadi, langkah pertama?" "RL7," jawab Aldo singkat. "Aku punya ide. Kita bisa manfaatin peta lokasi yang kita temukan. Tapi kita harus cari tahu dulu apakah ada akses masuk yang aman. Kalau langsung masuk tanpa rencana, bisa bahaya." "Aku setuju. Tapi bagaimana kalau mereka sudah memantau kita?" tanyaku ragu. "Itu risiko yang harus kita ambil," jawab Aldo. "Lagipula, kalau mereka mau bertindak, se

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Penelpon Misterius

    Malam semakin larut, tetapi pikiran kami terus berputar. Semua yang kami temukan malam itu terlalu besar untuk dicerna sekaligus. Hubungan antara Bapak, Proyek Orion, dan kelompok ini mulai terjalin seperti benang kusut dan kami harus menariknya satu per satu dengan hati-hati.---Keesokan harinya, pukul 07.30, aku dan Aldo memutuskan untuk berpura-pura seperti biasa. Kami tidak ingin memancing kecurigaan siapa pun, terutama Bapak. Namun, rasa was-was menghantui sepanjang sarapan. Bapak duduk di ujung meja, menyantap roti panggang sambil membaca koran. Wajahnya tenang, seperti tidak ada yang terjadi."Aldo, apa kamu belum akan masuk kuliah?" ujar Bapak tiba-tiba membuat Aldo tersentak. "Be–belum, Pak." Aldo menjawab sedikit gugup. Kemudian ia menarik dan menghembuskan napasnya pelan. Mungkin agar tidak kelihatan gugup. "Nanti sore, tolong bantu di pabrik, ya. Ada laporan keuangan yang harus diselesaikan.""Eh, iy

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Fakta Yang Mengubah Segalnya

    Malam itu, setelah mengumpulkan semua informasi, aku dan Aldo memutuskan untuk kembali ke Gudang TG. Kami membawa senter, kamera, dan sebuah perekam suara—berjaga-jaga kalau ada sesuatu yang perlu diabadikan. Ketika sampai di dekat gudang, suasana begitu sunyi, hanya terdengar suara angin yang membawa aroma logam dari bangunan tua itu. Kami memarkir mobil agak jauh, lalu berjalan perlahan menuju gedung. Cahaya bulan menerangi sebagian besar area, tapi ada beberapa sudut yang gelap pekat. Aku melirik Aldo, yang tampak tegang namun penuh tekad. “Pintu samping itu,” bisikku, menunjuk ke arah pintu kecil yang tampak tidak terkunci. Kami mendekat, memastikan tidak ada yang mengawasi. Ketika pintu dibuka, suara engsel yang berdecit membuat kami berdua refleks berhenti sejenak. Setelah yakin tidak ada respons, kami masuk ke dalam. Gudang itu lebih besar daripada yang kami duga. Rak-rak tua masih berdiri, meskipun kosong dan berdeb

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Mulai terbukanya sebuah misteri

    Aldo mendekatkan dirinya ke layar, matanya terpaku pada hasil pencarian yang kutunjukkan. "Ini dia, Kak! Ada sebuah tempat bernama Gudang TG di kawasan industri lama di pinggiran kota. Ternyata itu gudang penyimpanan yang sempat populer untuk barang elektronik pada masanya, tapi, ada catatan bahwa gudang itu sudah tidak beroperasi sejak lima tahun lalu," ujarnya dengan antusias. Aku mengangguk, membaca lebih lanjut informasi yang terpampang di layar. "Lihat ini, Do. Ada nama Ruslan tercantum sebagai salah satu pemiliknya sebelum operasionalnya berhenti. Kalau benar ini orang yang sama dengan kartu nama tadi, berarti kita ada di jalur yang tepat." Aldo tampak berpikir. "Tapi kalau tempat ini sudah lama tidak digunakan, apa mungkin masih ada sesuatu di sana? Apa kita perlu izin dulu untuk masuk?" "Aku rasa, sebelum kita melangkah lebih jauh, kita harus siapkan rencana," kataku, mencoba menenangkan diri.

  • Disia-siakan Suami Toxic, Diratukan Dosen Bucin    Kode rahasia

    Setelah sampai di rumah, Aldo dan aku langsung menuju meja kerja di ruang tengah. Tanpa banyak bicara, kami mulai membongkar isi tas, termasuk dokumen yang kami temukan tadi dan kotak kayu kecil yang terkunci. Ruangan terasa sunyi, hanya suara kipas angin yang berputar pelan mengisi keheningan. Aldo mengambil napas panjang. “Kak, coba kita periksa catatan ini dulu. Mungkin ada petunjuk tentang Budi atau apa pun yang relevan,” katanya sambil membuka buku catatan tadi. Aku mengangguk, lalu duduk di sebelahnya. Aldo mulai memeriksa halaman demi halaman, mencari sesuatu yang menonjol. Tidak lama kemudian, ia menunjuk sebuah entri di salah satu halaman. “Lihat ini, Kak. Ada nama ‘Budi’ lagi, dan ada kode di sebelahnya—‘TG24’,” katanya. Aku memiringkan kepala, mencoba memikirkan apa arti kode itu. “Mungkin semacam kode barang atau lokasi?” Aku menebak.

DMCA.com Protection Status