Semua Bab Suamiku Sudah Wafat : Bab 11 - Bab 20

54 Bab

Bab 10

Setelah lama menahan kesakitan ini, aku lantas memaksa diri untuk kembali tegar. Aku ingat tentang banyaknya kata pepatah. 'Setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya'. Mungkin inilah yang sedang terjadi padaku. Aku menunggu orang yang sudah bukan lagi ada dimasaku. Aku mendambakan orang yang bukan lagi mendamba diriku. Aku hanya terpaku pada hayalan yang mana jelas-jelas aku bukanlah harapannya. Walau sakit, kupaksa menelan kepahitan ini. Tenggorokanku rasanya sakit. Bahkan untuk menangis sekuat tenaga pun aku tak kuasa lagi. Ini sudah terlalu menyakitkan sampai aku tidak sanggup lagi melepaskan napas yang biasa. Dengan sekuat tenaga, aku pun kembali bangun. Kurapikan koper miliknya, lantas menarik koper milikku yang ada diatas lemari. Buat apa lagi aku bertahan di rumah ini kalau kenyataannya suamiku berniat membuangku? Lebih baik aku sadar diri, dan pergi dengan sendirinya dari pada harus diusir. Bibirku terus bergetar menahan tangis sembari merapikan barang-barang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 11

Logikaku mengatakan kalau itu hanyalah ucapan manis Mas Abri saja. Tapi hati kecil ini tampak goyah, menginginkan pembuktian atas ucapannya tadi. Kulepaskan pelan pelukannya lalu menatap matanya penuh dengan pengharapan. "Jujurlah, Mas. Kalau emang benar kamu punya wanita lain, pergilah. Aku akan berikan jalan yang lurus buatmu. Kalau pun harus dipaksa, hubungan kita ini hanyalah jadi sebatas status aja. Nggak ada lagi kehangatan kayak dulu. Lebih baik dari sekarang dari pada semakin lama kita berdua semakin terluka," ucapku, memberikan sebuah keikhlasan padanya. Walau mungkin hanya aku yang bisa merasakan bagaimana sakitnya menahan setiap helaan napas yang keluar dari bibirku. Sakit! Sangat sakit sampai rasanya lebih baik mati. "Apalagi yang kamu mau? Aku sudah menjelaskan semuanya, Airin. Nggak ada wanita lain. Aku cuma punya kamu," tegasnya, kukuh mengatakan hal itu. "Mau sampai kapan sih Mas kamu bohong? Bukannya semuanya udah jelas? Kamu punya kartu nama seorang pengacara. K
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 12

Kudapati Mas Abri yang kaget ketika bola matanya membulat seketika. Entah sekitar beberapa detik, barulah tangannya mau memegang pipiku.Ya Tuhan! Kenapa tangannya jadi begitu dingin? Apa dia gugup? Apa dia sebenarnya meragu melakukan hal ini? Jika memang begitu adanya, siap-siaplah dirimu Mas Abri! Aku akan mengunci rapat-rapat langkahmu sampai tidak akan bisa lepas dari jeratku. Enak saja wanita itu! Walau katanya tiada hubungan apa-apa, tetap saja aku tidak terima. Aku yang bersamanya sejak dia masih diposisi minus, masa wanita lain yang kebagian enaknya ketika dia sudah di posisi plus. Yang benar saja! Mau bagaimana pun ceritanya, istri sah tetaplah pemenangnya! Entah itu kalah cantik, kalah seksi, kalah dari segala-galanya, yang namanya sah secara hukum dan agama, tetaplah menjadi yang utama dan satu-satunya. Menyingkirlah kalian para wanita tidak tahu malu! Sampai kapan pun, suamiku ini akan tetap menjadi milikku. Akan kubuat lagi dia tunduk, seperti pertama kali kami bertemu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 13

Aku termangu seketika, kembali diajak berprasangka buruk pada suamiku. Siapa yang tidak akan berpikir demikian, kalau sudah berada di posisiku? Kala kudengar suara pintu kamar mandi akan dibuka, aku cepat-cepat berbaring tak mau membuat Mas Abri menyadari apa yang kusadari. Aku gegas menutup diri dengan selimut, menyisakan kepalaku saja. Aku juga membalikkan tubuh, kini memunggungi nakas tempat ponselnya yang masih terus berdering. Kupejamkam mata rapat-rapat sambil terus mendengarkan pergerakan Mas Abri. Aku tidak tahu ada di mana dia saat ini. Kurasa dia sudah meraih ponselnya atau apa, karena kini nada dering itu sudah tidak lagi berbunyi. Beberapa kali masih kudengar suara kakinya, tapi setelah beberapa lama tak ada lagi suara apa pun. Apa mungkin dia sudah pergi? Pelan-pelan aku membuka mata sembari melihat isi kamar. Ternyata benar, dia sudah tidak ada. Ponselnya pun sudah hilang dari sana. Itu artinya dia sudah pergi dengan ponsel yang terus berdering dengan kontak bernama,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 14

Saking banyaknya isi pikiranku, aku sampai tidak fokus menyantap makan siang yang baru saja daibelikan Mas Abri. Semua keanehan tentang suamiku itu semakin banyak saja bertambah.Mulai dari sikapnya, wanita lain itu, nama pengacara itu, dan yang terakhir insiden yang cukup menyeramkan siang ini. Semua itu tak bisa lagi kuanggap sesuatu yang kebetulan atau sekadar asumsi belaka seperti apa kata Mas Abri. "Airin, kenapa ngelamun?" tegur Mas Abri, sadar aku yang hanya diam saja. "Uh?" Aku langsung menatapnya lantas tersenyum kecil. "Nggak kok, Mas. Cuma kepikiran aja sama insiden tadi. Agak seram kalau diingat-ingat. Untung nggak ada Aila tadi." Dia diam sebentar, lalu kembali menjawabku, "Jangan khawatir. Aku udah urus semuanya. Kejadian kayak gini nggak akan terulang lagi. Kalian aman bersamaku. Aku akan bertanggung jawab untuk semuanya."Giliranku yang hanya diam mendengarkannya. Bukan aneh jika dia mengatakan begitu. Karena dia memang seorang kepala rumah tangga, jelaslah yang har
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 15

"Ya udah, kalau gitu bilang sama suami Mbak buat diam aja. Nggak usah ikut campur!" balas Amy, masih tak terima. Dia mencebik marah, mungkin memang tak terlalu suka dengan saran yang dikatakan Mas Abri tadi. Padahal suamiku hanya mencoba memberi saran, tapi malah dipandang sebelah mata. Inilah sebenarnya salah satu alasan Mas Abri gencar mau pergi merantau. Agar kami bisa mengubah sudut pandang orang-orang terhadap kami. Karena fakta mengatakan, kalau si miskin tidak boleh angkat bicara karena hanya terdengar kosong isinya. Berbanding terbalik dengan manusia kaya punya harta berlimpah. Omong kosongnya saja pun dibalas tepuk tangan. "Sudahlah, Mas," tegurku pelan ketika kusadari Mas Abri hendak angkat bicara lagi. "Biarkan saja. Toh bukan hal baru lagi, kan yang kayak gini? Udah nggak usah diladeni." Aku menenangkan suamiku yang mungkin saat ini tersinggung karena perkataan adikku. Bukan hanya dia saja, aku pun sering tersinggung oleh kata-kata keluargaku sendiri. "Nggak usah dide
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 16

Andai mungkin aku sedang hidup di dunia kartun, mungkin saat ini rahangku sudah jatuh ke bawah saking tercengangnya. Bagaimana tidak? Ucapan Mas Abri barusan terlalu melipir dari kehidupan aslinya. Dari mana dia bisa mengetahui segala hal yang terbilang rumit untuk kami yang berlatarbelakang orang kecil ini. Aku tidak tahu bagaimana reaksi keluargaku saat mendengarkan penuturan Mas Abri tadi. Yang kulakukan saat ini hanyalah fokus padanya yang tetap memasang wajah tenang walau di depannya Raka sudah misuh-misuh. Suara tawa sumbang Raka menjadi akhir tatapanku pada Mas Abri. Aku menoleh pada kekasih adikku itu yang tampaknya yang terpengaruh atas apa yang sudah dilontarkan suamiku. "Udah merasa sombong banget ya karena tahu kata-kata bijak seperti itu? Kamu kira mempan? Kamu cuma jago ngomong tapi minim aksi. Makanya, belajar itu bukan cuma sebatas ngoceh doang. Tapi lebih dari itu! Biar nggak malu-maluin," cibir Raka sekenanya."Benar itu!" celetuk Ibu. "Ngomong aja masih belibet u
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 17

Bersamaan dia mengentikan laju mobilnya, aku pun merampas ponselnya walau mungkin nanti dia akan marah. Bodo amat tentang itu. Sudah sejak kemarin aku menahan untuk yang ini. Mungkin inilah saatnya Tuhan menunjukkan hal yang sebenarnya. Jika dia memang menyembunyikan wanita lain dibelakangku, maka tak akan kupikir dua kali lagi untuk meminta dilepaskan dari pernikahan ini. "Eh, Airin, jangan! Kenapa kamu ini?" tekannya seraya berupaya merebut ponselnya dari tanganku. Kubalas pergerakkannya dengan menyeludupkan ponsel kebelakang badan. Kutatap dia lekat-lekat walau dada ini mulai bergemuruh ricuh. "Jawab aku, Mas. Siapa dia? Kenapa kamu mamain kontaknya dengan sebutan Sayang?""Bukan siapa-siapa," jawabnya, masih saja mengelak. Dia masih terus berusaha merebut ponselnya. "Berikan hpnya. Kamu nggak sopan begitu, Airin!" "Nggak sopan?" cebikku. "Mas bilang aku nggak sopan sementara Mas menyembunyikan wanita lain dibelakangku? Mas pikir perbuatan Mas ini bisa dikategorikan sopan?"Dia
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 18

Enteng sekali mulutnya mengatakan itu. Dengan tatap berapi-api kupandangi Mas Abri. Jika dia paham, saat ini aku sedang mengatainya di dalam hatiku dengan sejuta kalimat paling menyebalkan yang tak pernah dia bayangkan. Entah karena melihat tatapanku atau apa, dia malah tertawa kecil. Dia terus memindai pandangannya dariku lalu jalanan. "Kenapa kamu? Capek ngoceh?" ejeknya. Gegas kubuang wajah. "Apa pun yang mau kamu jelasin, Mas. Aku akan tetap minta pisah! Itu keputusanku!" tuturku tak mau menanggapi basa-basinya. "Silakan. Aku nggak takut ladeni kamu, Airin. Kamu bisanya cuma ngancem. Paling juga ujung-ujungnya kamu minta yang aneh-aneh. Maaf ya. Tapi rencana kamu udah ketebak," sahutnya dengan nada kelakar sama sekali tak terintimidasi oleh perkataanku tadi. Jangankan begitu. Dia malah merasa aku ini sedang bercanda. Apa dia pikir aku akan tetap berpikiran yang sama seperti waktu itu? Tentu tidak lagi! Karena sekarang aku tahu apa maunya. Dia itu cuma mau enaknya saja tanpa me
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya

Bab 19

Dia menjatuhkan tubuhku begitu saja ke atas ranjang. Setelah dia mengatakan kalimatnya tadi, dia langsung berjalan kembali ke tempatnya. Dengan pandangan sinis terus kutatap dia yang memang tenang saja tanpa merasa bersalah.Aku sampai tertawa kecut melihat perilakunya ini. Apa tidak ada niat dia membujukku dengan menjelaskan semuanya? Dia tidak berbicara apa-apa yang seharusnya dia lakukan untuk menunjukkan kalau dia tidak melakukan kesalahan samapi aku tidak harus berburuk sangka terus padanya.Kian terbakarlah hari ini. Seseorang yang kuanggap segalanya kini hanya sebuah omong kosong belaka.Sungguh, berasa di dekatnya kini sudah seperti berdiri ditengah-tengah bara api. Panas sekali. Tak tahan aku lama-lama, aku kembali bergerak berniat kabur dari dekatnya. Sayangnya gerakanku kurang cepat dibandingkan dengan gerakan Mas Abri.Padahal dia sedang fokus pada laptopnya tapi bisa-bisanya tangannya yang kekar menangkap cepat pergelangan tanganku sampai aku terjatuh lagi. Kali ini lebih
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-09
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status