Home / Pernikahan / Suamiku Sudah Wafat / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Suamiku Sudah Wafat : Chapter 21 - Chapter 30

54 Chapters

Bab 20

Katanya aku hanya berprasangka buruk saja ketika menjabarkan keanehan yang sudah terjadi. Tapi sepertinya sudah cukup bagiku kalau itu hanya sebatas dugaan. Seluruh tingkah serta perilaku Mas Abri sudah tidak bisa lagi kuanggap sesuatu yang sederhana. Sesederhana aku mengklaim kalau itu hanya perubahan lingkungan semata. Prespektif dikepalaku sudah semakin mengganggu. Semakin aku memikirkan, semakin berisik pula isi dalam benak ini. Tak mau mati penasaran, aku tak meragu untuk membuka isi paket yang ada di tanganku. Kala kertas pembungkus baru dibuka separuhnya, tiba-tiba aku terkejut mendapati kemunculan Mas Abri yang terkesan tiba-tiba. "Apa itu, Airin?" tanyanya sembari mendekat. Tak mampu rasanya aku menahan reaksi kaget di wajahku. Kutatap dia sedikit lama sebelum menjawabnya, "Ada paket, Mas." "Kamu pesan apa?" "Bukan punyaku, Mas. Tapi paket punyamu." Kulihat dia hanya mengernyit sebentar sebelum menerima paket yang kusodorkan padanya. Dia terlihat menatap permukaan pake
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Bab 21

Seketika saja bahuku merosot tatkala mendengar pengakuannya. Pupil mataku membesar dengan dada yang berdetak kencang. Secepat kilat segala dugaan konyol melekat dikepala, ingin menegaskan apa sebenarnya yang sudah terjadi melalui pengakuannya ini. Apa maksudnya dengan mengatakan kalau dirinya bukanlah Mas Abri? "Ma-maksudnya?" Mendadak aku gagap. Masih mencoba menetralkan debaran jantung yang mulai tak beraturan ini. Awalnya wajahnya terlihat serius ketika mengakui hal tadi. Tapi setelah beberapa detik berikutnya dia pun mengembangkan senyuman. Dia kembali memegangi bahuku kali ini agak meremasnya."Iya, aku ini bukan Abri yang dulu! Aku Abri yang baru, Airin. Abri yang kemarin itu sudah mati. Sekarang inilah aku. Suamimu. Abri yang akan menjaga dan melindungi anak dan istrinya dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, termasuk keluargamu. Aku bosan memberikan penderitaan pada kalian, terutama padamu," ungkapnya kemudian. Mendadak kebingungan dikepalaku sedikit enyah dengan p
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Bab 22

Selesai merapikan dapur dan berkutat dengan yang lainnya, kini aku sudah usai menyetrika pakaian Mas Abri. Setelah pertengkaran kami kemarin, kini banyak perubahan yang diberikannya termasuk memperbolehkanku kini ikut campar lagi dengan barang-barangnya. Salah satunya merapikan lemarin serta pakaiannya. Sebelumnya kupastikan lagi Aila sudah ada di dalam kamar dan terlelap. Setelah itu, barulah aku naik ke atas, sambil membawa pakaian yang sudah kurapikan ditanganku. Begitu kubuka pintu kamar, langsung saja kulihat Mas Abri yang tengah bertelanjang dada. Dia berdiri di depan cermin sembari merekatkan entah apa di tubuhnya. Tampaknya dia sedang kesulitan. "Kenapa, Mas?" tanyaku sambil mendekat. Dia menoleh lalu mendesah berat. "Kesal juga lama-lama!" adunya. Kurapikan pakaian ke dalam lemari lalu kembali melihatnya. "Emangnya kenapa?"Dia menunjukkan lembaran kertas koyo ditangannya. "Tolong," rengeknya mirip bocah. Aku tersenyum kecil jadinya. Cepat kukikis jarak kini berdiri di
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Bab 23

Suara kecupannya terdengar begitu singkat dibibirku. Dia tersenyum padaku lalu menyamankan dirinya yang masih terbaring berbantalkan kedua pahaku. "Aku ngantuk. Boleh aku tidur seperti ini sebentar?" katanya. Kulirik jarum jam di dinding sudah pukul sembilan malam. "Udah malam, Mas. Kalau kamu tidurnya kayak gini aku yang capek dong?" Dia membuka kembali matanya yang sudah sempat dia pejamkan tadi. Setelah itu dia langsung bergerak besar sembari membawa diri ini ikut ke dalam pelukannya. Dengan cepat pula posisiku berubah kini terbaring dipelukannya dengan dadanya yang masih telanjang."Mas pake baju dulu! Nggak dingin apa?" tegurku. "Sthhh! Diamlah. Aku mengantuk sekarang!" Dia mengerang, benar-benar menegaskan kalau dia tak mau diganggu lagi. Memaklumi itu, aku hanya bisa tersenyum kecil lalu menarik sebisa mungkin selimut tebal di bawah kakiku. Gegas kubalut tubuh tegapnya seolah tindakanku ini akan mampu membuatnya terjaga dari marabahaya. Sejak pengakuannya tadi, aku mulai m
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Bab 24

Seperti agendanya, Mas Abri akan pergi ke luar kota untuk menyelesaikan permasalahannya baik itu tentang pekerjaan atau yang lainnya. Sebenarnya aku juga ikut senang dengan keputusannya yang akan memulai lagi kehidupan yang baru denganku di sini. Tapi dibalik itu pun aku khawatir akan dirinya. Aku takut dia kembali menetap di sana. Aku tidak tahu entah itu pekerjaan atau wanita yang membuatnya tetap betah di sana, yang terpenting aku tidak rela jika sampai itu terjadi lagi. Kulihat dia yang baru selesai mengancingkan kemeja. Begitu aku usai merapikan kopernya dengan isi pakaian yang pas-pasan, aku lantas berjalan ke arahnya membantu memasangkan dasi. Sebenarnya inilah impianku dahulu. Menjadi istri yang bisa memasangkan dasi untuk suaminya agar terlihat seperti tokoh-tokoh di drama yang kulihat. Sekitar dua tahun sebelum kepergian Mas Abri dulu, aku tak pernah melakukan hal ini karena dia itu hanya sebatas kuli bangunan. Alih-alih pergi bekerja dengan dasi yang rapi, Mas Abri justr
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Bab 25

Sayang, kepergian yang harusnya ingin kubatalkan justru tak berefek apa-apa pada keputusan Mas Abri. Bahkan waktu yang tadinya berangkat pukul delapan pagi, malah kelepasan jadi pukul sebelas siang. Sudah begitu pun dia tetap kukuh terlihat bagaimana dia sudah kembali rapi setelah 'pertempuran' tak direncakan itu. Di sinilah aku saat ini. Di ruang tengah sedang berdiri memandanginya yang sedang berbicara dengan beberapa satpam di depan rumah. Katanya cuma pergi dua hari, tapi sikapnya seperti tidak akan pulang lagi. Lihatlah bagaimana dia yang sigap membayar orang-orang untuk mengawasi rumahku. Di depan sana ada dua orang satpam. Ada mbak-mbak yang katanya akan membantuku menyelesaikan pekerjaan rumah. Juga ada sopir yang akan mengantar jemput putrinya. Semua itu benar-benar dipersiapkan olehnya sampai aku tidak bisa menahan diri untuk tak mengkhawatirkan hari ini. Aku takut jika semua tindakannya ini akan selesai sampai di sini saja. Terlalu berlebihan mungkin asumsiku ini, tapi y
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Bab 26

Aku terhenyak begitu mendengar penuturan Amy. Bukan apa-apa. Aku hanya kaget karena terlalu aneh permintaannya itu. "Maksud kamu apa, My?" "Halah, Airin! Kamu ini. Mentang-mentang udah punya rumah sombongnya udah nggak tanggung-tanggung," cebik Ibu menjawab tanyaku dengan nada ketus. Aku menghela napas samar, sebenarnya agak lelah meladeni Ibu yang kerap berprasangka buruk terhadapku. Padahal aku hanya bertanya. Bukan maksud apa-apa, apa lagi menyombongkan diriku kini."Bukan gitu, Buk. Aku kan cuma–""Emangnya kenapa kalau adik kamu mau nginap di rumah kamu ini? Nggak boleh emang? Apa harus sujud dulu dikaki kamu?" selanya masih terdengar emosi. "Buk! Bisa nggak sih Ibuk dengarin aku dulu? Aku cuma mau nanya, kenapa tiba-tiba mau nginap? Ada apa, Buk? Lagi pula aku belum ada bilang kan boleh atau nggak. Ibuk aja yang terus nggak suka gitu sama aku!" balasku sengit, tentu ikut emosi. Siapa yang tidak jengkel jika sudah begitu? Niat hati hanya bertanya ada apa, tapi justru dianggap
last updateLast Updated : 2024-10-11
Read more

Bab 27

Sudah hampir sore, tapi Ibu dan Amy belum juga kembali. Entah sudah berapa banyak uang yang mereka habiskan dari kartu pemberian Mas Abri padaku. Padahal niatku ingin menabung. Menghemat pengeluaran agar tak mengalami penurunan finansial lagi seperti dulu. Mengingat lagi Mas Abri pergi untuk menyelesaikan permasalahannya, itu otomatis dia akan berhenti berkerja di sana. Pastilah pemasukan pun nantinya akan berkurang. Tapi apalah dayaku? Ibu dan adikku sama-sama tak memahamiku. Nahasnya, mereka justru menganggapku sombong. Kalau sudah begini, aku jadi pusing sendiri. Aku tiba-tiba terkesiap ketika mendapati langkah-langkah besar orang dari luar. Dugaanku tidak akan melesat. Itu pasti Ibu dan Amy. "Nggak ada orang bernama itu di sini! Pergi nggak!?" Begitu mendengar suara Amy, aku gegas mamatikan kompor dan berlari ke depan. Ada apa gerangan sampai dia memekik demikian? Dan pada siapa dia mengatakan sesuatu yang terkesan tak sopan itu? "Amy, ada apa?" tanyaku sambil terus mengiki
last updateLast Updated : 2024-10-11
Read more

Bab 28

Pupil mataku berangsur membesar manakala kisah pria bernama Libra itu kian dijabarkan makin dalam oleh kedua orang ini. Mendadak aku merinding dibuatnya, cepat-cepat menyelipkan sebuah doa agar aku tak pernah bertemu dengan pria itu. Amit-amit! "Benarkah begitu, Buk? Itu keterlaluan rasanya. Terus, rencana apa yang akan kalian lakukan?" Aku bertanya seolah-olah aku ikut andil dalam masalah mereka. Entahlah. Karena aku tahu pria itu dekat dengan suamiku, aku jadi ingin tahu segalanya. Untuk mengantisipasi sekiranya Mas Abri lebih dekat dengan pria semacam itu. Tapi aku bersyukur karena Mas Abri akhirnya mau mendengarkanku untuk menyelesaikan masalahnya di sana. Yang saat ini menjadi kekhawatiranku hanyalah kepulangannya. Aku berharap dia benar-benar pulang dengan selamat dan membebaskan diri dari semuanya! "Nggak ada lagi yang bisa kami lakukan selain berlutut di kakinya, Buk," tutur perempuan itu, lemah. Air matanya sudah merembes ke mana-mana. Aku jadi kasihan. "Hanya itu satu
last updateLast Updated : 2024-10-11
Read more

Bab 29

"Apaan sih, Mbak? Kok jadi sensi gitu?" cebik Amy, tak terima. Dia menatapku sinis. "Iya deh si paling punya banyak uang sekarang. Ingat ya, Mbak. Selama Mbak ditinggal Mas Abri, aku juga ngeluarin uang buat biayain Mbak sama Aila. Harusnya kita impas dong! Jadi tolong jangan merasa udah jadi nyonya sampai bisa ngomong kayak gitu!"Dia mengatakan semua itu dengan bibir menipis, benar-benar sarkastik. Begitu usai, langsung saja kakinya melengos begitu saja dengan wajah angkuh.Lagi-lagi aku hanya bisa menghela napas besar-besar, benar-benar mencoba sabar atas tingkah serta ucapannya. Tapi mungkin ada benarnya juga dia. Selama tiga tahun belakangan ini dia memang kerap membantu perekonomianku. Mungkin tidak salah jika aku membayarnya sekarang. Agar kelak tidak ada lagi yang namanya sindiran tentang balas budi.Melupakan tentang Amy, aku kembali dialihkan dengan paket-paket yang sudah kuletakkan di atas ranjang. Ternyata ada lima barang di sana. Dalam hati aku jadi menimbang-nimbang, apa
last updateLast Updated : 2024-10-11
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status