Semua Bab Dewi Medis Kesayangan Kaisar: Bab 201 - Bab 210

212 Bab

Bab 201 - Kuil Leluhur Terbengkalai

Kota Bingzhou yang ramai di tengah hujan salju. Shangguan Zhi meletakkan mangkuk kosong dengan wajah puas. “Mi daging di tempat ini enak sekali. Aku tidak akan pernah melupakan rasanya.”Liu Xingsheng terkekeh sambil terus menikmati mi daging miliknya. Xi Feng dengan santai membuka kendi arak. Di sampingnya, sebuah caping bercadar berwarna hitam teronggok. Sangat kontras dengan pakaian Xi Feng yang berwarna merah menyala. Cuaca penuh salju seperti ini menjadikannya semerah darah. Jing Xuan meletakkan sumpit di samping mangkuk yang telah kosong. “Kota Beizhou dipenuhi kedai-kedai mi yang menggugah selera. Shangguan Zhi, kelak saat masuk lebih dalam lagi, jangan sampai meminta berhenti di setiap kedai mi daging. Kau bisa kehabisan uang sebelum sampai di Perbatasan Utara.” Xi Feng menutup mulutnya, menahan tawa. Dia tidak tahu Jing Xuan memiliki selera humor yang cukup baik. “Hal itu juga berlaku untukmu, Yang Mulia.” Liu Xingsheng menyela, sudah menghabiskan isi mangkuknya. Jing X
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 202 - Perkataan Hati Nurani

Matahari tumbang ke sisi barat. Pukul empat sore, salju kembali turun lebat. Bahkan disertai angin kencang yang menerbangkan butiran salju ke dalam ruangan. Setelah memerintahkan Liu Xingsheng menutup pintu kuil itu, Jing Xuan mulai membersihkan altar persembahan yang penuh debu, bahkan menggunakan bekal airnya sendiri untuk membersihkan papan arwah milik ibunya Yinlan. Suasana sedikit lebih gelap karena awan hitam menutup cahaya matahari dengan cepat setelah badai mulai mengamuk. Shangguan Zhi dan Xi Feng menyalakan lilin. Meletakkannya di samping papan arwah. Meletakkan sepiring kue kering di depannya. Tidak ada dupa yang tertinggal di bangunan yang sudah terbengkalai belasan tahun ini, Jing Xuan justru sudah membawanya dari Istana, seolah sudah berencana untuk mampir ke tempat ini sebelum memasuki Perbatasan Utara. Sekarang, kuil itu terlihat lebih manusiawi, bersih dari debu dan layak untuk ditinggali semalaman sambil menunggu badai mereda. Jing Xuan menyalakan tiga batang d
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 203 - Perbatasan Utara

Kuda-kuda melesat membelah jalanan setapak di tengah hutan. Langit cerah, awan menghiasinya. Matahari naik sepenggalah. Udara dingin dan kering memenuhi paru-paru, membawa aroma kayu bakar dan salju segar. Rombongan kecil itu meninggalkan Kuil Leluhur Keluarga Adipati Xie, dan menuju ke Perbatasan Utara. Salju telah berhenti turun sejak matahari terbit beberapa jam yang lalu, menyisakan hamparan putih yang menutupi tanah. Pukul dua belas siang, mereka tiba di kamp militer Pasukan Perbatasan Utara. Jaraknya seratus meter dari Gerbang Perbatasan. Kuda mengurangi kecepatan langkahnya, memasuki permukiman prajurit perbatasan. Jing Xuan memasang wajah serius setelah memasuki kamp militer ini. Di halaman luas, beberapa prajurit sedang berkumpul, sebagian besar mengalami luka di kaki dan lengan, memakai perban putih yang tebal. Jing Xuan turun dari kuda, seorang prajurit yang mengenalnya langsung berlari tunggang-langgang memanggil jenderal yang bertanggung jawab di tempat ini. Prajuri
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 204 - Membunuh Induk Serigala

Dua hari kemudian, Negara Shang benar-benar menyerang Perbatasan Utara. Ratusan ribu pasukannya menunggu seratus meter di depan benteng tinggi Perbatasan Utara. Sebanyak lima ribu pasukan kavaleri milik Perbatasan Utara sudah bersiap di dalam benteng, dua ribu pasukan garnisun berjaga di atas benteng dengan anak panah dan busur sebagai senjata. Lima ribu sisanya berbaris rapi di belakang kavaleri. Jing Xuan berdiri dengan baju zirah berwarna perak, Jenderal Lvzhong berdiri di sampingnya. Shangguan Zhi, Xi Feng dan Liu Xingsheng berdiri di belakang mereka, siap dengan senjata masing-masing. Meski beladirinya tidak sekuat pengetahuan medis, mereka memiliki kemampuan untuk ikut serta berperang.“Bagaimana ini, Yang Mulia?” Jenderal Lvzhong mulai tegang. Melihat lautan manusia di bawah sana sungguh bukan main-main. Negara Shang memang berniat meratakan Perbatasan Utara dalam waktu singkat dengan pasukan sebanyak itu. Raut wajah Jing Xuan masih cukup tenang, Dia bahkan belum menyentuh
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 205 - Terjebak

Tengah malam di tengah guyuran salju lebat, Jing Xuan melompat ke atas punggung kuda. Dengan panjang menemani perjalanannya. Di tengah kegelapan, dia berlari menerobos gerbang kota menuju kamp militer Pasukan Negara Shang untuk menangkap dan membunuh Jenderal Agung mereka. Setelah menyelidikinya, Jing Xuan tahu di dalam pasukan itu ada tiga orang jenderal yang memimpin. Bukan masalah untuk membunuh ketiga-tiganya. Dia menghentikan kuda di bawah pohon besar yang tak berdaun. Mengawasi dari jarak aman, menunggu celah kecil untuk masuk ke dalam. Sepuluh menit menunggu, Jing Xuan mendengar suara kaki kuda mendekat dari belakang. Jing Xuan berbalik dan memasang kuda-kuda kokoh untuk memastikannya. Dilihat jelas oleh matanya, tiga ekor kuda yang membawa ketiga teman seperjalananya. Jing Xuan mendengus, “Aku sudah bilang pada kalian untuk menunggu saja di benteng.” “Terlalu berbahaya meninggalkanmu sendirian, Yang Mulia.” Liu Xingsheng membela diri lebih dulu. Jing Xuan menatap tajam,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 206 - Tamu Penting

Istana Kekaisaran Jing. Yinlan duduk di paviliun kecil halaman belakang Istana Guangping. Di belakangnya, A-Yao berdiri menemaninya dengan patuh. Sesekali mendekati meja san menyeduhkan teh, lalu kembali lagi berdiri di belakangnya. Yinlan berkata, hari ini dia menunggu seorang tamu penting untuk datang. Namun, setelah menunggu di paviliun selama tiga puluh menit, belum ada tanda-tanda tamu itu datang. A-Yao kembali mendekatinya, bertanya cemas. “Yang Mulia, apakah kau tidak merasa lelah?” Yinlan menggeleng, kembali menyeruput teh. “Tapi kau sudah menunggu cukup lama. Tamu itu lancang sekali membuatmu menunggunya, Yang Mulia.” A-Yao merasa keberatan. “Kalau kau lelah berdiri, kau boleh duduk di depanku, A-Yao.” Yinlan menunjuk kursi di depannya. A-Yao diam, dia tentu bukan lelah, dia hanya mencoba membujuknya untuk beristirahat dan menunggu di dalam kamar saja.“Orang yang sedang kutunggu adalah Jin Pei. Dia belum memberi kabar sejak terakhir kali meninggalkan istana ini. Sepu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-15
Baca selengkapnya

Bab 207 - Kebiasaan Buruk

Jin Pei bergabung dengan Yinlan dan Pangeran Ming di paviliun kecil halaman belakang. Yinlan memberinya pelat Istana Guangping. “Saat ada urusan penting dan harus segera menemuiku, kau tunjukkan saja tanda pengenal ini kepada siapa pun yang menghalangi jalanmu.”Jin Pei tersenyum lebar dan menerimanya. “Terima kasih, Yang Mulia.” “Duduklah, yang disampingmu ini adik iparku, dia bukan orang luar, dia juga terlibat dengan masalah kita.” Jin Pei duduk dan mengangguk dengan patuh. Serta memulai percakapan pentingnya tanpa basa-basi. “Yang Mulia, sudah ada petunjuk tentang keberadaan Pangeran Chi. Saat ini kami masih berusaha mencarinya melalui petunjuk yang ditemukan.” Jin Pei terdiam sejenak sebelum melanjutkan penjelasannya. “Kami juga menemukan mayat Ni Chang terkubur kaki gunung belakang Istana Kekaisaran.” “Sungguh? Lokasinya sedekat itu?” Yinlan terkekeh, merasa tidak percaya, “Ning'er ini mempunyai kebiasaan buruk. Suka menimbun barang bukti di dalam tanah. Apakah dia berpiki
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-16
Baca selengkapnya

Bab 208 - Teman Lama

Sore itu, setelah matahari tenggelam, A-Yao menemani Yinlan pergi ke Istana Dalam untuk mengunjungi Ibu Suri. Jin Pei meninggalkan Istana Guangping pukul empat sore, Pangeran Ming berbincang sedikit dengannya sebelum meninggalkan Istana Guangping. Pangeran Ming mengabarkan bahwa Ibu Suri sedikit merasa tidak sehat saat terakhir kali ia mengunjunginya. Pangeran Ming mengatakan itu hanya untuk memberitahu Yinlan bahwa Ibu Suri tidak akan datang menjenguknya dalam waktu dekat. Pada saat itu juga, Yinlan meminta pada A-Yao agar menyiapkan buah tangan dan pergi menjenguk ke Istana Dalam. Tepat saat malam tiba, Yinlan sudah berada di sana. Tandunya berhenti di depan Paviliun Qixuan, matanya sedikit menyipit melihat seorang pelayan wanita yang berjalan di antara koridor. “Yang Mulia, bukankah itu Zhu Yan?” A-Yao berbicara lebih dulu.Yinlan menoleh ke arahnya, “Kau juga melihatnya?” A-Yao mengangguk, “Dia jarang terlihat di Istana Guangping. Yang Mulia, mungkinkah dia berpaling dan mu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-16
Baca selengkapnya

Bab 209 - Penolong Telah Datang

Kedua mata Jing Xuan terbuka, melihat ruangan gelap yang ada di sekitarnya. Ruangan yang tampaknya luas, namun hanya ada satu lilin yang meneranginya. Lilin itu berada di atas meja, dan seseorang duduk di atas meja itu, memakai pakaian berwarna semerah darah, dengan rambut hitam panjang yang dibiarkan tergerai. Wanita itu menatap ke arahnya dan tahu kalau Jing Xuan sudah siuman. Jing Xuan mengatur napasnya yang berantakan, tangannya mengepal di balik ikatan rantai yang kokoh. “Ye Yunshang ….” Jing Xuan bergumam, “Tidak, seharusnya aku memanggilmu Ye Qing, putri tunggal Jenderal Ye yang sudah membantai keluarga ibuku. Aku tidak akan mengampunimu!”Wanita berusia empat puluh tahun itu tertawa, “Kau masih mengingat namaku, Jing Xuan? Kau ingat, nama keluarga yang pernah dibantai oleh ayahmu dua puluh lima tahun yang lalu.” “Ye Qing, apakah kau tidak salah melakukan balas dendam atas kehilangan yang tidak seberapa dengan penderitaan yang dialami ibuku karena keluargamu?” Jing Xuan men
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya

Bab 210 - Hidup Dalam Genggaman Tangan Ye Qing

Jing Xuan meronta, “Beraninya kau!” “Kenapa? Tidak rela rekanmu terbunuh? Sepertinya kedua tabib itu juga sudah sekarat. Jing Xuan, tak ada gunanya berbicara banyak untuk memohon pengampunan untuk mereka, kau juga akan segera mati.” Ye Qing tersenyum, “Atau kau mau menjadi budakku?” Jing Xuan membuang tatapannya dan meludah. Ye Qing menggeram, menampar pipi Jing Xuan dengan kuat sampai ujung bibirnya berdarah. “Tidak ada gunanya kau menghinaku, Bodoh!” “Aku keturunan Keluarga Jing, aku terlahir dengan kehormatan tinggi, bagaimana mungkin menjadi budak jenderal rendahan sepertimu?” Jing Xuan membalas senyuman liciknya dengan kalimat provokasi. “Tidak sudi.”Ye Qing menggeram, dia benci mendengar kalimat menyebalkan itu. Tangannya bergerak menyeka darah di ujung bibir Jing Xuan, “Kau akan mati jika tidak menjadi budakku, Jing Xuan. Kehormatanmu, akan menjadi milikku pada akhirnya.”“Ye Qing, dengar. Bantuan dari Ibukota akan segera datang. Dalam setengah hari, markasmu ini akan sege
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
171819202122
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status