Home / Romansa / Hasrat Terpendam Suamiku / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Hasrat Terpendam Suamiku: Chapter 61 - Chapter 70

132 Chapters

61. Perjanjian (1)

Albert dan Sophia kini sama-sama di ruang tamu, duduk berhadapan di sofa putih yang empuk, yang anehnya membuat Sophia semakin gugup.“Kenapa… perjanjian?” tanya Sophia bingung.Albert yang tengah mengatur kertas demi kertas di meja mendongak pada Sophia. “Bukankah sudah aku katakan alasannya tadi?”Sophia mengalihkan pandangan dari tatapan intens yang diberikan Albert padanya. “Ya, tapi… kenapa?”Albert terdengar menghela napas sambil menyingkirkan map yang telah kosong ke bawah meja, tanpa mengalihkan tatapannya dari Sophia.“Karena kau selalu tampak ingin lari dariku,” kata Albert.Sophia sama sekali tidak menduga jawaban itulah yang keluar dari bibir Albert. Jantungnya berdetak dengan sangat tidak normal seolah menggedor-gedor ruang dadanya.“Aku tidak akan lari ke manapun. Aku tidak punya tempat untuk pergi selain ke sini.”Ekspresi di wajah Albert tampak puas setelah Sophia mengatakan itu. “Aku senang mendengarnya. Tapi tetap, kita harus menandatangani ini.” Albert menunjuk kert
Read more

62. Perjanjian (2)

Keheningan tercipta di antara mereka setelahnya, membuat Sophia canggung dan teringat pada pertengkaran mereka kemarin malam.“Ngh… Albert?”“Hm?”Saat Sophia mendapat seluruh atensi Albert, dia justru merasa semakin gugup. “Aku… minta maaf, pada apa yang aku ucapkan kemarin malam.”Senyum di bibir Albert pun sirna, tatapannya berubah teduh. “Aku juga minta maaf, Sophie. Kita sama-sama kelelahan sehingga melakukan sesuatu tanpa pikir panjang.”Sophia menggeleng. “Tapi semua yang kau katakan itu benar.”“Aku tahu.”Sophia menunduk dan bergumam pelan. “Maafkan aku.”“Ssstt… sudahlah.” Albert meraih tangan Sophia dan menggenggamnya. “Hubungan ini akan kita jalani berdua, bukan hanya kau atau aku seorang. Terlebih, kita termasuk orang awam dalam urusan ini. Jadi, mari kita coba sama-sama dan menjadi lebih baik.”Sophia tersenyum penuh haru dengan mata berkaca-kaca.“Tentang Millie….” Albert memulai, sebuah topik yang Sophia coba hindari.“Oh tidak. Kau tidak perlu menjelaskan apapun! Aku
Read more

63. Obrolan Manis di Telepon (1)

Sekalipun malam itu Albert dan Sophia sudah sepakat pada perjanjian yang mereka buat. Hal itu tidak membuat mereka langsung melaksanakannya. Mereka setuju untuk pisah kamar tidur untuk satu malam itu, dengan alasan mempelajari surat perjanjian dengan lebih teliti lagi.Padahal sebenarnya, itu tidak benar sama sekali. Usul itu dibuat oleh Sophia yang merasa bahwa dia harus menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum jantungnya meledak.Sophia tidak kuasa menahan rasa gembiranya. Dia sampai tanpa sadar melakukan hal-hal bodoh di kamar untuk melampiaskan rasa kegembiraannya itu.Semalaman Sophia menggigit bantal yang ia jadikan guling guna menahan teriakannya yang berasal dari buncahan emosi yang tidak tertahankan di dalam dada. Kalau sampai Albert melihat, Sophia pasti akan sangat malu. Itulah kenapa Sophia mengusulkan untuk mereka tidur di kamar masing-masing, sampai Sophia bisa mengontrol emosinya ini.Mereka berdua bertemu di ruang makan pada keesokan harinya. Duduk bersebelahan di b
Read more

64. Obrolan Manis di Telepon (2)

Seperti yang Albert katakan, bahwa selama seminggu itu, dia begitu sibuk dan bahkan jarang pulang ke rumah. Berita baiknya, Albert tidak pernah absen menghubungi Sophia, mengiriminya pesan-pesan pendek saat makan siang dan malam adalah hal yang rutin.Sophia mengubur dalam-dalam rasa kecewanya karena mereka tidak bisa pergi ke luar. Padahal baru beberapa hari lalu mereka melakukan persetujuan secara resmi untuk hubungan mereka, tapi sekarang sudah dipisahkan seperti ini.Sophia menidurkan kepalanya pada sandaran sofa sambil menatap ke luar jendela. Dedaunan telah menguning dan jatuh, angin mulai membawa udara dingin mendekat, tanda bahwa musim gugur akan datang.Sophia begitu penasaran dengan pohon ek yang Dana gembar-gemborkan. Katanya usianya diperkirakan sudah ratusan tahun, telah tumbuh di tanah mereka bahkan sebelum Dana datang ke tempat ini.Namun Sophia hanya ingin mengunjunginya bersama Albert, dia menolak pergi sendirian.Sophia dengar pohon ek adalah pohon yang sangat sakral
Read more

65. Pagi Yang Indah (1)

Sophia bangun dari tidurnya dengan badan sedikit pegal karena lagi-lagi semalam dia begadang untuk menulis naskah.Setiap kali mendapatkan telepon dari Albert selama pria itu bekerja minggu ini, setelahnya Sophia selalu mendapatkan ide yang mengalir deras dari kepalanya. Hal itu tentu saja tidak Sophia sia-siakan sehingga dia buru-buru menuliskannya, sampai tidak sadar bahwa waktu telah menunjukkan pukul dini hari.Namun, pagi ini ada yang berbeda, karena Sophia terbangun dan mendapati dirinya tidak tidur seorang diri di ranjang. Ada tangan kokoh yang bertengger di perutnya membuat Sophia menoleh ke samping.“Albert?” bisik Sophia dengan suara serak.Albert tengah tertidur dengan posisi tengkurap. Wajahnya setengah tersembunyi di bantal, rambutnya acak-acakan dan seperti biasa, lelaki itu tidak mengenakan atasan sehingga kulitnya yang agak gelap tampak kontras dengan selimut Sophia yang putih.‘Sejak kapan dia pulang? Bukankah dia bilang bahwa minggu ini dia akan sangat sibuk dan tida
Read more

66. Pagi Yang Indah (2)

“Al-Albert…!” seru Sophia terbata. Dia tidak bisa menghilangkan bayangan lelaki itu tengah berdiri di hadapan toiletnya dengan celana terbuka dan—“Hm?” Albert menjawab dengan gumaman. Dan suara pancuran air yang keras itu belum selesai.“K-kau… kau menjijikkan dan… v-vu-vulgar!” pekik Sophia.Dengan refleks dia menutup wajahnya dengan tangan untuk menahan malu dari apa yang sedang dia dengar. Sophia bahkan tidak peduli pada odol yang berhasil lolos ke tenggorokannya karena semua itu.Suara tawa Albert langsung menggema setelahnya. “What? Aku hanya buang air kecil, Sophie.”Suara flush toilet terdengar setelah itu. Albert ke luar dari dalam sana dan mendekati Sophia. Dia mencuci tangannya di wastafel sambil menatap sang istri di cermin dengan tatapan geli.“Sudah, kau tidak perlu menutup matamu karena aku tidak sedang telanjang,” kata Albert, terkekeh pelan sambil menyugar rambutnya ke belakang dengan jemari yang basah.Sophia pun mengintip dari sela jarinya, mendapati Albert yang ten
Read more

67. Senyummu (1)

Sophia mengenakan sun dress berwarna putih dengan hiasan pita di kerahnya yang tinggi, berlengan lebar yang mengerut di bagian pergelangan, dan rok yang panjangnya mencapai mata kaki.Gaun itu adalah salah satu gaun favorite Sophia dan yang paling ingin dia kenakan, tapi belum pernah menemukan waktu yang tepat untuk mengenakannya. Dia bahagia bisa menggunakan momen ini untuk menggunakan gaun itu.Sophia menatap dirinya di depan cermin dan berpikir apakah dia harus mengikat rambutnya atau membiarkannya tergerai. Pilihan itu begitu membingungkan karena Sophia tidak tahu harus memilih yang mana, sampai sebuah suara terdengar menghela napas keras di belakangnya.Albert yang sedari tadi menunggu Sophia sambil berbaring di atas ranjang wanita itu pun bangkit dan menghampiri Sophia di meja riasnya.“Aku lebih suka kalau rambutmu digerai,” kata Albert, kemudian mengambil alih ikat rambut yang mengambang di tangan kanan Sophia.Sophia menatap Albert melalui cermin dan bertanya, “Kenapa?”Deng
Read more

68. Senyummu (2)

Keseluruhan tanah milik Albert di sini memang sangat luas, sampai berpuluh-puluh hektar jauhnya. Jarak antara gerbang utama ke pintu utama saja memakan waktu sekitar sepuluh menit.Selama Sophia tinggal di sana, dia tidak terlalu menaruh peduli akan kekayaan suaminya, tapi sekarang Sophia melihatnya sendiri dan dia merasa sedikit tercengang, padahal Sophia belum melihat semuanya. Albert pasti sangat-sangat kaya raya!Kesadaran itu membuat Sophia merasa jarak di antara mereka semakin jauh dan sulit saja. Tapi Sophia segera menepisnya. Khusus hari ini, dia tidak boleh membiarkan satupun pikiran negatif lolos dari benaknya dan menghancurkan harinya yang indah.Sophia pun menoleh pada Albert dan menatap lelaki itu. Ketampanan Albert masih mengejutkan Sophia terkadang walau dia melihatnya setiap hari. Bahkan sekarang juga begitu, profil samping wajah itu tampak sempurna.Sophia tidak percaya bahwa lelaki di sampingnya ini adalah suaminya. Dan walau hubungan mereka di awal tidak baik-baik s
Read more

69. Di Bawah Pohon Ek

Apa yang Sophia bayangkan dengan apa yang terjadi sebenarnya ternyata jauh berbeda. Saat Sophia hanya bisa membayangkannya saja, dia tidak merasa perasaan bahagia yang membuncah ini. Saat masih dalam bayangan saja, Sophia tidak bisa merasakan semilir angin lembut dan suara kicauan burung yang indah. Intinya, apa yang terjadi ternyata lebih menyenangkan dari yang dia pikirkan.Sophia ingin terus tersenyum seperti orang bodoh, tapi dia menahan bibirnya sampai-sampai terasa sakit. Dia tidak mau Albert melihatnya seperti orang aneh.Di hadapannya, lelaki itu tengah fokus pada kertas gambar yang dia bawa. Sophia hampir lupa bahwa Albert memiliki bakat yang hebat dalam seni. Sementara itu, Sophia berbaring malas-malasan di atas selimut sambil sibuk makan dan bersantai menikmati semuanya.Mereka sama-sama tidak berbicara, tapi keheningan itu terasa begitu menenangkan.“Sophie, boleh aku minta anggur?” ujar Albert.Sophia berguling, lalu menuangkan wine merah ke dalam gelas yang telah kosong.
Read more

70. Sebuah Keajaiban

“Katakan sesuatu, Sophie,” bisik Albert dengan suara serak.“A-apa?”“Apapun! Alihkan pikiranku!”Sophia merasa tersanjung sekaligus ingin berlari kabur karena takut. “A-aku… tidak tahu!”Kalau ada yang perlu dialihkan pikirkannya sekarang, itu bukan hanya Albert, tapi juga Sophia!“Haah…!” Albert terdengar menghela napas panjang lagi. Bukannya menjauh, Albert malah memeluk Sophia semakin erat, membungkuk dan menyandarkan kepalanya pada punggung wanita itu.“Kau tercium seperti kebun bunga,” lirih Albert, matanya terpejam erat.Sophia meremas gaunnya kuat-kuat. “Itu karena… ini baju baru,” sahutnya.Albert terkekeh. “Hm… pantas saja. Aku suka kau menggunakan gaun ini.”“Kenapa?”“Kau selalu mengenakan gaun hitam atau pakaian dengan warna gelap lainnya. Melihatmu mengenakan warna putih untuk pertama kali… kau terlihat seperti bidadari.”Sophia nyaris saja ditelan oleh rasa tersanjung, tapi dia segera menyadarkan dirinya. “Bidadari itu kan… sempurna,” gumam Sophia.“Hm?”“Kau mau aku me
Read more
PREV
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status