“Katakan sesuatu, Sophie,” bisik Albert dengan suara serak.“A-apa?”“Apapun! Alihkan pikiranku!”Sophia merasa tersanjung sekaligus ingin berlari kabur karena takut. “A-aku… tidak tahu!”Kalau ada yang perlu dialihkan pikirkannya sekarang, itu bukan hanya Albert, tapi juga Sophia!“Haah…!” Albert terdengar menghela napas panjang lagi. Bukannya menjauh, Albert malah memeluk Sophia semakin erat, membungkuk dan menyandarkan kepalanya pada punggung wanita itu.“Kau tercium seperti kebun bunga,” lirih Albert, matanya terpejam erat.Sophia meremas gaunnya kuat-kuat. “Itu karena… ini baju baru,” sahutnya.Albert terkekeh. “Hm… pantas saja. Aku suka kau menggunakan gaun ini.”“Kenapa?”“Kau selalu mengenakan gaun hitam atau pakaian dengan warna gelap lainnya. Melihatmu mengenakan warna putih untuk pertama kali… kau terlihat seperti bidadari.”Sophia nyaris saja ditelan oleh rasa tersanjung, tapi dia segera menyadarkan dirinya. “Bidadari itu kan… sempurna,” gumam Sophia.“Hm?”“Kau mau aku me
Ciuman yang awalnya lembut dan terkesan polos itu berubah menjadi panas dan basah.Albert menahan punggung dan leher Sophia, mendorong tubuh mereka semakin dekat sampai tidak ada lagi jarak di antara keduanya.Sophia mengerang pelan saat Albert menggigit bibirnya dengan lembut, lalu kembali menciumnya. Lidah bertemu lidah, saling memagut satu sama lain. Suasa cecapan dari apa yang tengah mereka lakukan membuat Sophia semakin dibakar gairah.Perlahan, Albert mendorong tubuh Sophia berbaring di atas selimut. Mulut lelaki itu menekan mulut Sophia dan ciuman mereka menjadi semakin dalam.Sophia mengalungkan kedua tangannya di leher Albert, menarik keras rambut lelaki itu saat rasa yang ia rasakan terasa tidak tertahankan.Albert menjauh. Matanya yang ditutup kabut gairah menatap Sophia sayu. Tangan Albert bermain di ikatan pita di leher Sophia.“Boleh kah?” Albert meminta izin.Sophia masih terengah, menutup mulutnya dengan punggung tangan sebelum mengangguk lemah.Albert tidak membuang w
“Sssstt! Tenanglah, aku tidak akan melakukan apapun selain menyentuh.”Dan memang seperti yang dikatakan, bahwa Albert hanya menyentuhnya.Tapi sentuhan itu menimbulkan sensasi yang membuat punggung Sophia membusung ke depan. Sophia merasa seolah aliran listrik yang menggelitik menjalari setiap syarafnya. Mata Sophia terpejam rapat, bibirnya ia gigit semakin keras, bintang-bintang seolah tampak dalam pandangannya yang gelap.“Jangan gigit bibirmu, Sophie. Keluarkan saja. Biarkan aku mendengar suaramu.” Albert berbisik di telinganya, sedang tangannya terus bergerak di bawah sana.“Albert…!” Sophia memekik keras saat sebuah gelombang dahsyat menerpanya, secara bertubi-tubi. Membuatnya merasa hancur berkeping-keping dengan cara yang paling nikmat.Albert merasa seolah dirinya kehabisan napas, padahal bukan dia yang mencapai puncak.“Ini akan membuatku kehilangan kewarasan,” gumamnya diikuti desahan dan geraman tertahan di tenggorokan. Dia menarik kembali tangannya, menatap cairan mengila
Sophia dan Albert kembali ke rumah sambil bergandengan tangan. Saat itu waktu sudah cukup sore, mereka memutuskan untuk kembali setelah lama mengobrol dan persediaan makanan yang mereka bawa hampir habis.Albert masih menjadi bagian yang membawa keranjang piknik, sedangkan Sophia membawa selimut yang dia lipat secara tidak beraturan, memeluknya di dada.Sophia tidak kuasa mengangkat wajahnya dan sepanjang perjalanan dia menunduk menatap ujung kakinya yang melangkah.Apa yang terjadi hari ini, tidak akan pernah Sophia lupakan sampai kapan pun. Dia akan terus mengingatnya mungkin sampai dia menjadi nenek-nenek nanti.Momen mereka hari ini terlalu… berharga. Terlebih bagi Sophia.Sophia ingin terus mengulang-ulang setiap detik yang terekam di ingatannya sepanjang waktu. Merayakan perasaan bahagia ini pada waktu tertentu di masa depan.Ini bukanlah pertama kalinya Albert menggenggam tangan Sophia, tapi ini mungkin adalah pertama kali bagi Sophia menikmatinya. Tangan Albert sangat besar di
“Jadi, apa jawabanmu?” tanya Albert.Sophia menatapnya bingung. Jawaban dari pertanyaan mana yang Albert maksud?“Apa?”“Tentang pertanyaanku sebelumnya, ‘Apa yang akan kau berikan padaku sebagai imbalan kalau aku menggambarmu?’,” jawab Albert.Sophia tampak tercengang. Dia ingat Albert bertanya begitu padanya tadi, tapi karena sentuhan-sentuhan menggoda lelaki itu yang menyertai pertanyaannya, Sophia jadi tidak bisa fokus sama sekali.“Kau… mau menggambarku?”Albert tersenyum penuh arti.Oh, seandainya Sophia tahu. Bahwa suaminya itu memiliki banyak koleksi kertas gambar yang diisi wajahnya. “Hm,” jawab Albert singkat, memutuskan untuk tidak memberitahu Sophia apapun tentang itu.“Ng… aku harus melihat dulu hasilnya, baru aku akan berpikir tentang imbalannya.”“Itu tidak adil, tapi juga terdengar seperti sebuah tantang,” kata Albert. “Baiklah, aku setuju.”“Oke.”Mereka sama-sama terdiam setelahnya.Sophia merasa begitu canggung. Padahal sebelum-sebelumnya dia selalu tampil tegas da
“Apa kau mabuk, Luke?” tanya Sophia.Luke tertawa. “Kenapa kau berpikir begitu?” Lalu terdengar suara cegukan.“Karena kau terdengar lebih menjengkelkan. Sudah ya. Selesaikan dulu acara minum-minummu. Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan semua omong kosongmu.”Sophia hendak memutus panggilan tersebut, namun dia mendengar suara rengekan seperti anak kecil di seberang sana yang membuat tangan Sophia terhenti.Luke menggumamkan kata-kata yang Sophia tidak dapat dengar dengan jelas.“Luke, kau mabuk berat. Sebaiknya kau menelepon asistenmu atau siapapun untuk menjemputmu dan membawamu pulang.”“Ngh, kenapa tidak kau saja?”“Apa?”“Aku ingin kau yang menjemputku.”Seperti yang Sophia bilang, Luke menjadi lebih menjengkelkan saat lelaki itu sedang mabuk.“Aku sibuk. Jadi aku tidak akan melakukannya. Telepon asistenmu!”“Tapi aku mau kau!”“Kalau kau tidak mau menelepon asistenmu, aku yang akan melakukannya. Berapa nomor teleponnya?”“Aku mau kau, Sophia! Datanglah, please…!”Sophia lagi
Sophia tahu bahwa apa yang tengah dia lakukan sekarang adalah keputusan yang bodoh. Untuk apa dia pergi menjemput Luke Abraham? Berputar-putar di kota, meloncat ke satu bar ke bar yang lain. Menghadiri keramaian yang sangat dibencinya. Mendapat satu dua godaan dari pria-pria hidung belang.“Ini gila,” erang Sophia di dalam taksi yang tengah melaju lambat di jalanan yang padat.‘Satu lagi,’ batinnya. Kalau bar yang satu ini dia tidak menemukan orang yang dicarinya, maka Sophia akan pulang. Pasti akan ada seseorang yang mencari pria itu nanti.“Oh, kenapa aku tidak memikirkan ini tadi?” Sophia lagi-lagi bergumam pada dirinya sendiri.Tentu saja bakal ada orang yang mencari Luke. Karena dia adalah seorang Abraham.Sophia memarahi dirinya sendiri yang terlalu cepat mengambil keputusan. Sekarang dia sendiri yang menyesal dan lelah dengan keputusan yang diambilnya.Namun, sekalipun begitu, Sophia begitu lega saat menemukan kakak lelakinya itu berada di bar yang terakhir dia datangi. Luke te
“Luke!” Sophia buru-buru menjauh dari Daniel, tidak sempat mencerna apa yang terjadi, dia segera membantu kakak lelakinya bangkit.Daniel menghela napas melihat wanita di hadapannya yang tampak begitu kesusahan. Maka Daniel pun memutuskan untuk membantunya, memapah tubuh Luke Abraham di bahunya yang tentu saja jauh lebih kokoh ketimbang bahu kecil milik Sophia.“Ayo!”Saat Daniel mengatakan itu, seorang satpam berlari tergopoh-gopoh ke arah mereka. Daniel memberikannya tatapan peringatan.“Aku akan berbicara denganmu nanti,” kata Daniel sebelum satpam itu sempat mengatakan apapun, seperti permintaan maaf karena sudah meninggalkan posnya.Daniel dan Sophia pun berhasil membawa Luke ke dalam salah satu kamar hotel, menidurkannya di ranjang yang nyaman di mana lelaki itu langsung tidak sadarkan diri sepenuhnya alias tertidur.Sophia menatap kakak lelakinya sekilas dan merasa terganggu melihat sepatu yang masih terpasang maka Sophia pun membukanya.Daniel yang melihat itu diam-diam merasa
Albert mengamati wajah sang istri yang tengah mencomoti tomat di keranjang sayur yang Dana bawa. Kemudian Albert tersadar, bahwa sudah lama rasanya dia tidak melihat raut wajah ceria dan tatapan berbinar di mata wanita itu.Apa yang telah para Abraham itu lakukan padanya? batin Albert. Karena tidak pernah sekalipun Albert melihat Sophia yang seperti ini saat berada di kediaman keluarganya. Dan Albert senang, karena hanya dengan berada di rumah mereka saja Sophia bisa menjadi dirinya sendiri seperti ini.“Jefrey? Dia baik-baik saja. Dan oh! Kebetulan dia tengah ada di tamanmu sekarang. Katanya karena hari ini kau akan pulang, dia harus memberi perhatian lebih pada tanaman-tanaman itu,” jawab Dana sembari terkekeh geli pada kelakuan putranya itu.Sedangkan Sophia yang mendengarnya membelalakkan mata lebar penuh semangat. Dia lantas melangkah setengah berlari menuju ke luar.“Sophie!” panggil Albert, mencoba mencegahnya, tapi Sophia bahkan tidak mendengar “Apa dia tidak merasakan jet lag
“Sophie, kau yakin baik-baik saja?” tanya Albert, entah untuk ke berapa kian kali dia bertanya demikian.Dan dalam setiap pertanyaannya, Sophia hanya mengangguk dan mengubah ekspresinya menjadi sedingin mungkin. Saat dia tahu dirinya tidak akan bisa tenang, di situlah es mulai muncul membentuk dinding penghalang untuk apa yang dia rasakan di dalam.Pikiran Sophia cukup kacau saat itu, sampai yang hanya ingin dia lakukan adalah tidur dan melupakan segalanya sejenak, kemudian bangun dengan perasaan yang lebih baik dan pikiran yang lebih jernih.Sophia sudah begitu muak berada di rumah ini, dia ingin cepat-cepat pergi dan kembali ke kamarnya yang sangat dia rindukan di kediaman suaminya. Berada terlalu lama di rumah ini bersama Paula dan keluarganya yang lain akan membuat pikiran Sophia semakin gila. Karena itulah kemudian Sophia bergerak dengan sangat tergesa-gesa merapikan barang-barangnya.Sementara itu, Albert memperhatikan sang istri dari belakang dengan tatapan rumit. Dia ingin ber
Kejadiannya di Miami. Saat Albert tengah dalam urusan bisnis dan Paula tengah pergi berlibur dengan teman-temannya. Mereka kemudian tidak sengaja bertemu di sebuah bar yang terletak di dekat pantai. Saat itu barnya sangat ramai, tapi Albert duduk seorang diri dan itu bukanlah hal yang biasa.Paula mencoba mendekatinya, tapi Albert secara terang-terangan menolak karena dia tengah ingin sendiri saja. Itu adalah momen yang sangat memalukan bagi Paula karena teman-temannya saat itu menonton apa yang tengah dia lakukan. Lalu mereka pun membuat taruhan, kalau Paula berhasil tidur dengan Albert Raymond, maka dia akan mendapat hadiah liburan ke Bahamas saat akhir pekan selanjutnya.Bukan masalah hadiah, tapi juga gengsi dan harga diri. Paula pun menyanggupi taruhan itu, tapi dengan cara yang curang.Dia menjebak Albert untuk tidur dengannya, menggunakan minuman keras dan obat terlarang yang akan membuat pria manapun yang mengkonsumsinya akan merasa bergairah. Paula mendapatkan obat itu dari s
“Kau tidak boleh melakukannya!” sahut Sophia tegas.“Kenapa? Bekerja dengannya tidak akan membuatmu nyaman dan hal itu mungkin akan berpengaruh pada kesepakatan yang akan kalian ambil. Sebaiknya kau ganti editor saja.”Sophia menoleh ke belakang, menatap suaminya itu geli. “Tapi kau baik-baik saja bekerja sama dengan Luke, Daniel, juga Alexander. Apa diam-diam kau sebenarnya nyaman dengan mereka?” tanya Alicia, matanya sengaja menyipit menatap sang suami curiga.Ekspresi Albert berubah kesal.Sophia terkekeh, lalu menyentuh lengan Albert untuk menenangkannya. “Jangan khawatir. Lina bekerja menjadi editor mungkin memang karena dia ahli di dalamnya. Aku pernah mengobrol dengan dia dan aku akui, dia teman ngobrol yang cukup asik dalam bidang sastra,” kata Sophia. Dan dia berencana untuk bertemu dengan Lina Huang sekali lagi untuk melihat bagaimana wanita itu akan bersikap setelah apa yang terjadi pada mereka.Menggoda suami kliennya sendiri, itu benar-benar tidak beretika, tapi Sophia ti
Kulit Sophia merona merah saat dia ke luar dari dalam bak mandi. Asap tipis sedikit menghalangi pandangnya, juga membuat cermin yang ada di hadapan dia sekarang berembun. Sophia mengusapnya dengan tangan lalu menatap pantulan dirinya di sana.Kedua netra coklat itu melebar menatap wajah yang tampak sedikit berbeda di dalam cermin. Sophia menyentuh dahinya, tidak ada kerutan di sana dan dia tampak… rileks? Bahagia? Sophia tidak tahu bagaimana harus menyebutnya.Saat dia sedang sibuk berpikir, tiba-tiba saja seseorang datang dari belakang dan menyampirkan handuk ke tubuhnya.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Albert sembari mengelap tubuh bagian belakang istrinya.“Aku bisa sendiri!” kata Sophia panik, buru-buru berbalik.Tapi Albert menahan protesnya dan dengan tenang juga ekspresi datar, dia mengelap tubuh sang istri dengan lihai.Wajah Sophia memerah padam. Mereka pada akhirnya tadi memang mandi bersama, lalu Albert menyuruhnya menunggu selagi dia mengambil handuk baru untuk dikenakan. D
“Bangun!” bisik Albert di belakang telinga istrinya. “Bangun, Sayang, kita belum selesai,” rayu pria itu lagi, dengan suaranya yang rendah dan memikat.Masih dengan mata terpejam rapat, Sophia menggumam pelan. “Jam berapa ini?” tanyanya dengan suara serak yang terdengar aneh. Apa karena dia terlalu banyak berteriak tadi? pikir Sophia yang membuat pipinya merona merah.“Baru pukul tiga sore. Dan kau baru saja tidur selama tiga puluh menit. Ayo bangun!” kata Albert.“Nghm…! Baru tiga puluh menit. Kau tidak lelah?” sahut Sophia rendah.Albert terkekeh, mengecup punggung istrinya itu dengan mesra. “Apa kau lelah?” tanya Albert balik sembari tangannya meraba dan mencari dada istrinya.“Hm,” jawab Sophia. Matanya terpejam rapat, bibirnya kemudian sedikit membuka. Napasnya yang telah normal tadi berangsur kembali cepat. “Sedikit… lelah,” lanjut Sophia.Kekahan di belakangnya terdengar semakin keras. “Aku tahu,” kata Albert, mengecup belekang leher Sophia dan merapatkan tubuh mereka. Keduanya
Albert menghembuskan napas kasar sebelum menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh Sophia yang lembut, kemudian menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher istrinya itu.“Aku hanya tidak ingin orang lain melihatmu mengenakan pakaian jahannam ini. Apa kau tahu seberapa cantik dirimu saat melangkah mendekatiku tadi? Dengan tatapan penuh percaya diri bercampur amarah itu… Kau tampak begitu provokatif. Sialan!” Albert lalu mengecup dan menyesap keras leher Sophia yang membuat istrinya itu melenguh pelan.“Tapi kenapa kau begitu marah?” sahut Sophia di sela napasnya yang terpotong.Albert terkekeh rendah. “Kau pikir kenapa? Masih tidak mengerti juga?” dengusnya pendek.Sophia mengerti. Tapi dirinya menolak perasaan yang datang dengan mudah itu. Namun kecupan Albert membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Tidak ada gunanya juga menahan hasrat di antara mereka yang sejak awal sudah ada di sana.Sophia pun menerima semua perlakuan suaminya itu tanpa penolakan sedikitpun. Bahkan ketika tangan Al
Albert mendorong tubuh wanita asing yang dia bahkan tidak tahu namanya itu. Wanita itu tiba-tiba saja mendatangi dirinya dan melemparkan tubuhnya pada Albert seperti ini. Albert awalnya tidak ingin bersikap kasar. Dia sudah menyuruh wanita itu menjauh, tapi wanita itu justru malah mengoceh.Dan apa katanya tadi? Memesannya di Hotel Singapura? Albert berpikir sejenak, sembari menatap wajah wanita itu tajam. Saat itulah kemudian Albert ingat bahwa wanita di hadapannya ini adalah ‘hadiah’ yang diberikan oleh Mr. Harris, rekan kerja Albert di Singapura beberapa saat lalu.Albert hendak berucap, mengatakan hal telak pada wanita itu untuk menolaknya dan agar dia berhenti mengganggu lagi. Kalau perlu, Albert akan memberikannya uang yang lebih banyak dari yang diberikan oleh Mr. Harris untuk membayarnya pada malam itu. Namun, belum sempat Albert mengucapkan apapun, telinganya lebih dulu mendengar suara isakan yang terdengar samar di belakangnya.Albert pun menoleh dan terkejut mendapati istri
Dalam balutan bikini berwarna kuning itu, kulitnya yang pucat tampak semakin terang. Dengan bagian dada yang rendah dan celana dalam bertali tipis, Sophia menjelma menjadi wanita cantik musim panas dengan tubuhnya yang menggoda.Namun, sekalipun begitu, Sophia merasa jauh dari kata percaya diri. Dia hampir menangis melihat seberapa buruk dan menggelikannya bayangan dirinya di dalam cermin itu.Sekali lagi Sophia bertanya, harus kah dia melakukan ini?Bagaimana tanggapan Albert nanti?Sophia seharusnya bisa pulang hari ini bersama Albert, dia tidak perlu menunda-nunda waktu lagi. Tapi Billie dan Paula memutuskan untuk mengadakan pool party di kolam berenang belakang rumah mereka.Mereka seharusnya melakukan ini di musim panas, kenapa sekarang saat udara mulai mendingin begini? Tapi pesta tetaplah pesta, kapan pun waktunya, mereka hanya mencari-cari alasan untuk bersenang-senang.Albert sudah pergi lebih dulu. Sejak semalam, Sophia tidak banyak berbicara dengan suaminya itu. Albert men