“Apa kau mabuk, Luke?” tanya Sophia.Luke tertawa. “Kenapa kau berpikir begitu?” Lalu terdengar suara cegukan.“Karena kau terdengar lebih menjengkelkan. Sudah ya. Selesaikan dulu acara minum-minummu. Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan semua omong kosongmu.”Sophia hendak memutus panggilan tersebut, namun dia mendengar suara rengekan seperti anak kecil di seberang sana yang membuat tangan Sophia terhenti.Luke menggumamkan kata-kata yang Sophia tidak dapat dengar dengan jelas.“Luke, kau mabuk berat. Sebaiknya kau menelepon asistenmu atau siapapun untuk menjemputmu dan membawamu pulang.”“Ngh, kenapa tidak kau saja?”“Apa?”“Aku ingin kau yang menjemputku.”Seperti yang Sophia bilang, Luke menjadi lebih menjengkelkan saat lelaki itu sedang mabuk.“Aku sibuk. Jadi aku tidak akan melakukannya. Telepon asistenmu!”“Tapi aku mau kau!”“Kalau kau tidak mau menelepon asistenmu, aku yang akan melakukannya. Berapa nomor teleponnya?”“Aku mau kau, Sophia! Datanglah, please…!”Sophia lagi
Sophia tahu bahwa apa yang tengah dia lakukan sekarang adalah keputusan yang bodoh. Untuk apa dia pergi menjemput Luke Abraham? Berputar-putar di kota, meloncat ke satu bar ke bar yang lain. Menghadiri keramaian yang sangat dibencinya. Mendapat satu dua godaan dari pria-pria hidung belang.“Ini gila,” erang Sophia di dalam taksi yang tengah melaju lambat di jalanan yang padat.‘Satu lagi,’ batinnya. Kalau bar yang satu ini dia tidak menemukan orang yang dicarinya, maka Sophia akan pulang. Pasti akan ada seseorang yang mencari pria itu nanti.“Oh, kenapa aku tidak memikirkan ini tadi?” Sophia lagi-lagi bergumam pada dirinya sendiri.Tentu saja bakal ada orang yang mencari Luke. Karena dia adalah seorang Abraham.Sophia memarahi dirinya sendiri yang terlalu cepat mengambil keputusan. Sekarang dia sendiri yang menyesal dan lelah dengan keputusan yang diambilnya.Namun, sekalipun begitu, Sophia begitu lega saat menemukan kakak lelakinya itu berada di bar yang terakhir dia datangi. Luke te
“Luke!” Sophia buru-buru menjauh dari Daniel, tidak sempat mencerna apa yang terjadi, dia segera membantu kakak lelakinya bangkit.Daniel menghela napas melihat wanita di hadapannya yang tampak begitu kesusahan. Maka Daniel pun memutuskan untuk membantunya, memapah tubuh Luke Abraham di bahunya yang tentu saja jauh lebih kokoh ketimbang bahu kecil milik Sophia.“Ayo!”Saat Daniel mengatakan itu, seorang satpam berlari tergopoh-gopoh ke arah mereka. Daniel memberikannya tatapan peringatan.“Aku akan berbicara denganmu nanti,” kata Daniel sebelum satpam itu sempat mengatakan apapun, seperti permintaan maaf karena sudah meninggalkan posnya.Daniel dan Sophia pun berhasil membawa Luke ke dalam salah satu kamar hotel, menidurkannya di ranjang yang nyaman di mana lelaki itu langsung tidak sadarkan diri sepenuhnya alias tertidur.Sophia menatap kakak lelakinya sekilas dan merasa terganggu melihat sepatu yang masih terpasang maka Sophia pun membukanya.Daniel yang melihat itu diam-diam merasa
Satpam yang tadi sempat dimarahi oleh Daniel, kini kembali dengan gelas kopi di tangannya. Kopi yang sama persis seperti yang tadi Daniel jatuhkan. Hanya saja, jumlahnya yang hanya satu membuat Daniel ragu untuk mengambilnya.“Kenapa, Tuan Mateo?” tanya si satpam.Daniel menoleh pada Sophia yang masih menunggu taksi, berdiri tidak jauh dari Daniel dan satpam itu bertemu.“Tidak ada. Terima kasih, Dean,” jawab Daniel, kemudian mengambil kopi itu dan berjalan lagi mendekati Sophia, berdiri di sampingnya sambil menyesap minumannya dengan khidmat.“Sepertinya kau harus menunggu sampai beberapa jam ke depan untuk mendapatkan taksi. Kalau begitu, kau akan pulang larut malam. Kecuali kau mau menerima tawaranku tadi,” kata Daniel.Sophia menoleh padanya, kemudian menggeleng. “Sebentar lagi,” balasnya, sembari mengusap bahunya yang terasa sedikit dingin.Daniel menyadari hal itu kemudian menyodorkan kopinya ke hadapan Sophia. “Kau mau?”“Apa kau serius menawarkan minuman yang sudah kau minum k
Sophia menatap Daniel bertanya, lalu tersadar akan sesuatu. “Ah ya, aku lupa! Terima kasih atas bantuanmu, Daniel. Kau benar-benar penyelamatku.”Sophia tidak bisa melupakan begitu saja bagaimana kerepotannya dia tadi dan merasa sangat lega seolah setengah bebannya terangkat saat melihat Daniel muncul di sana.“Ya, sama-sama,” jawab Daniel dengan sneyuman manis.Albert menatap dua orang itu secara bergantian, lalu berdecak kesal.“Oh, and for your information,” tukas Daniel, mendahului Albert yang juga hendak mengatakan sesuatu.“Apa?” tanya Sophia.“Aku dan kakakmu bertetanggaan. Mungkin kalau besok kau hendak datang menjenguknya, kau juga bisa sekalian mampir ke kamarku. Bagaimana?”Setelah mengucapkan itu, Daniel tidak bohong saat mengatakan bahwa belakang kepalanya terasa panas. Yang pasti berasal dari tatapan tajam pria di belakangnya.Sophia yang menyadari tekanan berat nan berbahaya dari dua orang itu segera menyela dengan melepas tangan Daniel dari lengannya, lalu menatap pria
Saat Albert terdiam, dia berpikir bahwa apa yang dirasakannya memang rasa cemburu. Lalu kenapa? Sophia adalah istrinya. Sebagai suami tentu saja Albert akan merasa seperti itu saat melihat sang istri bertemu dengan lelaki lain tanpa sepengetahuannya.Tapi hal yang sudah sangat jelas itu, masa Sophia tidak tahu dan harus bertanya?Karena harga diri Albert terlalu tinggi untuk mengaku, jadi dia tidak menjawab pertanyaan itu dan langsung membuang pandang ke luar jendela. Sebagai ganti, Albert merapatkan tubuh sang istri ke tubuhnya dan memeluknya erat.Gestur itu sudah cukup menjawab pertanyaan di benak Sophia, jadi dia tidak bertanya lagi dan membalas pelukan Albert sama eratnya.***Sophia memimpikan kejadian itu lagi. Api yang panas, asap yang membuat dada sesak, serta rasa sakit di sekujur tubuh, dan suara teriakan melengking seorang perempuan meminta tolong.Saat Sophia bangun, badannya dibanjiri peluh, tangan dan kakinya bergetar hebat. Albert tengah memeluknya sambil mengusap-usap
Sophia bangun saat matahari tampaknya sudah terbit cukup tinggi. Tidak biasanya Sophia bangun sesiang ini karena sinar matahari biasanya pasti akan mengganggu tidurnya setiap pukul sepuluh pagi, menjadi alarm alami yang sengaja Sophia lakukan dengan membuka gorden kamarnya.Namun saat Sophia terbangun beberapa detik lalu, dia melihat gordennya tertutup dan kamarnya berada dalam remang-remang cahaya.Sophia menoleh ke samping tempat tidurnya dan mendapati sisi itu kosong.Tentu saja, Albert pasti sudah berangkat ke kantor.Sekalipun sudah bangun, tapi Sophia tidak juga bangkit dari ranjangnya. Sophia malah merapatkan selimutnya dan memejamkan matanya lagi.Namun belum sempat Sophia kembali ke alam tidur, suara pintu diketuk mengiterupsi.Sophia menduga kalau itu adalah Dana maka dia menggumamkan kata ‘masuk’ dan terkejut dengan suaranya sendiri yang terdengar sangat serak dan lemah.Dana masuk membawa nampan berisi makanan. Ekspresi di wajah keibuan wanita paruh baya itu tampak cemas.
Sophia tadi menganggap perkataan Albert yang mengatakan padanya untuk tidak pingsan dulu adalah hal yang sangat konyol dan berlebihan.Tapi sekarang, Sophia berbaring di atas ranjang dalam keadaan antara sadar dan tidak sadar. Tidak tahu bagaimana kondisinya bisa jadi seburuk ini, Sophia hanya ingat tadi karena terlalu pusing setelah telepon Albert, dia membaringkan tubuhnya lalu menutup mata.Tahu-tahu saat bangun, Albert sudah ada di kamarnya dengan seorang dokter wanita yang tengah memeriksa keadaannya.Sophia tidak kuasa membuka mata, dia hanya mendengar suara-suara di sekitarnya. Dan Sophia dapat mendengar seberapa cemasnya Albert, sesekali Sophia juga mendengar nada khawatir Dana, dan juga suara lembut nan profesional dokter yang menjelaskan mengenai kondisi Sophia.Sungguh, Sophia berharap bisa membuka mata, tapi sekujur tubuhnya terasa sakit dan dingin. Kepalanya berdentum sangat keras dan menyakitkan. Sedikit saja suara yang didengar telinganya akan membuat dentuman itu semak
Albert mengamati wajah sang istri yang tengah mencomoti tomat di keranjang sayur yang Dana bawa. Kemudian Albert tersadar, bahwa sudah lama rasanya dia tidak melihat raut wajah ceria dan tatapan berbinar di mata wanita itu.Apa yang telah para Abraham itu lakukan padanya? batin Albert. Karena tidak pernah sekalipun Albert melihat Sophia yang seperti ini saat berada di kediaman keluarganya. Dan Albert senang, karena hanya dengan berada di rumah mereka saja Sophia bisa menjadi dirinya sendiri seperti ini.“Jefrey? Dia baik-baik saja. Dan oh! Kebetulan dia tengah ada di tamanmu sekarang. Katanya karena hari ini kau akan pulang, dia harus memberi perhatian lebih pada tanaman-tanaman itu,” jawab Dana sembari terkekeh geli pada kelakuan putranya itu.Sedangkan Sophia yang mendengarnya membelalakkan mata lebar penuh semangat. Dia lantas melangkah setengah berlari menuju ke luar.“Sophie!” panggil Albert, mencoba mencegahnya, tapi Sophia bahkan tidak mendengar “Apa dia tidak merasakan jet lag
“Sophie, kau yakin baik-baik saja?” tanya Albert, entah untuk ke berapa kian kali dia bertanya demikian.Dan dalam setiap pertanyaannya, Sophia hanya mengangguk dan mengubah ekspresinya menjadi sedingin mungkin. Saat dia tahu dirinya tidak akan bisa tenang, di situlah es mulai muncul membentuk dinding penghalang untuk apa yang dia rasakan di dalam.Pikiran Sophia cukup kacau saat itu, sampai yang hanya ingin dia lakukan adalah tidur dan melupakan segalanya sejenak, kemudian bangun dengan perasaan yang lebih baik dan pikiran yang lebih jernih.Sophia sudah begitu muak berada di rumah ini, dia ingin cepat-cepat pergi dan kembali ke kamarnya yang sangat dia rindukan di kediaman suaminya. Berada terlalu lama di rumah ini bersama Paula dan keluarganya yang lain akan membuat pikiran Sophia semakin gila. Karena itulah kemudian Sophia bergerak dengan sangat tergesa-gesa merapikan barang-barangnya.Sementara itu, Albert memperhatikan sang istri dari belakang dengan tatapan rumit. Dia ingin ber
Kejadiannya di Miami. Saat Albert tengah dalam urusan bisnis dan Paula tengah pergi berlibur dengan teman-temannya. Mereka kemudian tidak sengaja bertemu di sebuah bar yang terletak di dekat pantai. Saat itu barnya sangat ramai, tapi Albert duduk seorang diri dan itu bukanlah hal yang biasa.Paula mencoba mendekatinya, tapi Albert secara terang-terangan menolak karena dia tengah ingin sendiri saja. Itu adalah momen yang sangat memalukan bagi Paula karena teman-temannya saat itu menonton apa yang tengah dia lakukan. Lalu mereka pun membuat taruhan, kalau Paula berhasil tidur dengan Albert Raymond, maka dia akan mendapat hadiah liburan ke Bahamas saat akhir pekan selanjutnya.Bukan masalah hadiah, tapi juga gengsi dan harga diri. Paula pun menyanggupi taruhan itu, tapi dengan cara yang curang.Dia menjebak Albert untuk tidur dengannya, menggunakan minuman keras dan obat terlarang yang akan membuat pria manapun yang mengkonsumsinya akan merasa bergairah. Paula mendapatkan obat itu dari s
“Kau tidak boleh melakukannya!” sahut Sophia tegas.“Kenapa? Bekerja dengannya tidak akan membuatmu nyaman dan hal itu mungkin akan berpengaruh pada kesepakatan yang akan kalian ambil. Sebaiknya kau ganti editor saja.”Sophia menoleh ke belakang, menatap suaminya itu geli. “Tapi kau baik-baik saja bekerja sama dengan Luke, Daniel, juga Alexander. Apa diam-diam kau sebenarnya nyaman dengan mereka?” tanya Alicia, matanya sengaja menyipit menatap sang suami curiga.Ekspresi Albert berubah kesal.Sophia terkekeh, lalu menyentuh lengan Albert untuk menenangkannya. “Jangan khawatir. Lina bekerja menjadi editor mungkin memang karena dia ahli di dalamnya. Aku pernah mengobrol dengan dia dan aku akui, dia teman ngobrol yang cukup asik dalam bidang sastra,” kata Sophia. Dan dia berencana untuk bertemu dengan Lina Huang sekali lagi untuk melihat bagaimana wanita itu akan bersikap setelah apa yang terjadi pada mereka.Menggoda suami kliennya sendiri, itu benar-benar tidak beretika, tapi Sophia ti
Kulit Sophia merona merah saat dia ke luar dari dalam bak mandi. Asap tipis sedikit menghalangi pandangnya, juga membuat cermin yang ada di hadapan dia sekarang berembun. Sophia mengusapnya dengan tangan lalu menatap pantulan dirinya di sana.Kedua netra coklat itu melebar menatap wajah yang tampak sedikit berbeda di dalam cermin. Sophia menyentuh dahinya, tidak ada kerutan di sana dan dia tampak… rileks? Bahagia? Sophia tidak tahu bagaimana harus menyebutnya.Saat dia sedang sibuk berpikir, tiba-tiba saja seseorang datang dari belakang dan menyampirkan handuk ke tubuhnya.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Albert sembari mengelap tubuh bagian belakang istrinya.“Aku bisa sendiri!” kata Sophia panik, buru-buru berbalik.Tapi Albert menahan protesnya dan dengan tenang juga ekspresi datar, dia mengelap tubuh sang istri dengan lihai.Wajah Sophia memerah padam. Mereka pada akhirnya tadi memang mandi bersama, lalu Albert menyuruhnya menunggu selagi dia mengambil handuk baru untuk dikenakan. D
“Bangun!” bisik Albert di belakang telinga istrinya. “Bangun, Sayang, kita belum selesai,” rayu pria itu lagi, dengan suaranya yang rendah dan memikat.Masih dengan mata terpejam rapat, Sophia menggumam pelan. “Jam berapa ini?” tanyanya dengan suara serak yang terdengar aneh. Apa karena dia terlalu banyak berteriak tadi? pikir Sophia yang membuat pipinya merona merah.“Baru pukul tiga sore. Dan kau baru saja tidur selama tiga puluh menit. Ayo bangun!” kata Albert.“Nghm…! Baru tiga puluh menit. Kau tidak lelah?” sahut Sophia rendah.Albert terkekeh, mengecup punggung istrinya itu dengan mesra. “Apa kau lelah?” tanya Albert balik sembari tangannya meraba dan mencari dada istrinya.“Hm,” jawab Sophia. Matanya terpejam rapat, bibirnya kemudian sedikit membuka. Napasnya yang telah normal tadi berangsur kembali cepat. “Sedikit… lelah,” lanjut Sophia.Kekahan di belakangnya terdengar semakin keras. “Aku tahu,” kata Albert, mengecup belekang leher Sophia dan merapatkan tubuh mereka. Keduanya
Albert menghembuskan napas kasar sebelum menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh Sophia yang lembut, kemudian menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher istrinya itu.“Aku hanya tidak ingin orang lain melihatmu mengenakan pakaian jahannam ini. Apa kau tahu seberapa cantik dirimu saat melangkah mendekatiku tadi? Dengan tatapan penuh percaya diri bercampur amarah itu… Kau tampak begitu provokatif. Sialan!” Albert lalu mengecup dan menyesap keras leher Sophia yang membuat istrinya itu melenguh pelan.“Tapi kenapa kau begitu marah?” sahut Sophia di sela napasnya yang terpotong.Albert terkekeh rendah. “Kau pikir kenapa? Masih tidak mengerti juga?” dengusnya pendek.Sophia mengerti. Tapi dirinya menolak perasaan yang datang dengan mudah itu. Namun kecupan Albert membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Tidak ada gunanya juga menahan hasrat di antara mereka yang sejak awal sudah ada di sana.Sophia pun menerima semua perlakuan suaminya itu tanpa penolakan sedikitpun. Bahkan ketika tangan Al
Albert mendorong tubuh wanita asing yang dia bahkan tidak tahu namanya itu. Wanita itu tiba-tiba saja mendatangi dirinya dan melemparkan tubuhnya pada Albert seperti ini. Albert awalnya tidak ingin bersikap kasar. Dia sudah menyuruh wanita itu menjauh, tapi wanita itu justru malah mengoceh.Dan apa katanya tadi? Memesannya di Hotel Singapura? Albert berpikir sejenak, sembari menatap wajah wanita itu tajam. Saat itulah kemudian Albert ingat bahwa wanita di hadapannya ini adalah ‘hadiah’ yang diberikan oleh Mr. Harris, rekan kerja Albert di Singapura beberapa saat lalu.Albert hendak berucap, mengatakan hal telak pada wanita itu untuk menolaknya dan agar dia berhenti mengganggu lagi. Kalau perlu, Albert akan memberikannya uang yang lebih banyak dari yang diberikan oleh Mr. Harris untuk membayarnya pada malam itu. Namun, belum sempat Albert mengucapkan apapun, telinganya lebih dulu mendengar suara isakan yang terdengar samar di belakangnya.Albert pun menoleh dan terkejut mendapati istri
Dalam balutan bikini berwarna kuning itu, kulitnya yang pucat tampak semakin terang. Dengan bagian dada yang rendah dan celana dalam bertali tipis, Sophia menjelma menjadi wanita cantik musim panas dengan tubuhnya yang menggoda.Namun, sekalipun begitu, Sophia merasa jauh dari kata percaya diri. Dia hampir menangis melihat seberapa buruk dan menggelikannya bayangan dirinya di dalam cermin itu.Sekali lagi Sophia bertanya, harus kah dia melakukan ini?Bagaimana tanggapan Albert nanti?Sophia seharusnya bisa pulang hari ini bersama Albert, dia tidak perlu menunda-nunda waktu lagi. Tapi Billie dan Paula memutuskan untuk mengadakan pool party di kolam berenang belakang rumah mereka.Mereka seharusnya melakukan ini di musim panas, kenapa sekarang saat udara mulai mendingin begini? Tapi pesta tetaplah pesta, kapan pun waktunya, mereka hanya mencari-cari alasan untuk bersenang-senang.Albert sudah pergi lebih dulu. Sejak semalam, Sophia tidak banyak berbicara dengan suaminya itu. Albert men