“Pukul berapa sekarang?” tanya Sophia.“Sepuluh,” jawab Albert.“Malam?!” Sophia bertanya tidak percaya. “Jadi aku tidur selama itu,” gumamnya pada diri sendiri.Albert tersenyum datar. “Kupikir kau sama sekali tidak tidur, yang benar adalah kau pingsan selama hampir seharian ini.”Sophia mengibaskan tangannya acuh. “Aku tidak mungkin pingsan. Kau tidak bisa membedakan mana orang tidur dan pingsan ya?” Sophia masih tidak menyadari seberapa buruk kondisinya kali ini. Karena biasanya ketika demam, Sophia tidak pernah sampai jatuh pingsan begitu.Albert menatap Sophia tidak habis pikir.“Sudah kubilang, aku hanya kelelahan,” sambung Sophia lagi.Albert hanya menyahut dengan gumaman pelan.“Tidurlah,” katanya sebelum pergi membawa nampan, lalu kembali ke kamar Sophia dan langsung masuk ke kamar mandi. Setelah itu, Albert ke luar dan melangkah ke ranjang.“Kau mau apa?” tanya Sophia yang sedari tadi memperhatikan setiap gerak-gerik suaminya, alih-alih tidur seperti yang lelaki itu suruh.A
“Oh!” Sophia membulatkan matanya. Dia tidak menyangka kalau Albert akan mengatakan itu.‘… istriku.’ Sophia mengulang kata itu berulang kali dan tersenyum seperti orang bodoh.“Anggap saja ini timbal balik dari apa yang kau lakukan waktu itu.”Yang Albert maksud adalah ketika Sophia merawatnya saat dia sakit dulu.“Hm, baiklah. Cukup adil juga,” sahut Sophia kemudian, menyerah sekalipun dia masih merasa tidak enak.Mereka pun menghabiskan waktu mereka berduaan di kamar. Albert fokus dengan pekerjaannya, sedangkan Sophia duduk di sampingnya bergelung selimut sambil membaca buku dengan santai.“Aku ada pertemuan besok dengan editorku di luar,” ujar Sophia memecah keheningan syahdu di antara mereka.“Di mana?” tanya Albert.Sophia mengedikkan bahu. “Editorku yang akan memilih tempat besok. Seharusnya aku pergi pada akhir pekan nanti, tapi aku tidak punya waktu jadi memintanya untuk bertemu besok saja.”“Hm… pergilah kalau begitu.” Albert menggumam. Lalu dia tersadar pada apa yang Sophia
Sudah lama rasanya Sophia tidak pergi ke luar. Dia agak sedikit terkejut dengan banyaknya orang yang berlalu lalang di jalan. Tapi seperti biasa, Sophia selalu berhasil berpura-pura seolah dia tidak merasa terganggu sedikitpun. Terlebih ketika Sophia memasuki café, beberapa pasang mata langsung tertuju padanya. Café yang editor baru Sophia sarankan adalalh café yang cukup terkenal di kalangan sosialita. Jadi Sophia sudah bisa menduga bahwa beberapa dari mereka mungkin mengenalnya, entah sebagai putri bungsu Abraham yang sombong, atau sebagai istri bodoh Albert Raymond.Yang mana pun, Sophia menutup perasaannya agar dia tidak menaruh peduli dan pergi langsung ke ruangan VIP yang telah sang editor pesan. Ruangan itu sepi dan hanya tiga meja yang diisi oleh pengunjung, termasuk Sophia dan sang editor.“Miss Lina Huang?” sapa Sophia pada seorang wanita cantik yang tengah menatap ke luar jendela. Wanita itu menoleh. Matanya yang sipit menatap Sophia terkejut. “Miss Sailendra Audrie,” uc
Albert tengah duduk di kursi meeting itu seorang diri dengan ekspresi datar, makanan tersaji di hadapannya, dan sekretaris wanitanya membantu menyajikan pesanan makanan itu satu per satu. Ketika mendengar pintu terbuka, Albert menoleh dan terkejut melihat Sophia berada di sana. Albert lantas bangkit dan berjalan menghampiri wanita itu.“Sophie, aku tidak tahu kalau kau akan datang,” kata Albert, benar-benar masih tidak menyangka kalau istrinya itu ada di hadapannya. Albert melihat Sophia memeluk erat sebuah tas berbentuk persegi di dadanya.“Apa itu?” tanya Albert, menatap Sophia yang tidak kunjung bersuara.Sophia tadinya sedikit kecewa ketika melihat bahwa Albert ternyata hendak makan siang. Dan disajikan sendiri oleh sekretaris wanitanya yang Sophia tidak terlalu suka. Wanita itu bahkan secara terang-terangan menatapnya sinis di belakang Albert. Sophia yakin, kalau Albert berbalik sekarang, wanita bermuka dua itu pasti akan tersenyum manis tanpa dosa.“Aku kan sudah bilang akan me
Café itu cukup sepi oleh pengunjung. Ketika Sophia muncul di pintu, seorang pelayan datang dengan ramah menghampiri dan mempersilakan mereka masuk, lalu menuntun mereka berdua menuju ruang VIP. Sophia rasa Luke sudah memesan tempat terlebih dahulu. Café ini berinterior mewah sekaligus klasik. Pelayanannya pun setara dengan restoran berbintang lima.Saat pintu VIP terbuka, Sophia mengedarkan pandang dan tidak menemukan pengunjung lain selain kakaknya yang duduk seorang diri di meja yang terletak di tengah ruangan. Saat mata mereka bertemu, Sophia bisa melihat senyum di bibir lelaki itu, atau itu hanya khayalannya saja? Karena tepat setelah mata Luke melihat ke arah Albert, ekspresinya berubah masam.Sophia dan Albert pun melangkah mendekati meja Luke dan duduk di hadapan lelaki itu.“Kau tidak bilang akan mengajaknya,” ujar Luke menatap Sophia.“Kau juga tidak bilang padanya untuk datang sendiri,” sahut Albert dengan senyum datar.Sophia memandang keduanya bergantian lalu berdeham. So
“Sophie! Wah, ini benar-benar kebetulan yang tidak disangka,” kata Daniel sesaat setelah dia sampai di hadapan Sophia, menatap Sophia dan Albert bergantian.Sophia tersenyum sedikit. “Benar, kebe—”“Lalu kenapa?” Albert tiba-tiba menyela.Sophia memiringkan kepalanya bertanya apa yang lelaki itu maksud.Albert kemudian menatap Sophia. “Kenapa memangnya kalau ini hanya kebetulan? Tidak ada artinya. Ayo, cepat, kita harus segera membeli bahan-bahan sebelum waktu makan malam lewat,” kata Albert dengan wajah memberengut.Sophia pun menyadari alasan kenapa Albert bersikap seperti itu, dia menyahut cepat, “Kau benar, kita harus cepat.” Tapi Sophia tentu saja tidak berniat untuk mengabaikan Daniel begitu saja. “Kau sudah makan malam?” bisik Daniel di saamping Sophia. Suaranya cukup besar untuk didengar oleh Albert, tapi Albert tidak mengatakan apapun.Sophia menggeleng. “Kami berbelanja untuk memasak makan malam,” jawabnya.“Ah begitu.” Daniel mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Ketika
“Apa Daniel gay?”“Sophie—”Sophia terkesiap. “Bagaimana kalau sebenarnya yang selama ini dia incar itu kau, bukan aku? Kau, Albert!” Sophia menutup mulutnya tidak percaya. Yang dibalas Albert dengan tatapan tajam juga dingin.Sophia lalu terkekeh. “Aku hanya bercanda. Aku yakin Daniel juga tidak serius.”Albert tersenyum miring. “Dari mana kau bisa yakin?”Sophia menelengkan kepalanya ke samping. Yang diucapkan Daniel tadi itu mungkin saja benar, tapi Sophia juga tidak yakin. “Daniel pernah jatuh cinta sebelumnya. Dan kata Daniel diacantik.”Tadinya Albert tidak mau peduli lagi, tapi setelah mendengar istrinya mengatakan itu, Albert lantas menoleh.Mendapat tatapan seperti itu dari Albert, membuat Sophia sedikit gugup. “Oh! Kau tahu Daniel, dia banyak berbicara.”“Aku tidak tahu,” sahut Albert datar.“Kau tidak tahu? Well… ya sudah, kalau begitu.”Mereka kemudian sama-sama terdiam. Sophia mengalihkan pandangannya ke jendela dan melihat mobil serta lampu-lampu jalan bergerak melewati
“Kenapa kita ke sini?” tanya Sophia bingung selagi melihat Albert memencet kata sandi pada pintu unit apartemennya.Albert tidak mengatakan apapun dan mempersilakan Sophia untuk masuk.Sophia ragu-ragu, menatap garis pintu dan lorong dengan tatapan rumit. Ini adalah pertama kalinya dia pergi ke apartemen Albert. Sebelumnya Sophia tidak pernah tertarik untuk datang. Baginya, tempat ini adalah privasi Albert. Tempat lelaki itu melepas penat dan juga… Sophia menggeleng, mengenyahkan pikiran buruk itu dari kepalanya.Dia pun kemudian melangkahkan kakinya masuk.Albert menyalakan lampu dan seketika tempat itu dipenuhi cahaya.Sophia melihat interiornya yang cukup elegan dan… biasa saja. Biasa saja karena tempat itu tampak kosong. Tidak banyak furnitur yang terisi di dalamnya. Sophia kemudian menoleh pada Albert yang berdiri di belakangnya dan tengah memerhatikannya.“Aku sengaja tidak mengisi terlalu banyak furnitur, terutama yang tidak aku perlukan,” kata Albert seolah bisa menebak pertan
Albert mengamati wajah sang istri yang tengah mencomoti tomat di keranjang sayur yang Dana bawa. Kemudian Albert tersadar, bahwa sudah lama rasanya dia tidak melihat raut wajah ceria dan tatapan berbinar di mata wanita itu.Apa yang telah para Abraham itu lakukan padanya? batin Albert. Karena tidak pernah sekalipun Albert melihat Sophia yang seperti ini saat berada di kediaman keluarganya. Dan Albert senang, karena hanya dengan berada di rumah mereka saja Sophia bisa menjadi dirinya sendiri seperti ini.“Jefrey? Dia baik-baik saja. Dan oh! Kebetulan dia tengah ada di tamanmu sekarang. Katanya karena hari ini kau akan pulang, dia harus memberi perhatian lebih pada tanaman-tanaman itu,” jawab Dana sembari terkekeh geli pada kelakuan putranya itu.Sedangkan Sophia yang mendengarnya membelalakkan mata lebar penuh semangat. Dia lantas melangkah setengah berlari menuju ke luar.“Sophie!” panggil Albert, mencoba mencegahnya, tapi Sophia bahkan tidak mendengar “Apa dia tidak merasakan jet lag
“Sophie, kau yakin baik-baik saja?” tanya Albert, entah untuk ke berapa kian kali dia bertanya demikian.Dan dalam setiap pertanyaannya, Sophia hanya mengangguk dan mengubah ekspresinya menjadi sedingin mungkin. Saat dia tahu dirinya tidak akan bisa tenang, di situlah es mulai muncul membentuk dinding penghalang untuk apa yang dia rasakan di dalam.Pikiran Sophia cukup kacau saat itu, sampai yang hanya ingin dia lakukan adalah tidur dan melupakan segalanya sejenak, kemudian bangun dengan perasaan yang lebih baik dan pikiran yang lebih jernih.Sophia sudah begitu muak berada di rumah ini, dia ingin cepat-cepat pergi dan kembali ke kamarnya yang sangat dia rindukan di kediaman suaminya. Berada terlalu lama di rumah ini bersama Paula dan keluarganya yang lain akan membuat pikiran Sophia semakin gila. Karena itulah kemudian Sophia bergerak dengan sangat tergesa-gesa merapikan barang-barangnya.Sementara itu, Albert memperhatikan sang istri dari belakang dengan tatapan rumit. Dia ingin ber
Kejadiannya di Miami. Saat Albert tengah dalam urusan bisnis dan Paula tengah pergi berlibur dengan teman-temannya. Mereka kemudian tidak sengaja bertemu di sebuah bar yang terletak di dekat pantai. Saat itu barnya sangat ramai, tapi Albert duduk seorang diri dan itu bukanlah hal yang biasa.Paula mencoba mendekatinya, tapi Albert secara terang-terangan menolak karena dia tengah ingin sendiri saja. Itu adalah momen yang sangat memalukan bagi Paula karena teman-temannya saat itu menonton apa yang tengah dia lakukan. Lalu mereka pun membuat taruhan, kalau Paula berhasil tidur dengan Albert Raymond, maka dia akan mendapat hadiah liburan ke Bahamas saat akhir pekan selanjutnya.Bukan masalah hadiah, tapi juga gengsi dan harga diri. Paula pun menyanggupi taruhan itu, tapi dengan cara yang curang.Dia menjebak Albert untuk tidur dengannya, menggunakan minuman keras dan obat terlarang yang akan membuat pria manapun yang mengkonsumsinya akan merasa bergairah. Paula mendapatkan obat itu dari s
“Kau tidak boleh melakukannya!” sahut Sophia tegas.“Kenapa? Bekerja dengannya tidak akan membuatmu nyaman dan hal itu mungkin akan berpengaruh pada kesepakatan yang akan kalian ambil. Sebaiknya kau ganti editor saja.”Sophia menoleh ke belakang, menatap suaminya itu geli. “Tapi kau baik-baik saja bekerja sama dengan Luke, Daniel, juga Alexander. Apa diam-diam kau sebenarnya nyaman dengan mereka?” tanya Alicia, matanya sengaja menyipit menatap sang suami curiga.Ekspresi Albert berubah kesal.Sophia terkekeh, lalu menyentuh lengan Albert untuk menenangkannya. “Jangan khawatir. Lina bekerja menjadi editor mungkin memang karena dia ahli di dalamnya. Aku pernah mengobrol dengan dia dan aku akui, dia teman ngobrol yang cukup asik dalam bidang sastra,” kata Sophia. Dan dia berencana untuk bertemu dengan Lina Huang sekali lagi untuk melihat bagaimana wanita itu akan bersikap setelah apa yang terjadi pada mereka.Menggoda suami kliennya sendiri, itu benar-benar tidak beretika, tapi Sophia ti
Kulit Sophia merona merah saat dia ke luar dari dalam bak mandi. Asap tipis sedikit menghalangi pandangnya, juga membuat cermin yang ada di hadapan dia sekarang berembun. Sophia mengusapnya dengan tangan lalu menatap pantulan dirinya di sana.Kedua netra coklat itu melebar menatap wajah yang tampak sedikit berbeda di dalam cermin. Sophia menyentuh dahinya, tidak ada kerutan di sana dan dia tampak… rileks? Bahagia? Sophia tidak tahu bagaimana harus menyebutnya.Saat dia sedang sibuk berpikir, tiba-tiba saja seseorang datang dari belakang dan menyampirkan handuk ke tubuhnya.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Albert sembari mengelap tubuh bagian belakang istrinya.“Aku bisa sendiri!” kata Sophia panik, buru-buru berbalik.Tapi Albert menahan protesnya dan dengan tenang juga ekspresi datar, dia mengelap tubuh sang istri dengan lihai.Wajah Sophia memerah padam. Mereka pada akhirnya tadi memang mandi bersama, lalu Albert menyuruhnya menunggu selagi dia mengambil handuk baru untuk dikenakan. D
“Bangun!” bisik Albert di belakang telinga istrinya. “Bangun, Sayang, kita belum selesai,” rayu pria itu lagi, dengan suaranya yang rendah dan memikat.Masih dengan mata terpejam rapat, Sophia menggumam pelan. “Jam berapa ini?” tanyanya dengan suara serak yang terdengar aneh. Apa karena dia terlalu banyak berteriak tadi? pikir Sophia yang membuat pipinya merona merah.“Baru pukul tiga sore. Dan kau baru saja tidur selama tiga puluh menit. Ayo bangun!” kata Albert.“Nghm…! Baru tiga puluh menit. Kau tidak lelah?” sahut Sophia rendah.Albert terkekeh, mengecup punggung istrinya itu dengan mesra. “Apa kau lelah?” tanya Albert balik sembari tangannya meraba dan mencari dada istrinya.“Hm,” jawab Sophia. Matanya terpejam rapat, bibirnya kemudian sedikit membuka. Napasnya yang telah normal tadi berangsur kembali cepat. “Sedikit… lelah,” lanjut Sophia.Kekahan di belakangnya terdengar semakin keras. “Aku tahu,” kata Albert, mengecup belekang leher Sophia dan merapatkan tubuh mereka. Keduanya
Albert menghembuskan napas kasar sebelum menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh Sophia yang lembut, kemudian menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher istrinya itu.“Aku hanya tidak ingin orang lain melihatmu mengenakan pakaian jahannam ini. Apa kau tahu seberapa cantik dirimu saat melangkah mendekatiku tadi? Dengan tatapan penuh percaya diri bercampur amarah itu… Kau tampak begitu provokatif. Sialan!” Albert lalu mengecup dan menyesap keras leher Sophia yang membuat istrinya itu melenguh pelan.“Tapi kenapa kau begitu marah?” sahut Sophia di sela napasnya yang terpotong.Albert terkekeh rendah. “Kau pikir kenapa? Masih tidak mengerti juga?” dengusnya pendek.Sophia mengerti. Tapi dirinya menolak perasaan yang datang dengan mudah itu. Namun kecupan Albert membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Tidak ada gunanya juga menahan hasrat di antara mereka yang sejak awal sudah ada di sana.Sophia pun menerima semua perlakuan suaminya itu tanpa penolakan sedikitpun. Bahkan ketika tangan Al
Albert mendorong tubuh wanita asing yang dia bahkan tidak tahu namanya itu. Wanita itu tiba-tiba saja mendatangi dirinya dan melemparkan tubuhnya pada Albert seperti ini. Albert awalnya tidak ingin bersikap kasar. Dia sudah menyuruh wanita itu menjauh, tapi wanita itu justru malah mengoceh.Dan apa katanya tadi? Memesannya di Hotel Singapura? Albert berpikir sejenak, sembari menatap wajah wanita itu tajam. Saat itulah kemudian Albert ingat bahwa wanita di hadapannya ini adalah ‘hadiah’ yang diberikan oleh Mr. Harris, rekan kerja Albert di Singapura beberapa saat lalu.Albert hendak berucap, mengatakan hal telak pada wanita itu untuk menolaknya dan agar dia berhenti mengganggu lagi. Kalau perlu, Albert akan memberikannya uang yang lebih banyak dari yang diberikan oleh Mr. Harris untuk membayarnya pada malam itu. Namun, belum sempat Albert mengucapkan apapun, telinganya lebih dulu mendengar suara isakan yang terdengar samar di belakangnya.Albert pun menoleh dan terkejut mendapati istri
Dalam balutan bikini berwarna kuning itu, kulitnya yang pucat tampak semakin terang. Dengan bagian dada yang rendah dan celana dalam bertali tipis, Sophia menjelma menjadi wanita cantik musim panas dengan tubuhnya yang menggoda.Namun, sekalipun begitu, Sophia merasa jauh dari kata percaya diri. Dia hampir menangis melihat seberapa buruk dan menggelikannya bayangan dirinya di dalam cermin itu.Sekali lagi Sophia bertanya, harus kah dia melakukan ini?Bagaimana tanggapan Albert nanti?Sophia seharusnya bisa pulang hari ini bersama Albert, dia tidak perlu menunda-nunda waktu lagi. Tapi Billie dan Paula memutuskan untuk mengadakan pool party di kolam berenang belakang rumah mereka.Mereka seharusnya melakukan ini di musim panas, kenapa sekarang saat udara mulai mendingin begini? Tapi pesta tetaplah pesta, kapan pun waktunya, mereka hanya mencari-cari alasan untuk bersenang-senang.Albert sudah pergi lebih dulu. Sejak semalam, Sophia tidak banyak berbicara dengan suaminya itu. Albert men