Café itu cukup sepi oleh pengunjung. Ketika Sophia muncul di pintu, seorang pelayan datang dengan ramah menghampiri dan mempersilakan mereka masuk, lalu menuntun mereka berdua menuju ruang VIP. Sophia rasa Luke sudah memesan tempat terlebih dahulu. Café ini berinterior mewah sekaligus klasik. Pelayanannya pun setara dengan restoran berbintang lima.Saat pintu VIP terbuka, Sophia mengedarkan pandang dan tidak menemukan pengunjung lain selain kakaknya yang duduk seorang diri di meja yang terletak di tengah ruangan. Saat mata mereka bertemu, Sophia bisa melihat senyum di bibir lelaki itu, atau itu hanya khayalannya saja? Karena tepat setelah mata Luke melihat ke arah Albert, ekspresinya berubah masam.Sophia dan Albert pun melangkah mendekati meja Luke dan duduk di hadapan lelaki itu.“Kau tidak bilang akan mengajaknya,” ujar Luke menatap Sophia.“Kau juga tidak bilang padanya untuk datang sendiri,” sahut Albert dengan senyum datar.Sophia memandang keduanya bergantian lalu berdeham. So
“Sophie! Wah, ini benar-benar kebetulan yang tidak disangka,” kata Daniel sesaat setelah dia sampai di hadapan Sophia, menatap Sophia dan Albert bergantian.Sophia tersenyum sedikit. “Benar, kebe—”“Lalu kenapa?” Albert tiba-tiba menyela.Sophia memiringkan kepalanya bertanya apa yang lelaki itu maksud.Albert kemudian menatap Sophia. “Kenapa memangnya kalau ini hanya kebetulan? Tidak ada artinya. Ayo, cepat, kita harus segera membeli bahan-bahan sebelum waktu makan malam lewat,” kata Albert dengan wajah memberengut.Sophia pun menyadari alasan kenapa Albert bersikap seperti itu, dia menyahut cepat, “Kau benar, kita harus cepat.” Tapi Sophia tentu saja tidak berniat untuk mengabaikan Daniel begitu saja. “Kau sudah makan malam?” bisik Daniel di saamping Sophia. Suaranya cukup besar untuk didengar oleh Albert, tapi Albert tidak mengatakan apapun.Sophia menggeleng. “Kami berbelanja untuk memasak makan malam,” jawabnya.“Ah begitu.” Daniel mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Ketika
“Apa Daniel gay?”“Sophie—”Sophia terkesiap. “Bagaimana kalau sebenarnya yang selama ini dia incar itu kau, bukan aku? Kau, Albert!” Sophia menutup mulutnya tidak percaya. Yang dibalas Albert dengan tatapan tajam juga dingin.Sophia lalu terkekeh. “Aku hanya bercanda. Aku yakin Daniel juga tidak serius.”Albert tersenyum miring. “Dari mana kau bisa yakin?”Sophia menelengkan kepalanya ke samping. Yang diucapkan Daniel tadi itu mungkin saja benar, tapi Sophia juga tidak yakin. “Daniel pernah jatuh cinta sebelumnya. Dan kata Daniel diacantik.”Tadinya Albert tidak mau peduli lagi, tapi setelah mendengar istrinya mengatakan itu, Albert lantas menoleh.Mendapat tatapan seperti itu dari Albert, membuat Sophia sedikit gugup. “Oh! Kau tahu Daniel, dia banyak berbicara.”“Aku tidak tahu,” sahut Albert datar.“Kau tidak tahu? Well… ya sudah, kalau begitu.”Mereka kemudian sama-sama terdiam. Sophia mengalihkan pandangannya ke jendela dan melihat mobil serta lampu-lampu jalan bergerak melewati
“Kenapa kita ke sini?” tanya Sophia bingung selagi melihat Albert memencet kata sandi pada pintu unit apartemennya.Albert tidak mengatakan apapun dan mempersilakan Sophia untuk masuk.Sophia ragu-ragu, menatap garis pintu dan lorong dengan tatapan rumit. Ini adalah pertama kalinya dia pergi ke apartemen Albert. Sebelumnya Sophia tidak pernah tertarik untuk datang. Baginya, tempat ini adalah privasi Albert. Tempat lelaki itu melepas penat dan juga… Sophia menggeleng, mengenyahkan pikiran buruk itu dari kepalanya.Dia pun kemudian melangkahkan kakinya masuk.Albert menyalakan lampu dan seketika tempat itu dipenuhi cahaya.Sophia melihat interiornya yang cukup elegan dan… biasa saja. Biasa saja karena tempat itu tampak kosong. Tidak banyak furnitur yang terisi di dalamnya. Sophia kemudian menoleh pada Albert yang berdiri di belakangnya dan tengah memerhatikannya.“Aku sengaja tidak mengisi terlalu banyak furnitur, terutama yang tidak aku perlukan,” kata Albert seolah bisa menebak pertan
Seperti tersiram air es, tubuh Sophia langsung terdiam setelah mendengar pengakuan itu. Jadi selama ini, Albert selalu memasak dan memesan steak setiap makan malam berdua karena Sophia menyukainya? Bukan karena Albert menyukai makanan itu sendiri?Tapi kapan Sophia pernah bilang kalau dia menyukai steak?“Kau tidak suka steak?” tanya Albert kemudian, karena Sophia terus terdiam dan tidak kunjung membuka suara.“A-aku… suka,” jawab Sophia, masih dengan perasaan tidak percaya.Sophia tidak pernah terlalu memikirkan apa makanan kesukaannya. Dia suka semua makanan yang enak. Satu-satunya makanan yang dia akui sebagai favorite-nya adalah tomat. Sedangkan steak… Sophia tidak tahu. Karena enak, makanya Sophia makan.Namun kini setelah mendengar perkataan Albert itu, Sophia memutuskan bahwa mulai saat ini steak adalah makanan favorite-nya.“Dari mana kau… tahu?” tanya Sophia pelan.Albert selesai memotong daging di piringnya lalu menatap Sophia. “Karena kau memesan steak di makan malam pertama
“Boleh kah aku meminta sesuatu?” kata Sophia, mendongak menatap Albert yang baru saja selesai mandi dan hendak masuk ke dalam walk-in-closet.“Hm. Apa itu?” sahut Albert.“Aku ingin kau mengenakan pakaian saat tidur malam ini,” jawab Sophia, yang sontak membuat langkah Albert terhenti.“Apa kau bilang?” beonya, berharap pendengarannya salah.“Kau…” Sophia menunduk, “mengenakan pakaian saat tidur.”Keheningan langsung terjadi setelah itu. Sampai sebuah senyum terbit di bibir Albert.“Kenapa memangnya?” tanya Albert, dengan nada menggoda, sembari menyandarkan bahunya di ambang pintu.Sophia yang tengah duduk di atas ranjang sengaja berpura-pura fokus dengan ponselnya. Lalu diam-diam tatapannya turun menatap pakaian yang ia kenakan. Tidak seperti di rumah di mana Sophia mengenakan pakaian tidur tertutup, di sini dia hanya mengenakan sehelai kemeja yang menutupi pakaian dalamnya saja.“Karena itu berbahaya,” jawab Sophia, tersenyum seolah apa yang dia katakan itu bukanlah apa-apa.Albert
Albert dibasahi keringat. Napasnya masih sedikit ngos-ngosan saat dia masuk dan mendekati sang istri.“Kupikir kau di mana,” katanya diikuti senyum lega.Sophia menyingkirkan perasaan yang tadi dirasakannya ke pojok ruang di hatinya dan balas menatap Albert dengan senyuman tipis.“Kau habis lari pagi?” tanya Sophia. “Hm,” jawab Albert sebelum matanya memandang tubuh Sophia dari atas sampai bawah. “Kenapa kau mengenakan bajumu yang kemarin?”Rasanya semakin susah bagi Sophia untuk menahan senyumnya tampak tulus. “Karena… aku mau pulang.”“Pulang? Kalau begitu….” Albert membuka lemari kayu itu, yang Sophia harap tidak pernah dia lihat lagi. “Gunakanlah pakaian ini,” kata Albert.Senyum di bibir Sophia hilang sepenuhnya. Perasaan yang sempat dia pendam tadi membludak ke luar.“Kau serius menyuruhku mengenakan itu?” tanya Sophia.“Ya,” jawab Albert, lalu tersadar pada nada suara Sophia yang terdengar dingin. “Ah, baju-baju ini memang lama, tapi setidaknya lebih baik dari pada harus menge
“Pakaian-pakaian itu… milik siapa?” tanya Sophia.Albert langsung terdiam. “Aku mengerti sekarang,” ucapnya.Sophia mengernyit. Dari respon Albert saja Sophia sudah memiliki firasat bahwa dia tidak akan menyukai jawabannya.“Kau berpikir itu milik mantan wanita-wanitaku?”Pertahanan diri Sophia untuk tidak menunjukkan perasaannya yang sebenarnya kini semakin menipis. “Bukan kah memang begitu?”Albert terkekeh sumbang. “Aku mengerti kenapa kau berpikir seperti itu. Tapi untuk langsung kabur seperti tadi tanpa mencoba mencari kebenarannya terlebih dahulu dariku adalah tindakan yang salah, Sophie,” kata Albert.Sophia dibuat sedikit kesal karena kesannya Albert malah menyalahkannya, tapi Sophia menahan diri. “Sudahlah, kalau kau tidak mau menjawab pertanyaanku, aku akan pergi saja.”Albert segera menghalangi Sophia lagi.“Albert, aku ingin menenangkan diri. Saat ini aku tahu bahwa aku sedang tidak berpikir secara rasional jadi aku mohon… biarkan aku pergi.” Suara Sophia terdengar memelas
Albert mengamati wajah sang istri yang tengah mencomoti tomat di keranjang sayur yang Dana bawa. Kemudian Albert tersadar, bahwa sudah lama rasanya dia tidak melihat raut wajah ceria dan tatapan berbinar di mata wanita itu.Apa yang telah para Abraham itu lakukan padanya? batin Albert. Karena tidak pernah sekalipun Albert melihat Sophia yang seperti ini saat berada di kediaman keluarganya. Dan Albert senang, karena hanya dengan berada di rumah mereka saja Sophia bisa menjadi dirinya sendiri seperti ini.“Jefrey? Dia baik-baik saja. Dan oh! Kebetulan dia tengah ada di tamanmu sekarang. Katanya karena hari ini kau akan pulang, dia harus memberi perhatian lebih pada tanaman-tanaman itu,” jawab Dana sembari terkekeh geli pada kelakuan putranya itu.Sedangkan Sophia yang mendengarnya membelalakkan mata lebar penuh semangat. Dia lantas melangkah setengah berlari menuju ke luar.“Sophie!” panggil Albert, mencoba mencegahnya, tapi Sophia bahkan tidak mendengar “Apa dia tidak merasakan jet lag
“Sophie, kau yakin baik-baik saja?” tanya Albert, entah untuk ke berapa kian kali dia bertanya demikian.Dan dalam setiap pertanyaannya, Sophia hanya mengangguk dan mengubah ekspresinya menjadi sedingin mungkin. Saat dia tahu dirinya tidak akan bisa tenang, di situlah es mulai muncul membentuk dinding penghalang untuk apa yang dia rasakan di dalam.Pikiran Sophia cukup kacau saat itu, sampai yang hanya ingin dia lakukan adalah tidur dan melupakan segalanya sejenak, kemudian bangun dengan perasaan yang lebih baik dan pikiran yang lebih jernih.Sophia sudah begitu muak berada di rumah ini, dia ingin cepat-cepat pergi dan kembali ke kamarnya yang sangat dia rindukan di kediaman suaminya. Berada terlalu lama di rumah ini bersama Paula dan keluarganya yang lain akan membuat pikiran Sophia semakin gila. Karena itulah kemudian Sophia bergerak dengan sangat tergesa-gesa merapikan barang-barangnya.Sementara itu, Albert memperhatikan sang istri dari belakang dengan tatapan rumit. Dia ingin ber
Kejadiannya di Miami. Saat Albert tengah dalam urusan bisnis dan Paula tengah pergi berlibur dengan teman-temannya. Mereka kemudian tidak sengaja bertemu di sebuah bar yang terletak di dekat pantai. Saat itu barnya sangat ramai, tapi Albert duduk seorang diri dan itu bukanlah hal yang biasa.Paula mencoba mendekatinya, tapi Albert secara terang-terangan menolak karena dia tengah ingin sendiri saja. Itu adalah momen yang sangat memalukan bagi Paula karena teman-temannya saat itu menonton apa yang tengah dia lakukan. Lalu mereka pun membuat taruhan, kalau Paula berhasil tidur dengan Albert Raymond, maka dia akan mendapat hadiah liburan ke Bahamas saat akhir pekan selanjutnya.Bukan masalah hadiah, tapi juga gengsi dan harga diri. Paula pun menyanggupi taruhan itu, tapi dengan cara yang curang.Dia menjebak Albert untuk tidur dengannya, menggunakan minuman keras dan obat terlarang yang akan membuat pria manapun yang mengkonsumsinya akan merasa bergairah. Paula mendapatkan obat itu dari s
“Kau tidak boleh melakukannya!” sahut Sophia tegas.“Kenapa? Bekerja dengannya tidak akan membuatmu nyaman dan hal itu mungkin akan berpengaruh pada kesepakatan yang akan kalian ambil. Sebaiknya kau ganti editor saja.”Sophia menoleh ke belakang, menatap suaminya itu geli. “Tapi kau baik-baik saja bekerja sama dengan Luke, Daniel, juga Alexander. Apa diam-diam kau sebenarnya nyaman dengan mereka?” tanya Alicia, matanya sengaja menyipit menatap sang suami curiga.Ekspresi Albert berubah kesal.Sophia terkekeh, lalu menyentuh lengan Albert untuk menenangkannya. “Jangan khawatir. Lina bekerja menjadi editor mungkin memang karena dia ahli di dalamnya. Aku pernah mengobrol dengan dia dan aku akui, dia teman ngobrol yang cukup asik dalam bidang sastra,” kata Sophia. Dan dia berencana untuk bertemu dengan Lina Huang sekali lagi untuk melihat bagaimana wanita itu akan bersikap setelah apa yang terjadi pada mereka.Menggoda suami kliennya sendiri, itu benar-benar tidak beretika, tapi Sophia ti
Kulit Sophia merona merah saat dia ke luar dari dalam bak mandi. Asap tipis sedikit menghalangi pandangnya, juga membuat cermin yang ada di hadapan dia sekarang berembun. Sophia mengusapnya dengan tangan lalu menatap pantulan dirinya di sana.Kedua netra coklat itu melebar menatap wajah yang tampak sedikit berbeda di dalam cermin. Sophia menyentuh dahinya, tidak ada kerutan di sana dan dia tampak… rileks? Bahagia? Sophia tidak tahu bagaimana harus menyebutnya.Saat dia sedang sibuk berpikir, tiba-tiba saja seseorang datang dari belakang dan menyampirkan handuk ke tubuhnya.“Apa yang kau pikirkan?” tanya Albert sembari mengelap tubuh bagian belakang istrinya.“Aku bisa sendiri!” kata Sophia panik, buru-buru berbalik.Tapi Albert menahan protesnya dan dengan tenang juga ekspresi datar, dia mengelap tubuh sang istri dengan lihai.Wajah Sophia memerah padam. Mereka pada akhirnya tadi memang mandi bersama, lalu Albert menyuruhnya menunggu selagi dia mengambil handuk baru untuk dikenakan. D
“Bangun!” bisik Albert di belakang telinga istrinya. “Bangun, Sayang, kita belum selesai,” rayu pria itu lagi, dengan suaranya yang rendah dan memikat.Masih dengan mata terpejam rapat, Sophia menggumam pelan. “Jam berapa ini?” tanyanya dengan suara serak yang terdengar aneh. Apa karena dia terlalu banyak berteriak tadi? pikir Sophia yang membuat pipinya merona merah.“Baru pukul tiga sore. Dan kau baru saja tidur selama tiga puluh menit. Ayo bangun!” kata Albert.“Nghm…! Baru tiga puluh menit. Kau tidak lelah?” sahut Sophia rendah.Albert terkekeh, mengecup punggung istrinya itu dengan mesra. “Apa kau lelah?” tanya Albert balik sembari tangannya meraba dan mencari dada istrinya.“Hm,” jawab Sophia. Matanya terpejam rapat, bibirnya kemudian sedikit membuka. Napasnya yang telah normal tadi berangsur kembali cepat. “Sedikit… lelah,” lanjut Sophia.Kekahan di belakangnya terdengar semakin keras. “Aku tahu,” kata Albert, mengecup belekang leher Sophia dan merapatkan tubuh mereka. Keduanya
Albert menghembuskan napas kasar sebelum menjatuhkan tubuhnya menindih tubuh Sophia yang lembut, kemudian menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher istrinya itu.“Aku hanya tidak ingin orang lain melihatmu mengenakan pakaian jahannam ini. Apa kau tahu seberapa cantik dirimu saat melangkah mendekatiku tadi? Dengan tatapan penuh percaya diri bercampur amarah itu… Kau tampak begitu provokatif. Sialan!” Albert lalu mengecup dan menyesap keras leher Sophia yang membuat istrinya itu melenguh pelan.“Tapi kenapa kau begitu marah?” sahut Sophia di sela napasnya yang terpotong.Albert terkekeh rendah. “Kau pikir kenapa? Masih tidak mengerti juga?” dengusnya pendek.Sophia mengerti. Tapi dirinya menolak perasaan yang datang dengan mudah itu. Namun kecupan Albert membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Tidak ada gunanya juga menahan hasrat di antara mereka yang sejak awal sudah ada di sana.Sophia pun menerima semua perlakuan suaminya itu tanpa penolakan sedikitpun. Bahkan ketika tangan Al
Albert mendorong tubuh wanita asing yang dia bahkan tidak tahu namanya itu. Wanita itu tiba-tiba saja mendatangi dirinya dan melemparkan tubuhnya pada Albert seperti ini. Albert awalnya tidak ingin bersikap kasar. Dia sudah menyuruh wanita itu menjauh, tapi wanita itu justru malah mengoceh.Dan apa katanya tadi? Memesannya di Hotel Singapura? Albert berpikir sejenak, sembari menatap wajah wanita itu tajam. Saat itulah kemudian Albert ingat bahwa wanita di hadapannya ini adalah ‘hadiah’ yang diberikan oleh Mr. Harris, rekan kerja Albert di Singapura beberapa saat lalu.Albert hendak berucap, mengatakan hal telak pada wanita itu untuk menolaknya dan agar dia berhenti mengganggu lagi. Kalau perlu, Albert akan memberikannya uang yang lebih banyak dari yang diberikan oleh Mr. Harris untuk membayarnya pada malam itu. Namun, belum sempat Albert mengucapkan apapun, telinganya lebih dulu mendengar suara isakan yang terdengar samar di belakangnya.Albert pun menoleh dan terkejut mendapati istri
Dalam balutan bikini berwarna kuning itu, kulitnya yang pucat tampak semakin terang. Dengan bagian dada yang rendah dan celana dalam bertali tipis, Sophia menjelma menjadi wanita cantik musim panas dengan tubuhnya yang menggoda.Namun, sekalipun begitu, Sophia merasa jauh dari kata percaya diri. Dia hampir menangis melihat seberapa buruk dan menggelikannya bayangan dirinya di dalam cermin itu.Sekali lagi Sophia bertanya, harus kah dia melakukan ini?Bagaimana tanggapan Albert nanti?Sophia seharusnya bisa pulang hari ini bersama Albert, dia tidak perlu menunda-nunda waktu lagi. Tapi Billie dan Paula memutuskan untuk mengadakan pool party di kolam berenang belakang rumah mereka.Mereka seharusnya melakukan ini di musim panas, kenapa sekarang saat udara mulai mendingin begini? Tapi pesta tetaplah pesta, kapan pun waktunya, mereka hanya mencari-cari alasan untuk bersenang-senang.Albert sudah pergi lebih dulu. Sejak semalam, Sophia tidak banyak berbicara dengan suaminya itu. Albert men