Sudah lama rasanya Sophia tidak pergi ke luar. Dia agak sedikit terkejut dengan banyaknya orang yang berlalu lalang di jalan. Tapi seperti biasa, Sophia selalu berhasil berpura-pura seolah dia tidak merasa terganggu sedikitpun. Terlebih ketika Sophia memasuki café, beberapa pasang mata langsung tertuju padanya. Café yang editor baru Sophia sarankan adalalh café yang cukup terkenal di kalangan sosialita. Jadi Sophia sudah bisa menduga bahwa beberapa dari mereka mungkin mengenalnya, entah sebagai putri bungsu Abraham yang sombong, atau sebagai istri bodoh Albert Raymond.Yang mana pun, Sophia menutup perasaannya agar dia tidak menaruh peduli dan pergi langsung ke ruangan VIP yang telah sang editor pesan. Ruangan itu sepi dan hanya tiga meja yang diisi oleh pengunjung, termasuk Sophia dan sang editor.“Miss Lina Huang?” sapa Sophia pada seorang wanita cantik yang tengah menatap ke luar jendela. Wanita itu menoleh. Matanya yang sipit menatap Sophia terkejut. “Miss Sailendra Audrie,” uc
Albert tengah duduk di kursi meeting itu seorang diri dengan ekspresi datar, makanan tersaji di hadapannya, dan sekretaris wanitanya membantu menyajikan pesanan makanan itu satu per satu. Ketika mendengar pintu terbuka, Albert menoleh dan terkejut melihat Sophia berada di sana. Albert lantas bangkit dan berjalan menghampiri wanita itu.“Sophie, aku tidak tahu kalau kau akan datang,” kata Albert, benar-benar masih tidak menyangka kalau istrinya itu ada di hadapannya. Albert melihat Sophia memeluk erat sebuah tas berbentuk persegi di dadanya.“Apa itu?” tanya Albert, menatap Sophia yang tidak kunjung bersuara.Sophia tadinya sedikit kecewa ketika melihat bahwa Albert ternyata hendak makan siang. Dan disajikan sendiri oleh sekretaris wanitanya yang Sophia tidak terlalu suka. Wanita itu bahkan secara terang-terangan menatapnya sinis di belakang Albert. Sophia yakin, kalau Albert berbalik sekarang, wanita bermuka dua itu pasti akan tersenyum manis tanpa dosa.“Aku kan sudah bilang akan me
Café itu cukup sepi oleh pengunjung. Ketika Sophia muncul di pintu, seorang pelayan datang dengan ramah menghampiri dan mempersilakan mereka masuk, lalu menuntun mereka berdua menuju ruang VIP. Sophia rasa Luke sudah memesan tempat terlebih dahulu. Café ini berinterior mewah sekaligus klasik. Pelayanannya pun setara dengan restoran berbintang lima.Saat pintu VIP terbuka, Sophia mengedarkan pandang dan tidak menemukan pengunjung lain selain kakaknya yang duduk seorang diri di meja yang terletak di tengah ruangan. Saat mata mereka bertemu, Sophia bisa melihat senyum di bibir lelaki itu, atau itu hanya khayalannya saja? Karena tepat setelah mata Luke melihat ke arah Albert, ekspresinya berubah masam.Sophia dan Albert pun melangkah mendekati meja Luke dan duduk di hadapan lelaki itu.“Kau tidak bilang akan mengajaknya,” ujar Luke menatap Sophia.“Kau juga tidak bilang padanya untuk datang sendiri,” sahut Albert dengan senyum datar.Sophia memandang keduanya bergantian lalu berdeham. So
“Sophie! Wah, ini benar-benar kebetulan yang tidak disangka,” kata Daniel sesaat setelah dia sampai di hadapan Sophia, menatap Sophia dan Albert bergantian.Sophia tersenyum sedikit. “Benar, kebe—”“Lalu kenapa?” Albert tiba-tiba menyela.Sophia memiringkan kepalanya bertanya apa yang lelaki itu maksud.Albert kemudian menatap Sophia. “Kenapa memangnya kalau ini hanya kebetulan? Tidak ada artinya. Ayo, cepat, kita harus segera membeli bahan-bahan sebelum waktu makan malam lewat,” kata Albert dengan wajah memberengut.Sophia pun menyadari alasan kenapa Albert bersikap seperti itu, dia menyahut cepat, “Kau benar, kita harus cepat.” Tapi Sophia tentu saja tidak berniat untuk mengabaikan Daniel begitu saja. “Kau sudah makan malam?” bisik Daniel di saamping Sophia. Suaranya cukup besar untuk didengar oleh Albert, tapi Albert tidak mengatakan apapun.Sophia menggeleng. “Kami berbelanja untuk memasak makan malam,” jawabnya.“Ah begitu.” Daniel mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Ketika
“Apa Daniel gay?”“Sophie—”Sophia terkesiap. “Bagaimana kalau sebenarnya yang selama ini dia incar itu kau, bukan aku? Kau, Albert!” Sophia menutup mulutnya tidak percaya. Yang dibalas Albert dengan tatapan tajam juga dingin.Sophia lalu terkekeh. “Aku hanya bercanda. Aku yakin Daniel juga tidak serius.”Albert tersenyum miring. “Dari mana kau bisa yakin?”Sophia menelengkan kepalanya ke samping. Yang diucapkan Daniel tadi itu mungkin saja benar, tapi Sophia juga tidak yakin. “Daniel pernah jatuh cinta sebelumnya. Dan kata Daniel diacantik.”Tadinya Albert tidak mau peduli lagi, tapi setelah mendengar istrinya mengatakan itu, Albert lantas menoleh.Mendapat tatapan seperti itu dari Albert, membuat Sophia sedikit gugup. “Oh! Kau tahu Daniel, dia banyak berbicara.”“Aku tidak tahu,” sahut Albert datar.“Kau tidak tahu? Well… ya sudah, kalau begitu.”Mereka kemudian sama-sama terdiam. Sophia mengalihkan pandangannya ke jendela dan melihat mobil serta lampu-lampu jalan bergerak melewati
“Kenapa kita ke sini?” tanya Sophia bingung selagi melihat Albert memencet kata sandi pada pintu unit apartemennya.Albert tidak mengatakan apapun dan mempersilakan Sophia untuk masuk.Sophia ragu-ragu, menatap garis pintu dan lorong dengan tatapan rumit. Ini adalah pertama kalinya dia pergi ke apartemen Albert. Sebelumnya Sophia tidak pernah tertarik untuk datang. Baginya, tempat ini adalah privasi Albert. Tempat lelaki itu melepas penat dan juga… Sophia menggeleng, mengenyahkan pikiran buruk itu dari kepalanya.Dia pun kemudian melangkahkan kakinya masuk.Albert menyalakan lampu dan seketika tempat itu dipenuhi cahaya.Sophia melihat interiornya yang cukup elegan dan… biasa saja. Biasa saja karena tempat itu tampak kosong. Tidak banyak furnitur yang terisi di dalamnya. Sophia kemudian menoleh pada Albert yang berdiri di belakangnya dan tengah memerhatikannya.“Aku sengaja tidak mengisi terlalu banyak furnitur, terutama yang tidak aku perlukan,” kata Albert seolah bisa menebak pertan
Seperti tersiram air es, tubuh Sophia langsung terdiam setelah mendengar pengakuan itu. Jadi selama ini, Albert selalu memasak dan memesan steak setiap makan malam berdua karena Sophia menyukainya? Bukan karena Albert menyukai makanan itu sendiri?Tapi kapan Sophia pernah bilang kalau dia menyukai steak?“Kau tidak suka steak?” tanya Albert kemudian, karena Sophia terus terdiam dan tidak kunjung membuka suara.“A-aku… suka,” jawab Sophia, masih dengan perasaan tidak percaya.Sophia tidak pernah terlalu memikirkan apa makanan kesukaannya. Dia suka semua makanan yang enak. Satu-satunya makanan yang dia akui sebagai favorite-nya adalah tomat. Sedangkan steak… Sophia tidak tahu. Karena enak, makanya Sophia makan.Namun kini setelah mendengar perkataan Albert itu, Sophia memutuskan bahwa mulai saat ini steak adalah makanan favorite-nya.“Dari mana kau… tahu?” tanya Sophia pelan.Albert selesai memotong daging di piringnya lalu menatap Sophia. “Karena kau memesan steak di makan malam pertama
“Boleh kah aku meminta sesuatu?” kata Sophia, mendongak menatap Albert yang baru saja selesai mandi dan hendak masuk ke dalam walk-in-closet.“Hm. Apa itu?” sahut Albert.“Aku ingin kau mengenakan pakaian saat tidur malam ini,” jawab Sophia, yang sontak membuat langkah Albert terhenti.“Apa kau bilang?” beonya, berharap pendengarannya salah.“Kau…” Sophia menunduk, “mengenakan pakaian saat tidur.”Keheningan langsung terjadi setelah itu. Sampai sebuah senyum terbit di bibir Albert.“Kenapa memangnya?” tanya Albert, dengan nada menggoda, sembari menyandarkan bahunya di ambang pintu.Sophia yang tengah duduk di atas ranjang sengaja berpura-pura fokus dengan ponselnya. Lalu diam-diam tatapannya turun menatap pakaian yang ia kenakan. Tidak seperti di rumah di mana Sophia mengenakan pakaian tidur tertutup, di sini dia hanya mengenakan sehelai kemeja yang menutupi pakaian dalamnya saja.“Karena itu berbahaya,” jawab Sophia, tersenyum seolah apa yang dia katakan itu bukanlah apa-apa.Albert