Sophia mengenakan sun dress berwarna putih dengan hiasan pita di kerahnya yang tinggi, berlengan lebar yang mengerut di bagian pergelangan, dan rok yang panjangnya mencapai mata kaki.Gaun itu adalah salah satu gaun favorite Sophia dan yang paling ingin dia kenakan, tapi belum pernah menemukan waktu yang tepat untuk mengenakannya. Dia bahagia bisa menggunakan momen ini untuk menggunakan gaun itu.Sophia menatap dirinya di depan cermin dan berpikir apakah dia harus mengikat rambutnya atau membiarkannya tergerai. Pilihan itu begitu membingungkan karena Sophia tidak tahu harus memilih yang mana, sampai sebuah suara terdengar menghela napas keras di belakangnya.Albert yang sedari tadi menunggu Sophia sambil berbaring di atas ranjang wanita itu pun bangkit dan menghampiri Sophia di meja riasnya.“Aku lebih suka kalau rambutmu digerai,” kata Albert, kemudian mengambil alih ikat rambut yang mengambang di tangan kanan Sophia.Sophia menatap Albert melalui cermin dan bertanya, “Kenapa?”Deng
Keseluruhan tanah milik Albert di sini memang sangat luas, sampai berpuluh-puluh hektar jauhnya. Jarak antara gerbang utama ke pintu utama saja memakan waktu sekitar sepuluh menit.Selama Sophia tinggal di sana, dia tidak terlalu menaruh peduli akan kekayaan suaminya, tapi sekarang Sophia melihatnya sendiri dan dia merasa sedikit tercengang, padahal Sophia belum melihat semuanya. Albert pasti sangat-sangat kaya raya!Kesadaran itu membuat Sophia merasa jarak di antara mereka semakin jauh dan sulit saja. Tapi Sophia segera menepisnya. Khusus hari ini, dia tidak boleh membiarkan satupun pikiran negatif lolos dari benaknya dan menghancurkan harinya yang indah.Sophia pun menoleh pada Albert dan menatap lelaki itu. Ketampanan Albert masih mengejutkan Sophia terkadang walau dia melihatnya setiap hari. Bahkan sekarang juga begitu, profil samping wajah itu tampak sempurna.Sophia tidak percaya bahwa lelaki di sampingnya ini adalah suaminya. Dan walau hubungan mereka di awal tidak baik-baik s
Apa yang Sophia bayangkan dengan apa yang terjadi sebenarnya ternyata jauh berbeda. Saat Sophia hanya bisa membayangkannya saja, dia tidak merasa perasaan bahagia yang membuncah ini. Saat masih dalam bayangan saja, Sophia tidak bisa merasakan semilir angin lembut dan suara kicauan burung yang indah. Intinya, apa yang terjadi ternyata lebih menyenangkan dari yang dia pikirkan.Sophia ingin terus tersenyum seperti orang bodoh, tapi dia menahan bibirnya sampai-sampai terasa sakit. Dia tidak mau Albert melihatnya seperti orang aneh.Di hadapannya, lelaki itu tengah fokus pada kertas gambar yang dia bawa. Sophia hampir lupa bahwa Albert memiliki bakat yang hebat dalam seni. Sementara itu, Sophia berbaring malas-malasan di atas selimut sambil sibuk makan dan bersantai menikmati semuanya.Mereka sama-sama tidak berbicara, tapi keheningan itu terasa begitu menenangkan.“Sophie, boleh aku minta anggur?” ujar Albert.Sophia berguling, lalu menuangkan wine merah ke dalam gelas yang telah kosong.
“Katakan sesuatu, Sophie,” bisik Albert dengan suara serak.“A-apa?”“Apapun! Alihkan pikiranku!”Sophia merasa tersanjung sekaligus ingin berlari kabur karena takut. “A-aku… tidak tahu!”Kalau ada yang perlu dialihkan pikirkannya sekarang, itu bukan hanya Albert, tapi juga Sophia!“Haah…!” Albert terdengar menghela napas panjang lagi. Bukannya menjauh, Albert malah memeluk Sophia semakin erat, membungkuk dan menyandarkan kepalanya pada punggung wanita itu.“Kau tercium seperti kebun bunga,” lirih Albert, matanya terpejam erat.Sophia meremas gaunnya kuat-kuat. “Itu karena… ini baju baru,” sahutnya.Albert terkekeh. “Hm… pantas saja. Aku suka kau menggunakan gaun ini.”“Kenapa?”“Kau selalu mengenakan gaun hitam atau pakaian dengan warna gelap lainnya. Melihatmu mengenakan warna putih untuk pertama kali… kau terlihat seperti bidadari.”Sophia nyaris saja ditelan oleh rasa tersanjung, tapi dia segera menyadarkan dirinya. “Bidadari itu kan… sempurna,” gumam Sophia.“Hm?”“Kau mau aku me
Ciuman yang awalnya lembut dan terkesan polos itu berubah menjadi panas dan basah.Albert menahan punggung dan leher Sophia, mendorong tubuh mereka semakin dekat sampai tidak ada lagi jarak di antara keduanya.Sophia mengerang pelan saat Albert menggigit bibirnya dengan lembut, lalu kembali menciumnya. Lidah bertemu lidah, saling memagut satu sama lain. Suasa cecapan dari apa yang tengah mereka lakukan membuat Sophia semakin dibakar gairah.Perlahan, Albert mendorong tubuh Sophia berbaring di atas selimut. Mulut lelaki itu menekan mulut Sophia dan ciuman mereka menjadi semakin dalam.Sophia mengalungkan kedua tangannya di leher Albert, menarik keras rambut lelaki itu saat rasa yang ia rasakan terasa tidak tertahankan.Albert menjauh. Matanya yang ditutup kabut gairah menatap Sophia sayu. Tangan Albert bermain di ikatan pita di leher Sophia.“Boleh kah?” Albert meminta izin.Sophia masih terengah, menutup mulutnya dengan punggung tangan sebelum mengangguk lemah.Albert tidak membuang w
“Sssstt! Tenanglah, aku tidak akan melakukan apapun selain menyentuh.”Dan memang seperti yang dikatakan, bahwa Albert hanya menyentuhnya.Tapi sentuhan itu menimbulkan sensasi yang membuat punggung Sophia membusung ke depan. Sophia merasa seolah aliran listrik yang menggelitik menjalari setiap syarafnya. Mata Sophia terpejam rapat, bibirnya ia gigit semakin keras, bintang-bintang seolah tampak dalam pandangannya yang gelap.“Jangan gigit bibirmu, Sophie. Keluarkan saja. Biarkan aku mendengar suaramu.” Albert berbisik di telinganya, sedang tangannya terus bergerak di bawah sana.“Albert…!” Sophia memekik keras saat sebuah gelombang dahsyat menerpanya, secara bertubi-tubi. Membuatnya merasa hancur berkeping-keping dengan cara yang paling nikmat.Albert merasa seolah dirinya kehabisan napas, padahal bukan dia yang mencapai puncak.“Ini akan membuatku kehilangan kewarasan,” gumamnya diikuti desahan dan geraman tertahan di tenggorokan. Dia menarik kembali tangannya, menatap cairan mengila
Sophia dan Albert kembali ke rumah sambil bergandengan tangan. Saat itu waktu sudah cukup sore, mereka memutuskan untuk kembali setelah lama mengobrol dan persediaan makanan yang mereka bawa hampir habis.Albert masih menjadi bagian yang membawa keranjang piknik, sedangkan Sophia membawa selimut yang dia lipat secara tidak beraturan, memeluknya di dada.Sophia tidak kuasa mengangkat wajahnya dan sepanjang perjalanan dia menunduk menatap ujung kakinya yang melangkah.Apa yang terjadi hari ini, tidak akan pernah Sophia lupakan sampai kapan pun. Dia akan terus mengingatnya mungkin sampai dia menjadi nenek-nenek nanti.Momen mereka hari ini terlalu… berharga. Terlebih bagi Sophia.Sophia ingin terus mengulang-ulang setiap detik yang terekam di ingatannya sepanjang waktu. Merayakan perasaan bahagia ini pada waktu tertentu di masa depan.Ini bukanlah pertama kalinya Albert menggenggam tangan Sophia, tapi ini mungkin adalah pertama kali bagi Sophia menikmatinya. Tangan Albert sangat besar di
“Jadi, apa jawabanmu?” tanya Albert.Sophia menatapnya bingung. Jawaban dari pertanyaan mana yang Albert maksud?“Apa?”“Tentang pertanyaanku sebelumnya, ‘Apa yang akan kau berikan padaku sebagai imbalan kalau aku menggambarmu?’,” jawab Albert.Sophia tampak tercengang. Dia ingat Albert bertanya begitu padanya tadi, tapi karena sentuhan-sentuhan menggoda lelaki itu yang menyertai pertanyaannya, Sophia jadi tidak bisa fokus sama sekali.“Kau… mau menggambarku?”Albert tersenyum penuh arti.Oh, seandainya Sophia tahu. Bahwa suaminya itu memiliki banyak koleksi kertas gambar yang diisi wajahnya. “Hm,” jawab Albert singkat, memutuskan untuk tidak memberitahu Sophia apapun tentang itu.“Ng… aku harus melihat dulu hasilnya, baru aku akan berpikir tentang imbalannya.”“Itu tidak adil, tapi juga terdengar seperti sebuah tantang,” kata Albert. “Baiklah, aku setuju.”“Oke.”Mereka sama-sama terdiam setelahnya.Sophia merasa begitu canggung. Padahal sebelum-sebelumnya dia selalu tampil tegas da