Home / Pendekar / NAJENDRA / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of NAJENDRA: Chapter 11 - Chapter 20

50 Chapters

Melemah

Dalam kesengsaraan, Najendra terus berjuang menghadapi kondisinya saat ini. Seperti anomali ataupun terserang penyakit ghaib, tubuhnya mendadak kejang begitu sampai di kamar sendiri. Najendra tidak bisa fokus, matanya yang mendelik namun sulit melihat ke sekitarnya. Kondisi itu terus berlanjut sampai pada akhirnya dia kembali terjatuh di tempat, Najendra sangat yakin ini adalah ulah para jin yang sekarang bersemayam dalam tubuhnya. "Tenaga dalamku terhambat. Padahal sebelumnya aku sudah mengontrol dengan baik tapi sekarang kembali seperti di awal kondisi. Menyebalkan," gerutunya dalam benak. “Tuan terlihat kesakitan, saya tidak tahu harus apa tapi akan lebih baik tuan berbaring di ranjang,” ucap Intan.“Aku tahu, Intan. Tapi aku sulit bergerak saat ini,” tutur Najendra dengan wajah yang semakin pucat. Intan sedikit panik, dia hendak menuntun tubuh Najendra tetapi itu adalah hal sulit baginya karena perbedaan berat badan yang cukup jelas. “Kalau begitu berbaringlah di atas pahaku,
Read more

Yang Diincar

Sedari kecil, Najendra selalu bermain dengan girang walau hanya sendiri. Waktu yang dia habiskan dari pagi hingga menjelang malam membuat para Abdi dalem kewalahan. Pada saat itu tanpa sengaja Najendra melihat ada seseorang yang diam-diam menggerutu, memaki ayahnya yang merupakan seorang raja. “Kanjeng tidak mengerti ... Mahendra, pria itu ... tidak memahami apa-apa, menyebalkan.” ***“Aku baru ingat ada kejadian seperti itu. Itu bukan Gardapati melainkan orang lain.” Kembali pada saat ini. Pada awalnya si keris sakti berkata bahwa apa yang dimimpikan oleh Najendra itu kenyataan, ruh Gardapati sendiri yang mengatakannya. Lalu membawa Najendra ke desa kecil, letak desa itu berada di luar daerah kawasan wilayah Kerajaan Agung.“Apa Tuan Najendra sudah tahu siapa pengkhianatnya?” “Aku hanya ingat wajahnya. Nama ataupun jabatan, kalau itu aku tidak tahu.”“Saya khawatir ini akan membuat tuan gelisah.”“Bisa-bisanya mahluk sepertimu mengkhawatirkan aku.”“Tentu saja. Mahluk setengah
Read more

Kesepakatan dengan Para Jin

Najendra menghilang dalam kegelapan, Wira tak dapat mengejarnya.“Tiba-tiba datang dan tiba-tiba pergi. Dasar orang aneh,” gerutu Wira. Di satu sisi, Najendra berpindah ke alam jin. Meski itu hanya ruh-nya saja namun Najendra tetap bisa merasakan sakit di tempat ini. Dalam keadaan dirantai di bagian kedua tangan dan kakinya secara terpisah, Najendra menggeram kesal terhadap semua jin yang ada di sekitarnya. “Tiba-tiba menarik diriku kemari. Apa kalian sebegitunya ingin membunuhku?” Para jin lantas menertawakannya. Tak satupun dari mereka yang diam, mereka memperlakukan Najendra seperti barang dan mempermalukannya seperti ini. "Tawa yang menggelikan. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran mereka," batin Najendra merasa muak.“Najendra adalah seorang pangeran. Ini cukup ironis, dulu kau dilindungi dari kami lalu sekarang menjadi perantara.” Jin dengan siluet hitam, tak tentu bagaimana wujudnya itu berbicara dengan suara serak.“Perantara? Kupikir kita hanya saling bersepakat saja.”
Read more

Pengkhianat itu Siapa Lagi?

Cuaca terlihat cerah, tak ada tanda-tanda hujan turun atau badai akan datang. Melihat pemandangan dari jendela, Najendra berpikir itu terlihat bagus dan membuatnya tenang walau hanya sejenak saja. Keris sakti yang selalu mendampinginya kini berdiri jauh di sudut ruangan, dalam wujud manusia, dia menunggu apa perintah majikannya. “Apakah mungkin pengkhianat yang pernah kau katakan ada di desa itu adalah Wira? Tapi sepertinya bukan, karena kau tidak mengatakan apa pun saat dia datang.”Keris sakti mengangguk lemah dengan ekspresi cemas seakan-akan telah terjadi sesuatu yang tak terduga. “Itu ... memang bukan, tuan. Pria itu bukanlah pengkhianat yang dimaksud, saya rasa begitu.”“Hei, bicara yang benar!” teriak Najendra kesal.“Maafkan saya, Tuan Najendra. Mengenai pengkhianat itu benar, saya sudah sempat ke sana dan mendengar pembicaraan lalu-lalang juga. Mahluk-mahluk itu yang ada di desa itu yang mengatakannya,” ungkapnya lugas. Kini Najendra memahami tentang maksud si keris sakt
Read more

Berlatih Tanding dengan Guru

“Kau tetaplah di sini, jaga wanita itu.” Itulah yang diperintahkan Najendra sebagai majikan pada bawahannya. Keris Sakti yang kini berwujud sebagai manusia hanya terdiam tanpa menjawabnya sepatah kata pun. Najendra tidak begitu memikirkannya lantas pergi menuju ke desa kecil. Meski tidak menjawab perintah, dia tetap melakukan tugas itu dengan berdiri diam di sudut ruangan sembari memperhatikannya. "Tuan memberiku perintah, aku tidak boleh mengecewakannya. Tetapi gara-gara perempuan itu, tuan jadi lebih lemah. Seharusnya dia mati saja," pikirnya membenak.Rasa iri serta kesal turut bercampur menjadi satu. Wujud manusia ghaib-nya takkan mudah dilihat oleh orang biasa seperti Intan, sehingga mudah bagi dia tuk mendekat lalu membunuhnya.Jarak di antara mereka sudah semakin dekat, Intan yang tidak bisa merasakan keberadaannya sekarang sedang sibuk menulis hal lain sambil tersenyum bahagia. Ada nama "Najendra," dan beberapa kalimat manis yang tertulis. Seketika si keris sakti itu tersen
Read more

Pertarungan Kedua

Kota Lama. Salah satu kota besar yang berada di luar daerah. Ini pertama kalinya Najendra keluar dari wilayah Kerajaan Agung dulu. “Rama selalu mengawasiku saat aku hendak pergi keluar terutama di tempat besar seperti ini. Tapi sekarang aku harus memastikan apakah informasi yang dibawa oleh pelindungku itu benar atau salah.” Dengan bantuan jin yang peka terhadap banyak suara, mereka mencari-cari seseorang yang mungkin sedang membahas keburukan tentang Kerajaan Agung. Hal itu berlangsung cukup lama hingga hari menjelang siang, suara yang tidak asing terdengar di telinga. ["Kurang ajar, aku pasti akan membalasnya si tuan rumah itu. Tapi sekarang aku sedang terluka. Jangankan membalasnya bahkan melakukan tugas saja akan sulit."]“Berhenti memperdengarkan banyak suara di telingaku selain suara yang terakhir itu. Lalu tunjukkan asal suaranya,” pinta Najendra pada jin itu. Segera mereka berlari ke sumber suara dan tentu saja Wira terkejut bukan kepalang. Niat ingin menghindari kontak s
Read more

Wira Sang Pengembara Liar

Kasta terendah akan selamanya berada di titik terbawah sedangkan kasta tertinggi akan selamanya berada di puncak. Secara tidak langsung perbedaan kasta tersebut juga turut dirasakan oleh Wira, meskipun dia adalah anak dari salah satu pejabat. Sejak kecil, Wira pernah mengagumi seseorang. Usia mereka tidak terpaut jauh karena hanya selisih satu tahun dengan Wira yang lebih muda. Sebagai sesama lelaki, dia cukup penasaran dengan anak lelaki yang terus tersenyum periang meski selalu berada di halaman istana. Wira yang diam-diam mengintip di celah kecil dinding, berdecak kagum dibuatnya. Di hari berikutnya, Wira bertemu dengan anak lelaki itu di luar istana. “Kamu itu 'kan pange—”“Ssst, diam. Aku sedang bersembunyi,” ucap anak itu dengan lirih sambil membungkam mulut Wira. Orang yang dikaguminya tidak lain dan tidak bukan adalah Najendra sendiri. Semenjak hari itu, mereka berteman. Najendra selalu pergi menemuinya diam-diam lalu bermain sepuasnya di satu tempat ke tempat lainnya. Ke
Read more

Seseorang Di Balik Layar

“Kau sendiri berbuat apa saat ayahmu sekarat, hah?!” imbuh Wira dengan suara lantang, tanpa sadar dia juga menyinggung perasaan Najendra. “Diam kau!” teriak Najendra, marah. “Ayah dan aku ... bukanlah pengkhianat.” Sekali lagi Wira berucap dengan wajah yang sudah babak belur.Secercah harapan ditemukan namun ternyata hanya sebuah kepalsuan. Sebutan "Pengkhianat," membuat pikiran Najendra semakin kusut. Dia tidak bisa fokus pada hal yang terpenting sehingga membuat amarahnya meledak bagai lahar api yang menyembur keluar dari perut gunung. Rembulan malam datang menggantikan matahari, tatapan mata pemuda itu kini terlihat kosong seperti ikan mati. “Bukan pengkhianat, katamu? Lalu siapa ... selain Gardapati, siapa?!” Dia meringkukkan tubuhnya, menutup raut wajah dengan mata yang mendelik tajam. “Kenapa kau terlihat terobsesi seperti orang idiot? Dasar idiot, padahal kau masih hidup. Kau beruntung masih hidup, idiot. Tapi kau justru ingin membalas dendam dengan nyawamu sendiri?
Read more

Bukan Selayaknya Pendekar

Di balik pria yang tinggal di desa ternyata ada seseorang lainnya. Ini di luar dugaan, Najendra bahkan tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Masalahnya menjadi rumit. “Apakah benar-benar ada pengkhianat? Atau ini hanya sekadar orang iseng?” Pernah sekali dia berpikir seperti ini namun isi hatinya tak sesuai. Pikiran dan hatinya selalu berbanding terbalik. “Aku perlu meluruskan pikiranku,” gumamnya lantas beranjak pergi dari sana. Pria itu merasa bersyukur karena orang yang barusan mengancamnya kini telah pergi. ***Najendra kembali ke balai, namun dia memilih untuk tidak menggunakan pintu depan melainkan masuk dari jendela kamar. Berniat menghindari kontak dengan siapa pun, dia malah bertemu dengan Jaka yang berada di sekitar. “Malam-malam begini, kau sedang apa?” tanya Najendra. “Seharusnya aku yang bertanya, anak laki-laki sepertimu malah keluyuran.”“Aku hanya menyelesaikan urusanku sebentar.”“Oh, begitu rupanya.” Jaka terlihat mencurigainya, seakan tahu ada hal yang
Read more

Penjahat Dicari I

Najendra melangkah keluar dengan ekspresi bahagia. Senyum tersungging lebar, terkadang dia juga sedikit tertawa. Dia menertawakan alasan pria itu yang ingin membunuh Intan. “Haha, lucu sekali. Ada ya orang yang berniat membunuh seorang wanita karena telah menolaknya?” gumam Najendra. Tawa ringan selayaknya ejekan. Dia memberi tatapan sinis ketika menengadah ke atas langit malam, suara burung hantu yang terdengar pun seakan bersorak untuknya. Tidak ada jalan kembali setelah mengotori tangan sendiri, karena memang sedari awal Najendra bukanlah sosok pria yang terikat oleh banyak aturan. “Tinggal di istana memang tidak cocok untukku. Bahkan Gardapati sendiri bilang, aku tidak cocok menduduki kursi raja,” gumam Najendra. Sejam telah berlalu, Najendra menapaki jalan menuju ke hutan liar. Begitu sampai di tempat latihannya, seperti biasa dia bermeditasi di atas baru sambil menunggu fajar menyingsing.Aliran tenaga dalamnya semakin terasa besar dan kuat, para jin yang sejenak keluar hany
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status