Home / Pendekar / NAJENDRA / Kabanata 21 - Kabanata 30

Lahat ng Kabanata ng NAJENDRA: Kabanata 21 - Kabanata 30

50 Kabanata

Penjahat Dicari II

Kekacauan yang dilakukan oleh Najendra dan Wira sudah menjadi bahan perbincangan hangat di Kota Lama. Bahkan Kerajaan Mulia, Raja Anshar juga sudah mengambil tindakan keras. Meskipun segelintir orang dalam istana mulai bertanya-tanya. “Saya bingung kenapa baginda memberi perintah untuk membunuh mereka yang hanya membuat kekacauan?”“Jangan tanyakan hal itu di sini, lebih baik abaikan. Perintah baginda adalah hal mutlak.” Abdi dalem dan bahkan para pejabat yang datang hanya bisa menyetujui permintaan itu. Tidak semua orang tahu alasannya kecuali Raja Anshar sendiri dan beberapa orang lainnya. “Kakanda, perintahmu itu terlalu kejam terhadap mereka. Bukankah setidaknya hukuman kurungan, bisa saja mereka membuat masalah bukan karena sengaja.” Istri dari Raja Anshar berbicara padanya saat di kamar. Sang Raja menggelengkan kepala lalu menyodorkan goresan wajah yang tergambar di kulit pohon itu pada istrinya. “Lihat dia.” Kemudian Raja Anshar menunjuk ke salah satu gambar tersebut. Bet
Magbasa pa

Dulu Musuh, Sekarang Kawan

Semua orang dihebohkan oleh Wira yang menyandera seorang wanita tanpa belas kasihan sama sekali. “Lepaskan wanita itu!”“Aku tidak akan melakukannya jika kalian melepaskan aku!”“Omong kosong! Melihatnya berperilaku seperti sekarang ini, pasti dia juga lah yang membunuh Tuan Aji!” seru salah seorang warga, menuding Wira. “Membunuh ... dia sudah mati?” Justru respon yang di luar dugaan membuat orang-orang terdiam heran. “Apa pria bernama Aji itu sudah mati?” tanya Wira pada sanderanya.“Iya, dia tiada saat malam hari.” Kabar yang sungguh tidak enak didengar, kesempatan makan gratis selamanya pun hilang dalam sekejap. Wira menghela napas, dengan kecewa berat dia melangkah pergi meninggalkan gang. “Jangan biarkan dia lolos! Cepat tangkap dia!”Lukisan wajah yang dipajang di berbagai tempat di Kota Lama membuat semua jadi mengetahui wajahnya. Dia sebagai orang yang dicari, diburon oleh Kerajaan Mulia karena sesuatu hal. Namun setelah mendengar kliennya meninggal pada malam hari, di
Magbasa pa

Menyamar Sebagai Wanita

Begitu cepatnya waktu berlalu, hari sudah senja. Setelah cukup lama dikejar hingga kehabisan tenaga, kedua pria itu akhirnya bisa beristirahat dengan tenang di gubuk reyot yang sudah tidak memiliki pemiliknya. “Tempat macam apa ini?”“Tempat sewaktu aku tidak punya tempat tinggal. Aku selalu datang kemari karena jarang ada orang yang datang.”“Jarang? Itu artinya seseorang bisa saja datang, bukan?” “Diamlah, ini 'kan tempat bersembunyi.”Meski begitu mereka sadar tidak akan ada gunanya jika terus berada di gubuk reyot itu. Setelah mengumpulkan cukup tenaga, mereka kembali bergerak secara sembunyi-sembunyi menuju ke pintu gerbang Kota Lama. “Jalan satu-satunya hanya gerbang itu, begitu keluar kita pasti selamat. Setidaknya kita bisa mampir ke desa kecil atau mungkin langsung ke balai milikmu.” “Lihatlah penjagaan di sana.” Sudah tidak ada gunanya mengharapkan pintu gerbang yang kini dijaga ketat oleh prajurit dari Kerajaan Mulia. Bahkan lukisan wajah mereka juga terpasang di sana.
Magbasa pa

Pertolongan Tak Terduga

Sudah seharian penuh mereka menyamar dengan sempurna tapi begitu lengah sedikit maka semuanya bakal hancur. Najendra lantas berdiri tegap lalu melepas kerudung dan pakaian wanitanya. Sontak, semua prajurit itu pun terkejut.“Bukankah sudah tidak ada gunanya menyamar. Mau tidak mau kita harus menerobos mereka, benar?” Wira pun memahami apa maksud perkataannya. Sama seperti Najendra, dia melepas penyamarannya juga dan mulai bersiap melawan para prajurit Kerajaan Mulia. “Jangan melawan jika tidak ingin dibunuh!”“Jangan melawan katanya?”“Haha, padahal kita juga akan mati di tangan siapa pun.”Pemimpin dari kelompok tersebut memberikan kode pada rekan-rekannya dengan sekali anggukan kepala dan menunjukkan pergelangan tangan. “Apa artinya itu?” Najendra bertanya.“Hal seperti itu mana aku tahu. Tapi mungkin mereka akan membunuh kita.”Tidak lama setelah Wira mengatakannya, mereka membentuk formasi pengepungan yang lebih rapat, senjata dalam genggaman mereka siap mengambil nyawa penjaha
Magbasa pa

Rahma Sang Penyelamat

Keberuntungan tepat datang waktunya, namun apakah ini benar-benar sebuah keberuntungan? Seorang wanita berwajah manis datang menyelamatkan mereka, dia membawanya ke saluran air bawah tanah dan itu benar-benar berhasil membuat para prajurit kehilangan jejak. Langkah dan suara mereka menggaung di bawah tanah ini, namun takkan ada orang yang datang karena tempat ini sangat kotor dan menjijikan. Terlebih suara mereka tidak mungkin didengar oleh orang-orang yang berada di atas. “Siapa kau? Lalu kau punya tujuan apa sampai menyelamatkan kami? Kenal juga tidak,” cetus Najendra, yang mudah sekali mencurigai seseorang. Lantaran Najendra teringat dengan perkataan pria yang tinggal di desa, tentang seseorang yang membayar dia adalah seorang perempuan. Itulah sebabnya Najendra sangat mencurigai wanita ini. Sorot mata Najendra terlihat begitu tajam, dia menatap sinis padanya dan berharap mendengarkan jawaban yang memuaskan. “Aku hanya seorang pengembara biasa.” Dia tetap tersenyum meski ma
Magbasa pa

Pengkhianatan Terulang Kembali

Pertengkaran mereka berhenti begitu pria berbadan besar dan tinggi datang. Pria dengan pakaian zirah lengkap dan tampak mewah. Najendra dan Wira tersentak kaget karena aura yang dipancarkannya terasa mengerikan. “Aku melihat sepertinya ada tikus yang mencoba menyelinap. Bisakah aku mengetahui apa yang terjadi di sini?” Dia bertanya, meski biasa saja namun suaranya seakan bergema di telinga mereka. “Kami hanya tersesat,” ucap Wira spontan. “Ya. Kami bertengkar hanya karena tersesat,” imbuh Najendra yang gugup. Namun, berbanding terbalik dengan alasan mereka, Rahma justru bersikap sok lugu. “Tuan, mohon ampuni saya!” Dia sengaja meninggikan nada suara lalu duduk berlutut di hadapannya dengan pakaian dan rambut yang berantakan. Entah sejak kapan penampilan Rahma berubah seperti itu, tetapi itu akan membuat orang yang ada di hadapan mereka berpikir kalau Rahma sedang dalam masalah besar. "Apa yang dia katakan di saat seperti ini?!" Najendra dan Wira memikirkan hal yang sama, batin
Magbasa pa

Hukuman Kurung

Sungguh keberuntungan selalu berada di pihak mereka. Raja Anshar meringankan hukuman yang tak terbayang oleh mereka sendiri. Mereka dipindahkan ke kurungan khusus yang masih berada di dalam istana kerajaan. Letaknya di ruang bawah tanah, tempatnya sangat kecil, gelap, lembab dan sunyi. Persis seperti penjara yang akan membiarkan mereka mati kelaparan. “Najendra, aku minta maaf padamu.” Di tengah kesunyian yang tak pasti kapan mereka bisa dibebaskan, Najendra duduk bersila sembari menutup mata. Pendengarannya tidak mungkin melewatkan kalimat yang diucapkan oleh Wira namun dia sengaja tidak menyahut karena masih kesal. “Kau mengabaikan aku? Hei!” Wira adalah pria terbodoh yang pernah ada. Dia mempercayai seorang wanita asing begitu mudah sehingga inilah hasilnya, mereka dikurung karena berbagai alasan. “Kalau memang tidak mau bicara ya sudah. Aku memang menyesali perbuatanku. Tapi tetap saja kau juga melakukan kesalahan sehingga dikurung. Kenapa juga kau membunuh orang penting?”W
Magbasa pa

Terlempar Keluar

Balai Agung, di kamar Najendra saat ini sedang dihuni oleh beberapa jin dan satu siluman. Di antaranya ada siluman ular (Blorong) yang memiliki wujud setengah ular dan setengah manusia perempuan, lalu jin api yang kerap disebut sebagai Banaspati yang tidak punya tubuh utuh, dia hanya berupa tengkorak kepala yang berselimutkan api. Kemudian ada jin batu akik yang memiliki wujud manusia namun itu bukanlah wujud aslinya. Ada dua jin lainnya yang masih belum menunjukkan sosoknya, mereka hanya bersembunyi di dalam kegelapan seolah malu bertemu dengan sesamanya. Mereka semua berkumpul karena memiliki firasat buruk tentang majikan mereka, yakni Najendra. “Kita tidak bisa kembali.”“Itu mungkin hanya kebetulan, bagaimana bisa kau menyimpulkannya sebelum pergi menemui tuan lagi?” Dua jin misterius itu saling berbincang, satunya selalu berpikir positif sedangkan satunya lebih cepat gelisah. “Jangan berpikir kita dibuang atau semacamnya. Tuan tidak akan melakukannya setelah bersepakat denga
Magbasa pa

Benteng

Malam itu, Blorong dan lainnya menceritakan masalah mereka dan Najendra. Pada awalnya terlihat baik-baik saja, saat pergi ke pasar untuk membeli sayuran buah, mereka pikir itu akan berjalan lancar namun begitu bertemu Wira, semuanya berubah. “Jadi maksud kalian, Najendra terlibat masalah dengan pemuda pengembara yang pernah kalian ceritakan itu?”“Iya, benar. Orang itu membuat tuan ikut dikejar-kejar dan pada akhirnya tuan ditangkap oleh prajurit Kerajaan Mulia.”“Bukankah wilayah kerajaan itu sangat jauh dari pasar Kota Lama? Kenapa mereka bisa sampai ke sana?” tanya Jaka dengan heran. “Jalan menuju keluar Kota Lama ditutup, mau tidak mau ya mereka harus berputar dan menemukan pintu belakang. Lalu karena pintu belakang merupakan wilayah kota Purnama yang berdekatan dengan istana, jadi seperti itulah.” Banaspati mengatakannya dengan pasrah. “Nasib mereka tidak beruntung.”“Awalnya kami mengira situasinya mudah diatasi, dan lagi ada seseorang yang membantu tetapi sayangnya dia berkh
Magbasa pa

Tuyul

Benteng yang berada di wilayah istana, terlebih di bagian belakang akan semakin diperkuat pelindungnya. Pelindung yang mencegah berbagai mahluk dunia lain datang tetapi ternyata hal itu tidak berlaku pada jin yang memiliki hawa keberadaan lemah. “Hantu ... ini yang aku pikirkan saat melihat dia?”“Apa pun sebutannya dia tetaplah jin, Wira.” Tuyul si pencuri dan suka sekali dengan uang, emas atau apa pun yang merupakan harta berharga bagi manusia. Dia membantu Najendra dan Wira untuk tetap bertahan di dalam kurungan ini. “Aku sangat berterima kasih atas bantuannya,” ucap Najendra sambil mengelus kepala anak itu. “Hehe, terima kasih. Tapi aku ingin bayarannya,” kata Tuyul sambil mengulurkan telapak tangan.“Saat ini aku tidak punya uang lebih.” Najendra memberikan sepeser uang yang belum digunakannya saat akan belanja di pasar tadi.“Uang tetaplah uang, aku akan menerimanya.”“Melihatmu yang seperti seorang penguasa, aku yakin kau mengenali Raja di kerajaan ini,” ucap Najendra, dia
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status