Semua Bab TIBA-TIBA DIMADU season 2: Bab 31 - Bab 40

108 Bab

150

Ya, berakhir sudah, kusadari pada lembaran hidup yang ujungnya kutemukan kesimpulan bahwa aku memang tidak ditakdirkan Tuhan untuk menjalani waktu dengan seorang pria.Aku tahu harus menjalani semuanya sendirian, meski hari-hari sepi, ditambah menjaga anak-anak dan bisnis yang kukembangkan, dimana beberapa orang menggantungkan hidupnya di sana. Aku harus bisa.Ilham, dia sudah jadi karyawan, kusuruh ia bekerja dan menjaga stok di gudang. Bukan karena aku terpikat pada ketampanannya, tapi lebih pada merasa bahwa itu adalah kesempatan kedua menebus dosa pada mantan suami pertama, meski pemuda itu tidak ada hubungan sama sekali dengan Mas Ikbal.**"Bunda, Bunda bisa jaga Rayan dan Kakak sendirian Tanpa ayah?" tanya anakku pada suatu malam."Insya Allah bisa, kita akan saling menjaga," jawabku sembari merangkulnya."Bunda gak sakit hati pada ayah dan istrinya?""Sakit hati sih, iya, manusiawi tapi membesarkan dendam tak ada artinya, malah kita tak akan fokus dengan langkah sendiri."
Baca selengkapnya

151

"Mas Bangun dulu!" ujarku pada pria yang baru saja kunikahi siang tadi."Iya, sebentar aku masih ngantuk.""Mas! Kamu harus pergi kerja!" Aku mengguncang tubuhnya."Iya Jannah, kamu kok kasar amat?" Ia menggerutu dan sesaat nama yang dia sebutkan tadi bukan namaku."Kamu kok manggil aku Jannah sih, Mas?" Tiba tiba hatiku sakit."Oh, maaf ...." Ia nampak salah tingkah dan tersenyum canggung, sementara aku terlanjur kecewa."Aku gak mau dengar nama Mba Jannah lagi di antara kita berdua, Mas," ungkapku dengan hati kecewa."Maaf, tolong maklumi bahwa aku masih terbiasa dengannya.""Tapi itu menyinggungku ...." ."Iya, maaf, ya, Sayang, istriku yang cantik," bujuknya sambil mencium keningku.Harusnya aku bahagia, tapi kenapa aku harus menuai luka di hari kedua pernikahan.ah, sesaknya.*Sarapan sudah terhidang di meja, sudah kusiapkan teh manis dan juga nasi goreng yang kubuat dengan penuh cinta. Berharap ia akan menikmatinya lalu berterima kasih dan memujiku di depan mertua. Sungguh manis
Baca selengkapnya

152

POV Rafiq."Rosa, Ros ... Aku mencari dompetku," ucapku pada istri yang sedang sibuk di kamar mandi, entah apa yang dia lakukan."Iya, Mas, bentar.""Kamu lagi apa?""Lagi beresin baju kotor," jawabnya."Kamu lihat dompet aku nggak?""Enggak, Mas, tapi coba kamu lihat di laci lemari atau di dekat meja tempat tidur," balasnya sambil mengangkut tumpukan pakaian kotor pada kedua tangannya.Karena ingin segera beragkat ke kantor, aku segera melakukan arahan Rossa untuk menemukan dompetku.Kubuka kedua meja yang berada tempat tidur lalu membongkar-bongkar laci itu namun masih tak menemukannya.Kuangkat bawah bantal dan seprai kemudian tiba tiba aku iseng mengangkat kasur, menebak bahwa mungkin dompetku jatuh ke sela-sela papan tidur, karena biasanya aku meletakkan benda itu di dekat bantalku bersama ponsel.Ketika mengangkat tumpukan busa itu aku langsung terkejut karena menemukan tumpukan bunga setaman yang sudah kering, ada sebuah lipatan kain yang dipintal dengan benang hitam. Kuambil
Baca selengkapnya

153

Demi ditimpa oleh kegamangan yang tidak berakhir, Aku tidak tahu harus mengungkapkan perasaan ini ke mana. Tiba-tiba saja aku merasa ada yang salah dengan diriku. Tiba-tiba aku dapatkan terjebak dalam sebuah pernikahan dengan gadis muda entah kenapa aku tidak menyadarinya."Kemarin aku masih menjadi suami Jannah, dia sudah memberi kesempatan untuk kedua kalinya tapi kenapa aku tiba-tiba menikah dengan Rossa. Ada apa denganku?" tanyaku bingung sambil memijit kepala Aku makin bingung mendapati diriku bertiga di rumah Ibu sementara kedua wanita itu terlihat akrab, ada anak kami yang duduk dan sibuk dengan mainan miliknya tapi hatiku tak bahagia, anak itu asing di mataku, namun bukan berarti aku tak mencintainya.Aku merasa terhimpit dalam situasi yang tidak kuinginkan. Seharusnya aku bersama Jannah dan anak-anak di rumah. Kenapa aku menjadi bingung seperti ini, kenapa aku bisa menikah dan punya anak, apakah pengaruh benda yang kutemukan kemarin sehingga tak kusadari aku kehilangan aka
Baca selengkapnya

154

Keesokan malam, Aku sudah bersiap di rumah hendak pergi menemui Rayan ke tempat Jannah, Rossa yang memperhatikanku berdandan rapi langsung curiga dan bertanya."Mau ke mana Mas udah rapi begitu?" tanya Rossa dengan tatapan menyelidik. Dia menggendong anak kami Marvin hendak mengajaknya berbaring di tempat tidur."Aku ingin keluar bersama teman-temanku.""Kok tumben biasanya masih nggak pernah keluar keluar serabi itu," gumamnya tak suka."Sebenarnya ... begini Rossa, aku ingin pergi menemui Rayan karena sudah sangat merindukannya. Bolehkah aku pergi menemui anakku?""Kenapa tiba-tiba Mas?"wanita itu langsung meluncurkan air mata kesedihannya. Ada hal yang tidak kupahami pada wanita mereka selalu menggunakan air mata sebagai senjata paling ampuh untuk mendapatkan keinginannya."Sebagai pria meski sudah bercerai tanggung jawab ku sebagai seorang ayah tetap berjalan Rossa Aku memang tidak memberikan nafkah uang tapi tanggung jawab untuk bertemu dan memberikan kasih sayang tetap ada.""
Baca selengkapnya

155

Sepanjang perjalanan pulang pikiranku berputar antara kaget dan kesal pada diri sendiri, Suara Jannah yang bahagia ingin menikah terus terngiang-ngiang di kepalaku. Kucoba mengalihkan semua itu dengan menyetel musik namun tetap saja semakin berusaha melupakan semakin kuat bayangan Jannah mantan istriku yang cantik itu.Aku sampai di rumah dalam keadaan diri linglung dan sempoyongan, kepalaku pusing dan tubuhku mendadak lemas. Aku menyesal kenapa harus mengambil waktu selama ini untuk bisa memperbaiki hubungan dengan Jannah? mengapa harus terlambat lagi? kenapa?Ketika membuka pintu Rossa dan mama tengah duduk di ruang tengah, agak heran melihatku masuk tanpa mengucapkan salam. Mereka cukup curiga dan kaget melihat dengan keadaanku terguncang dan lemas."Ada apa, Mas?"Aku yang sedang banyak pikiran tentu tidak tahu harus menjawab apa, hanya berjalan menuju ke kamar dengan perasaan kosong, ingin sekali menangis rasanya, namun ternyata setelahnya, Rossa mengekoriku dari belakang."
Baca selengkapnya

156

Kukendarai mobil dengan gamang, tak peduli pada berapa kecepatan spedometer mobil, kalau akan mati, ya, aku sudah siap meregang nyawa. Namun, nyatanya Tuhan memberi ksempatan untuk sampai di rumah dengan selamat.Ketika membuka pintu kamar, anak istriku terlihat sudah tidur, ketika masuk, Rossa menyadarinya dan langsung bangkit dari kasur."Mas, kamu dari mana?"Tak mau mengatakan apa-apa, dibarengi asa bersalah aku hanya bisa menjatuhkan diri di kaki istriku, dan memeluknya."Astaghfirullah ,ada apa, Mas?""Maafkan aku Rossa," ucapku sedih."Ada apa lagi, Mas mau meninggalkanku dan Marvin?""Tidak, aku hanya takut kehilangan kamu juga," jawabku dengan air mata bercucuran."Apa yang sebenarnya terjadi, Sayang?""Aku minta maaf karena selama ini masih merindukan Jannah, aku minta maaf karena belum tulus membuka hati untukmu, aku minta maaf karena ternyata aku tidak siap ditambah, telah menemukan bahwa kau ... kau melakukan semua itu ...." Tak tega menyebut ilmu sihir padanya. Aku s
Baca selengkapnya

157

Malam pertama sebagai keluarga baru berjalan lancar, keluarga kedua belah pihak berkumpul di rumah setelah acara, makan malam lalu kembali ke rumah masing-masing, mereka seluruh anggota keluarga antusias dan bahagia dengan pernikahan ini. Hanya saja, satu-satunya orang yang terlihat tidak bersemangat Hanya Rayan, entah kenapa anakku itu menjadi murung dan seperti kehilangan semangat.Di acara makan malam pun dia tidak bergabung, alasannya, tidak enak badan dan lebih memilih untuk tidur. Kucoba tanyakan kepada Raisa tentang apa yang terjadi pada adiknya, namun anak gadisku juga tidak tahu ada apa dengan Rayan.Hati ini merasa cemas, namun aku coba alihkan dengan kembali membaur dengan sisa anggota keluarga sampai mereka semua beranjak ke kamar dan kami--aku dan Mas Vicky masuk juga ke kamar kami.** Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan menyiapkan sarapan kesukaan Rayan, tak lupa kubuatkan secangkir susu panas dan membawakan untuknya obat.Kuketuk pintu kamar namun dia tidak men
Baca selengkapnya

158

Karena merasa tidak berhasil mendapatkan titik temu dengan Mas Rafiq, akhirnya aku memutuskan untuk pergi menemui istrinya saja. Mungkin dengan bicara pada Rossa dan berusaha membujuknya wanita itu, bisa jadi dia bisa mengendalikan suaminya.Sebenarnya agak ragu dan khawatir bahwa kedatanganku akan menimbulkan kesalahpahaman, Aku khawatir dengan mencari Rossa dia akan berasumsi bahwa aku akan meminta Mas Rafiq darinya. Lagipula satu-satunya tempat untuk menemukan wanita itu adalah di rumah mertuanya, menemui ibu mertuanya juga sama seperti meletakkan diri di dalam kandang singa.Kuparkirkan mobil di depan rumah yang pernah ku tinggalli selama hampir 1 tahun. Kebetulan ada Pak Eko yang merupakan supir sejak dulu sedang membersihkan mobil Mama mertua."Permisi Pak Eko .....""Oalah, Mbak, Jannah, tumben ...."Pak Eko terlihat senang dengan kedatanganku ia menghampiri lalu menyalami."Gimana kabarnya Pak," tanyaku pada pria baik itu."Baik mbak, Mbaknya kesini ada apa ya? Kok tumben?"
Baca selengkapnya

159

Ditelaah sejak dahulu awal-awal dari kehilangan bahagiaku adalah ketika aku memiliki madu. Setelah itu hidupku bahagia kembali aku memilih sendiri. Nggak tiba-tiba Mas Rafiq meyakinkanku untuk pernikahan. Dan awal petaka yang sesungguhnya adalah dia. Aku tidak menyangka bahwa pria yang ketampanannya melebihi Mas Ikbal akan memberikan penderitaan dan kesusahan yang cukup banyak di dalam hidupku. Aku tidak mengira bahwa takdir yang kupilih untuk bersamanya adalah jalan yang salah.Bahkan ketika kami sudah berpisah dan aku telah menikah lagi kemudian kami menjalani hidup masing-masing, dia tetap sama, masih saja memberiku masalah. Apa sebenarnya yang Mas Rafiq inginkan?Setelah tidak berhasil mempengaruhi untuk rujuk dengannya dia malah mempengaruhi Rayan untuk memberontak pada ibunya sendiri. Jika tidak bisa menjauhkan Mas Rafiq jadi anakku, maka yang harus dijauhkan adalah Rayan darinya.Pukul 7 malam aku menemui putraku di kamarnya, yang terlihat sedang duduk di meja belajar, langs
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status