Semua Bab Pernikahan Rahasia dengan Dosen Tampan : Bab 151 - Bab 160

184 Bab

151. Sarat Akan Godaan

“Mas Vin ngapain sih?” tanya Amaya, panik karena menjadi tontonan banyak orang yang tercengang dengan pemandangan yang ada di hadapan mereka sekarang ini. Seorang pria yang memperlakukan wanita mereka seperti ratu, membiarkan dirinya sendiri basah kaki, basah sepatu. “Lagi ngangkat kamu, ‘kan?” tanggap Kelvin dengan tanpa bebannya. “Ng-nggak diangkat juga nggak apa-apa kok, aku bisa jalan sendiri.” “Siapa bilang kamu nggak bisa jalan sendiri? Aku juga tahu kalau kamu bisa jalan sendiri, Sayang.” Kelvin malah melemparkan senyumnya pada Amaya yang mau tak mau harus berpegangan erat dengan melingkarkan tangan di lehernya. “Mas Vin begini karena dilihat sama Caecil?” tanya Amaya saat mereka sudah cukup jauh dari tempat mereka berteduh sebelumnya. “Sekalipun nggak ada dia pun aku juga akan begini,” jawabnya. “Mendingan juga aku yang basah daripada kamu, ‘kan?” “Ini aku terus gimana?” tanya Amaya lalu menggigit bibirnya. “Gimana apanya, Sayangku?” “Kalau Mas Vin begini terus tuh bis
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-05
Baca selengkapnya

152. Bibir Semanis Macaroons

Pipinya seketika membara, Amaya tidak bisa memperkirakan semerah apa wajahnya sekarang di hadapan Kelvin. “Akh—“ Bibirnya yang ingin diam tiba-tiba meloloskan erangan saat Kelvin membalikkan keadaan. Kini dirinyalah yang ada di bawah. Jari tangannya yang ada di samping kanan dan kiri telinga terasa dingin menjumpai tatapan prianya itu sebelum menunduk dan menjatuhkan bibirnya yang semanis macaroons di bibir Amaya. Berawal dari gigitan manis pada bagian bawah, sebelum berpindah ke atas dan menjajah lidahnya. Seakan tak membiarkan Amaya memproses rasa senang yang diberikan olehnya, Kelvin kian menunduk. Mata mereka bertaut pandang saat Amaya merasakan sentuhan di dadanya. Tak bisa dijelaskan bagaimana caranya pria itu menguraikan kancing di blouse yang dikenakan oleh Amaya dengan hanya menggunakan bibirnya. Senyum dan lesung pipinya menjadi pemandangan yang dilihat oleh Amaya sebelum Kelvin menenggelamkan diri pada dua bagian sensitif wanitanya. Bibir dan jarinya bergerak seimba
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-05
Baca selengkapnya

153. Merah Padam Akibat Merah Hati

Amaya sudah memutuskannya. Ia tak akan bersembunyi terus setelah kejadian itu. Apapun yang akan ia hadapi nanti di kampus, ia akan menjawabnya dengan lantang. Bahwa memang yang menimpanya itu dilakukan oleh seorang mahasiswi yang berpikir dirinya adalah penguasa kampus—sebut saja Caecil. Ia akan kembali ke kampus besok, sudah ia putuskan itu. Ia katakan pada Kelvin selama mereka berada di dalam mobil pada perjalanan menuju ke Hariz Corp untuk menghadiri launching produk baru yang melejit saat tes pasar dibawah kepemimpinan Gafi. “Bagus, kalau perlu kayaknya besok kamu nggak usah sembunyi-sembunyi juga pas keluar dari mobil kita yang berhenti di parkiran,” tanggap Kelvin atas celotehan Amaya. “T-tapi nggak segitunya juga sih.” Amaya memandang Kelvin yang salah satu alis lebatnya terangkat saat bertanya, “Kenapa? Semua orang juga sudah tahu kayak apa kedekatan kita kok. Sejak aku nolongin kamu dan keluar dari kamar mandi di tempat kejadian cuma pakai singlet itu, mereka udah bisa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-06
Baca selengkapnya

154. Perlawanan

Amaya bersumpah ia tak akan menggoda Kelvin lagi! Foto yang ia kirimkan semalam membuatnya kesulitan berjalan pagi hari ini padahal ia harus tampil cantik sebagai perdananya muncul kembali setelah tragedi di kamar mandi. “Nggak bakalan godain dia lagi,” gumam Amaya saat ia berjalan seperginya dari parkiran setelah keluar dari mobil Kelvin yang tak hentinya menggoda sepanjang jalan. Ia mengatur napasnya, menenangkan diri saat mulai melangkah menyusuri lorong yang mengantarnya pada tempat pertama yang akan ia tuju, perpustakaan. Saat ia baru saja tiba di sana, ia mendengar selentingan yang dibicarakan oleh mahasiswa yang duduk tak jauh dari meja yang ada di dekat jendela. “Udah parah sih kayaknya itu cewek,” bisik salah satu dari mereka seolah tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya. Tadinya ... Amaya mengira kalimat itu untuknya, tetapi ia salah! ‘Cewek’ itu rupanya merujuk pada Caecil. “Yang dijadiin sasaran sama dia tuh kalau nggak mahasiswi yang cantik, ya yang sekiranya nggak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-06
Baca selengkapnya

155. Mana Ada Bidadari Yang Jahat?

Ketegangan membekukan waktu selama lebih dari enam puluh detik berlalu. Amaya menatap Caecil dengan sepasang mata yang nyalang dan alis berkerut.Sebagian rambut panjangnya yang terurai jatuh ke depan, bagi siapapun yang tak sengaja melihatnya pasti menyebut bahwa dirinya adalah seorang antagonis.Tapi Amaya tak peduli.Ia tak peduli dengan julukan apapun yang akan dialamatkan padanya sekarang!Satu hal yang benar-benar ia lakukan adalah membuat si tukang bully ini berhenti menyakiti orang lain.“Lawan,” kata Amaya—lebih terdengar sebuah perintah pada Caecil yang terkunci di atas rerumputan hingga tak bisa bergerak. “Kenapa kamu diam aja, Caecil?”Pupil mata gadis yang mengenakan lensa biru itu bergoyang semakin gugup menyadari Amaya memberi balasan padanya.“K-kamu benar-benar nggak punya malu, Amaya,” balas Caecil akhirnya. “Setelah ketahuan mabuk di kampus kamu masih bisa muncul di sini dan—“Belum sempat Caecil bicara, Amaya justru tertawa. “Mabuk di kampus?” ulangnya kemudian te
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-07
Baca selengkapnya

156. Celah Yang Dimanfaatkan

“Bener, May. Cuma Medusa aja yang jahat, kamu jangan dekat-dekat loh! Awas nanti dikutuk jadi batu!” sahut Randy dari belakang Amaya, berjalan mendekat dan mensejajarinya sebelum menyenggol lengannya agar mereka pergi. Bersama dengan Alin, mereka menyisih dari hadapan Caecil yang wajahnya merah padam setelah mendengar Randy yang secara tak langsung mengatakan dirinya adalah ‘Medusa’. Sorakan mengiringi perginya Amaya—tapi sorakan itu bukan untuk Amaya melainkan untuk Caecil yang menggeram kesal di tempatnya. Tampak tengah melampiaskan kekesalannya dengan menghentakkan kakinya dengan keras. “Mulai hari ini kalau si Caecil itu ngebully orang kita nggak perlu diam lagi!” kata salah seorang mahasiswa yang berada di sana. Ikut pergi setelah Amaya juga pergi. “Kita bikin laporan bareng-bareng. Kalau bapaknya yang turun tangan, kita bikin petisi biar dia dapat pelajaran!” Caecil merapatkan giginya yang terasa nyeri. Napas seolah habis di tenggorokannya saat ia menyadari bahwa posisinya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-07
Baca selengkapnya

157. Merona Merah

Mata Amaya terpejam tak berdaya, ia menggigit bibirnya merutuki dirinya yang malah memilih kata yang sedikit ... kurang tepat. ‘Anu’ yang dikatakannya digunakan oleh Kelvin untuk menggodanya. Di sini, tepat di hadapan teman-temannya. “Ah—itu—maksud saya ... iya, saya udah lihat pas Bapak nolongin saya,” jawab Amaya akhirnya. “Udah nggak perlu tanya ke saya lagi, ‘kan?” Salah satu alis lebat Kelvin terangkat, seperti biasa akan sarat dengan godaan yang membuat pipinya menghangat dan berubah merona merah. Sebuah hal yang disukai oleh Kelvin—sebab ia pernah mengatakannya pada Amaya—tapi Amaya tidak suka karena apa yang mereka lakukan bisa dilihat oleh teman-temannya. “A-apa sih?” Amaya memandang Kelvin, isyarat matanya mengatakan agar prianya itu berhenti menggodanya. Tetapi sepertinya itu tidak dihiraukan. Karena Kelvin tertawa lirih sebelum sedikit menunduk saat berbisik, “Wajahmu seperti kepiting rebus, menyala wajah cantiknya amaya!” “Pak Kelvin!” tegur Amaya dengan suara yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

158. Cincin Kawin Jadi Bukti

‘Oh, God ... I’m screwed,’ batin Amaya putus asa. Yang ia lakukan telah membuat konsentrasi dan ketenangan yang ada di dalam sana runtuh! Ia memandang Kelvin yang malah tersenyum saat dirinya dilanda oleh kepanikan. “Resmi tuh!” celetuk mahasiswa yang duduk di sebelah Alin, menggoda mereka berdua yang tampak sangat manis dengan menunjukkan dua ekspresi yang saling bertentangan. Amaya yang panik sementara Kelvin tampak sangat tenang. “M-maksudnya, ‘Terima kasih, Pak Kelvin’,” ralat Amaya dengan suara yang sedikit keras agar mereka yang ada di dalam ruangan itu dapat mendengarnya. “Ah yang bener, May?” goda yang lainnya yang membuat mahasiswa lain justru semakin tak bisa tenang. “Kalau resmi nggak perlu disembunyiin kok.” “Kasihlah kami ini kabar bahagia juga.” “SSSHTTT!” Amaya mengisyaratkan mereka agar tenang seraya meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya. “Nggak boleh berisik!” Amaya dapat mendengar tawa lirih Kelvin yang berdiri di sampingnya sebelum pria itu beranja
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

159. Mereka Memberi Restu

"Ayo duduk sini, Amaya," kata Kelvin sekali lagi, mungkin karena melihat Amaya yang hanya diam saja berdiri di tempatnya sehingga Kelvin kembali menegurnya. Tangan besar pria itu menepuk lembut pada kursi yang baru saja ia tarik. Tak enak karena rekan-rekan dosen Kelvin tampak tak keberatan dengan kehadirannya maka Amaya memutuskan untuk duduk di sana. "Nggak usah takut," kata dosen bernama Lucy saat Amaya baru saja duduk dan melepas tas yang ia kenakan. "Kami juga baru mau makan kok, Amaya." "I-iya, Bu Lucy," jawab Amaya. Ia memandang Kelvin yang duduk di sebelah kirinya, seakan tak peduli dengan betapa banyak jumlah pasang mata yang sekarang tengah menyaksikan mereka. Beberapa di antaranya bahkan harus berhenti untuk memastikan bahwa benar Kelvin dan Amaya duduk bersebelahan. "Menu yang kamu pilih sama kayak yang dibeli sama Kelvin," ujar Arsha yang duduk berseberangan meja dengan mereka, menunjuk ke nampan makan Amaya yang saat ia melihat pada Kelvin, yang dikatakan olehnya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-09
Baca selengkapnya

160. Caecilia Beraksi Kembali

"M-maaf, saya tidak sengaja," ucap Caecil seraya menegakkan tubuhnya yang tadi hampir mengenai Amaya. Ia menunduk di hadapan para dosen sebelum mengangkat wajah. "Saya bersihkan dulu sebentar," katanya. "Nggak usah!" jawab Lucy. Sedetik kemudian beliau berdeham karena sepertinya sadar suaranya terlalu tinggi. "Maksud saya nggak perlu," ralatnya dengan sedikit tenang dan seulas senyum yang Amaya sangat tahu itu tengah dipaksakan. "Kami juga udah mau habis makannya, dan nggak ada dari pakaian kami yang kotor, jadi kamu boleh pergi," katanya. Caecil sekali lagi menunduk dan mengatakan, "Terima kasih," sebelum akhirnya pergi. Lucy tampak mendengus, Amaya yang melihat Caecil merasa malu. Karena ia tahu sepertinya yang dituju oleh Caecil adalah dirinya. "M-maaf, Bu Lucy," kata Amaya setelah sekilas menyentuh paha Kelvin, isyarat agar ia melepas rangkulannya. "Maaf, Bapak dan Ibu semuanya." "Kenapa kamu yang minta maaf?" tanya Lucy keberatan. "Karena ...." Amaya menggigit bibirnya, r
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-09
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status