yang 1 nya sebentar lagi ya, baca dulu RAHASIA HATI: TERPERANGKAP MENJADI ISTRI KEDUA CEO DINGIN ☺️ terima kasih
‘Oh, God ... I’m screwed,’ batin Amaya putus asa. Yang ia lakukan telah membuat konsentrasi dan ketenangan yang ada di dalam sana runtuh! Ia memandang Kelvin yang malah tersenyum saat dirinya dilanda oleh kepanikan. “Resmi tuh!” celetuk mahasiswa yang duduk di sebelah Alin, menggoda mereka berdua yang tampak sangat manis dengan menunjukkan dua ekspresi yang saling bertentangan. Amaya yang panik sementara Kelvin tampak sangat tenang. “M-maksudnya, ‘Terima kasih, Pak Kelvin’,” ralat Amaya dengan suara yang sedikit keras agar mereka yang ada di dalam ruangan itu dapat mendengarnya. “Ah yang bener, May?” goda yang lainnya yang membuat mahasiswa lain justru semakin tak bisa tenang. “Kalau resmi nggak perlu disembunyiin kok.” “Kasihlah kami ini kabar bahagia juga.” “SSSHTTT!” Amaya mengisyaratkan mereka agar tenang seraya meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya. “Nggak boleh berisik!” Amaya dapat mendengar tawa lirih Kelvin yang berdiri di sampingnya sebelum pria itu beranja
"Ayo duduk sini, Amaya," kata Kelvin sekali lagi, mungkin karena melihat Amaya yang hanya diam saja berdiri di tempatnya sehingga Kelvin kembali menegurnya. Tangan besar pria itu menepuk lembut pada kursi yang baru saja ia tarik. Tak enak karena rekan-rekan dosen Kelvin tampak tak keberatan dengan kehadirannya maka Amaya memutuskan untuk duduk di sana. "Nggak usah takut," kata dosen bernama Lucy saat Amaya baru saja duduk dan melepas tas yang ia kenakan. "Kami juga baru mau makan kok, Amaya." "I-iya, Bu Lucy," jawab Amaya. Ia memandang Kelvin yang duduk di sebelah kirinya, seakan tak peduli dengan betapa banyak jumlah pasang mata yang sekarang tengah menyaksikan mereka. Beberapa di antaranya bahkan harus berhenti untuk memastikan bahwa benar Kelvin dan Amaya duduk bersebelahan. "Menu yang kamu pilih sama kayak yang dibeli sama Kelvin," ujar Arsha yang duduk berseberangan meja dengan mereka, menunjuk ke nampan makan Amaya yang saat ia melihat pada Kelvin, yang dikatakan olehnya
"M-maaf, saya tidak sengaja," ucap Caecil seraya menegakkan tubuhnya yang tadi hampir mengenai Amaya. Ia menunduk di hadapan para dosen sebelum mengangkat wajah. "Saya bersihkan dulu sebentar," katanya. "Nggak usah!" jawab Lucy. Sedetik kemudian beliau berdeham karena sepertinya sadar suaranya terlalu tinggi. "Maksud saya nggak perlu," ralatnya dengan sedikit tenang dan seulas senyum yang Amaya sangat tahu itu tengah dipaksakan. "Kami juga udah mau habis makannya, dan nggak ada dari pakaian kami yang kotor, jadi kamu boleh pergi," katanya. Caecil sekali lagi menunduk dan mengatakan, "Terima kasih," sebelum akhirnya pergi. Lucy tampak mendengus, Amaya yang melihat Caecil merasa malu. Karena ia tahu sepertinya yang dituju oleh Caecil adalah dirinya. "M-maaf, Bu Lucy," kata Amaya setelah sekilas menyentuh paha Kelvin, isyarat agar ia melepas rangkulannya. "Maaf, Bapak dan Ibu semuanya." "Kenapa kamu yang minta maaf?" tanya Lucy keberatan. "Karena ...." Amaya menggigit bibirnya, r
Amaya perlahan membuka matanya saat mendengar suara bariton Kelvin yang sepertinya terhubung panggilan telepon dengan seseorang. Ia baru saja terlelap setelah menghabiskan sebentar waktu bersama dengan Kelvin di kamar mandi sebelum berpindah ke atas ranjang dan sejenak tidur siang hingga mendengar prianya itu yang mengatakan, “Iya, Kak Gaf, akan aku lihat setelah ini.” Amaya benar-benar membuka matanya, menarik lebih banyak selimut agar menutupi semua tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian tidur bertali tipis di kedua bahunya. Ia merapatkan tubuhnya pada Kelvin yang kemudian merangkul bahunya sebelum kembali berkonsentrasi pada seseorang di seberang telepon yang jelas adalah kakak lelakinya—Gafi. “Terima kasih sebelumnya, bye ....” Kelvin terlihat mematikan panggilan itu kemudian meletakkan ponselnya di atas meja dan menoleh pada Amaya yang dengan penasaran bertanya, “Ada apa?” “Kak Gafi bilang kalau ada skandal yang beredar setelah berita di forum mahasiswa,” jawab Kelvin
Padahal ... Caecil baru saja berpikir bahwa dirinya bisa kembali menang karena semua orang pasti akan menyangka Amaya seolah tak diakui menjadi istri sebab statusnya dirahasiakan. Tapi ... Kelvin yang akhirnya buka suara adalah hal yang berada di luar kendalinya. Pria itu bahkan tak segan menyebut 'istrinya' dengan mengunggah foto buku nikah dengan kalimat yang menegaskan bahwa siapapun yang membuat berita buruk pada istrinya—yang Caecil tahu betul ini merujuk pada Amaya—akan berjumpa dengannya nanti di pengadilan. "Bukannya secara nggak langsung Pak Kelvin mengakui kalau Amaya beneran istrinya?" tanya Sarah yang duduk berseberangan meja dengan Caecil. Sedang yang ditanya seperti kehabisan akal harus bagaimana sekarang. Skandal yang disulutnya tidak berhasil! Alih-alih mendapat tangkapan besar atau dendamnya terbalaskan, yang terjadi justru jauh dari itu. Sarah benar ... Kelvin secara tak langsung mengakui bahwa Amaya adalah istrinya. "Terus gimana sekarang, Cil?" tanya Sarah s
Setelah raket yang tersangkut di leher Rajendra berhasil diangkat oleh Kelvin serta Gafi, mereka berpamitan untuk pulang. Amaya dengan tangan yang melingkar di lengan kekar Kelvin melambai pada dua mobil sedan yang meninggalkan halaman rumah itu. "Bye-bye, Aunty May sama Uncle Vin! See ya ...." Suara Arsen nyaring saat bocah kecil itu membalas lambaian tangan Amaya dan Kelvin dengan kepala yang keluar dari jendela. "Bye-bye ...." balas Amaya sebelum akhirnya mereka tak terlihat sekeluarnya dari pintu gerbang. Amaya tak begitu saja beranjak. Ia terdiam cukup lama sebelum merasakan guncangan kecil di tangannya yang membuatnya tersadar. Kelvin baru saja memanggilnya dan mengajaknya untuk kembali ke dalam rumah. "Ayo masuk, Sayang," ajak Kelvin yang dijawab anggukan sekilas oleh Amaya. Mereka menaiki tangga dan tiba di dalam kamar. Amaya duduk di tepi ranjang sementara Kelvin memandangnya yang hampir tak bersuara selain 'Bye-bye' yang ia katakan pada Arsen. "Kenapa?" tanya Kelvin
“Mas Vin nggak apa-apa bikin postingan begini?” tanya amaya setelah ia mengangkat wajah dan memandang pada sepasang iris gelap Kelvin yang menatapnya tanpa henti. “Nggak apa-apa,” jawab Kelvin tak keberatan. “Kenapa memangnya?” “Cuma … takut aja—“ “Nggak ada yang perlu kamu takutin, Amaya,” sela Kelvin. “Aku ‘kan sudah bilang kalau nggak boleh ada orang yang bisa lihat kamu sebelah mata, mereka harus hati-hati dalam berucap mulai hari ini.” Amaya sangat senang mendengarnya. Seolah kekhawatiran yang selama ini membayanginya perihal pernikahan yang selalu mereka rahasiakan itu lambat laun sirna. Kelvin sedang menjaminnya bahwa tak ada yang akan berubah sekalipun orang lain tahu tentang pernikahan mereka. “Berhenti berpikir yang berat,” ucap Kelvin yang membuat Amaya terjaga dari pikiran sesaatnya. “Kehampaan yang kamu bilang, aku masih berusaha mengisinya. Kekhawatiran soal akan jadi apa seandainya orang lain tahu hubungan kita … aku beri padamu jaminan bahwa semuanya akan ba
‘Jangan ke sini,’ batin Amaya memohon agar langit mendengarnya. ‘Jangan ke sini please ... lewat aja ....’Amaya meremas tangan Alin yang duduk di sampingnya.Penonton bergemuruh saat melihat Kelvin mendekat, langkahnya lurus pada Amaya, tanpa menoleh ke kanan atau pun ke kiri.Pria itu tampak beberapa tahun lebih muda daripada usianya dalam balutan seragam futsal yang dikenakannya itu.Tapi semempesona apapun Kelvin sekarang ... Amaya hanya berharap pria itu tak melakukan sesuatu yang mencolok!Rupanya ... permohonan yang sedari tadi dirapalkan oleh Amaya itu tak dikabulkan.Sebab Kelvin justru berhenti di depan Amaya yang duduk paling depan bersama dengan Alin dan Naira.Beberapa mahasiswi yang duduk di sekitar Amaya bergemuruh saat memuji betapa menawan Kelvin bahkan saat dilihat dalam jarak sedekat ini.“Bilangnya nggak mau datang?” tanya Kelvin saat tiba di depan Amaya yang pasrah akan apa yang terjadi ke depannya.“Ngapain sih?” desis Amaya, berharap tak banyak yang mendengar pr
Meski disembunyikan, atau sebesar apa usaha Amaya dan Kelvin menutupi tentang resepsi pernikahan mereka, tapi tetap saja fotonya bocor!Tak hanya resepsi pada pagi hari saja, tapi juga resepsi yang diselenggarakan pada malam hari.Semesta seperti ingin berbagi kebahagiaan itu pada semua orang.Foto-foto mereka yang manis menghiasi forum mahasiswa selama beberapa hari, dari Sabtu, Minggu hingga Senin pagi hari ini.Seseorang menghela dalam napasnya kala ia menggulir layar ponselnya, foto Kelvin yang tampak meneteskan air mata seperti baru saja membuatnya memberikan sebuah pengakuan bahwa pria itu mencintai Amaya sangat besar.Ziel, pemuda itu adalah Ziel, yang duduk di bangku taman yang tak jauh dari lapangan futsal di kampus.Seorang diri, sebelum sebuah suara datang dari samping kanannya dan ikut duduk di sana."Bang Ziel," sapanya.Wajahnya muncul dan membuat Ziel sekilas melambaikan tangan padanya."Ya, Randy. Aku pikir nggak masuk kamu tadi," balasnya."Ngapain nggak masuk coba? N
Amaya merasa hatinya sedang tak karuan sekarang melihat Kelvin yang menjatuhkan air mata. Saat manik mereka bertemu, Amaya melihat betapa pria itu sangat tulus meletakkan seluruh perasaannya dan seolah menunggu agar hari ini tiba.Gafi tersenyum saat memandang keduanya bergantian sebelum ia memindah tangan Amaya pada Kelvin.Pembawa acara meminta agar Gafi kemudian memberikan ruang dan tempat untuk kedua pengantin yang tengah berbahagia.Amaya tak bisa memalingkan wajahnya, ia terpesona, terperangkap pada Kelvin saat pria itu terus menatapnya dengan teduh.Gerakan bibirnya yang tanpa suara sedang mengatakan, ‘Cantik sekali.’Dan tentu saja itu diketahui oleh semua orang yang hadir di sana dan itu membuat tubuh Amaya meremang.Apalagi saat pembawa acara mengatakan, “Bapak-Ibu tamu undangan sekalian, sepertinya kedua mempelai kita ini sudah tidak sabar untuk mengatakan apa yang mereka rasakan selama ini,” ujarnya. “Mari kita dengarkan terlebih dahulu sepatah dua patah kata dari masing-
Kelvin menghela dalam napasnya saat ia menunduk, memastikan bahwa groom boutonniere yang tersemat di dadanya benar dalam keadaan yang rapi.“Vin?” panggil sebuah suara yang tak asing di telinganya sehingga ia mengangkat kepalanya dengan cepat.Ia menjumpai Gafi yang muncul di dekat pintu berdaun dua di dalam kamar hotelnya entah sejak kapan.Kelvin yang melamun, atau memang kedatangannya yang memang tanpa suara?Entahlah ... yang jelas ia memang ada di sini bersamanya, dan mungkin memang sengaja menemuinya.“Kak Gaf?” balasnya seraya menunjukkan senyuman.“Gugup?”“Banget,” jawabnya. Tak menemukan kata lain untuk menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang ini selain gugup.Gugup untuk bertemu Amaya, gugup untuk melihatnya dalam balutan gaun pengantinnya yang cantik.Gugup, karena ia bisa saja tak bisa menahan diri nanti dan mencium Amaya secara tiba-tiba.“Setelah ini, aku akan membawa Amaya buat ketemu sama kamu, Vin,” ucap Gafi mula-mula. “Aku sudah pernah bilang ini ke kamu. Tapi
“Apa ini, May?” tanya Randy sembari mengambil salah satu kotak susu yang ada di hadapan Amaya.Karena Amaya terlambat mencegahnya, dan karena memang gerakan Randy sangat cepat, Amaya akhirnya membiarkannya saja.“Kok ... susu ibu hamil?” tanya Alin dengan nada bicara yang lirih. Yang barangkali hanya mereka saja yang bisa mendengarnya.“Kita mau dapat keponakan?” sahut Naira yang disambut anggukan dari Amaya.“Alasan kenapa resepsinya dimajuin tuh karena itu,” aku Amaya dengan jujur.Randy hampir melompat kesenangan jika Alin tak mencegahnya.Ia juga hampir berteriak jika Naira tak mengisyaratkan agar ia sebaiknya diam dan tetap menjaga mulutnya itu terkunci rapat."Demi apa, demi apa kita bakalan punya keponakan?" Heboh, seperti biasanya dan Amaya dibuat terharu dengan mereka yang turut senang dengan kabar yang ia berikan ini."Maaay! Kamu bakalan jadi hot mommy dong?" Naira sepertinya sudah membayangkan terlalu jauh.Mereka saling pandang untuk menyetujui ungkapan itu sebelum kompa
Mengetahui bahwa sorakan itu ditujukan untuknya, Amaya dengan cepat menurunkan ponselnya. Ia menggigit bibirnya, malu karena Kelvin benar-benar tak sungkan lagi menunjukkan hubungan mereka yang telah menjadi rahasia umum bahwa mereka memang menikah. Antusias itu rupanya menjadi bahan bakar bagi semua mahasiswa untuk mengikuti bincang santai tersebut. Pembicara yang dimaksudkan Kelvin lalu datang, beliau adalah seorang pengusaha yang mengatakan perjalanan bisnisnya lebih dari dua puluh tahun untuk bisa berjaya hingga hari ini yang salah satu landasannya adalah stabilitas sistem keuangan. Barangkali bukan hanya pembicaranya saja yang memang sudah berpengalaman, tapi bagaimana cara hostnya memancing agar beliau menyampaikan informasi, sepak terjangnya dalam dunia bisnis. Aah ... atau ini hanya perasaan Amaya saja yang sangat senang bisa melihat Kelvin seperti itu? Mungkin tahun ini adalah gilirannya menjadi host karena tahun sebelumnya Lucy lah yang bertugas. Dan mendengar dari
Amaya mengangguk saat pipinya terasa panas. "Padahal mau kasih kejutan nanti pas kita bahas soal resepsi yang mau dibikin maju," jawab Amaya. "Tapi si bocil Arsen ini malah tahu duluan." Amaya memandang pada Arsen yang ada di pangkuan Kelvin dan tersenyum menunjukkan barisan giginya. "Dari mana kamu tahu kalau Aunty May mau punya baby, Sen?" Kali ini Kelvin yang bertanya. "Cuma asal ngomong aja, Uncle Vin," jawabnya. "Soalnya tadi Arsen lihat Aunty May ngusap perut, persis kayak mamanya teman Arsen yang juga lagi hamil." Ia sekali lagi meringis sementara kabar gembira itu tentu saja disambut dengan senang hati oleh Gafi dan Serena. "Selamat ya ...." kata Serena. Amaya memandang Gafi yang hanya terdiam. Mata mereka bertemu, di kedua sudut netra kakak lelakinya itu, Amaya bisa melihat butiran bening yang barangkali sedang sekuat tenaga coba ia tahan agar tak jatuh. Melihatnya seperti itu membuat Amaya kembali terenyuh. Matanya bicara lebih banyak bahwa ia bahagia, dengan tak bi
Rajendra dengan cepat bangun karena Riana sudah mendekat ke arahnya dan dilihat dari tangannya itu, sepertinya ia akan mencubit Rajendra. Yang telah mengubah suasana yang harusnya haru karena Kelvin dan Amaya membawa kabar baik menjadi lawak. "Kebiasaan kalau ada orang seneng selalu ngerusak momen!" kata Riana, hampir berseru pada Rajendra yang berlindung di balik sofa. Melihat itu ... sepertinya Amaya tahu ingin menjadi seperti apa ia di masa yang akan datang. Seperti Rajendra dan Riana yang awet muda dengan interaksi mereka. "Ya ngomong apa emangnya loh?!" tanya Rajendra, memandang istri, anak lelaki dan menantunya bergantian. "Bukannya Kelvin nawarin cucur?" "Cucu, Pa!" jawab Riana. "Mereka mau bilang kalau kita bakalan punya cucu!" Kedua mata Rajendra melebar dengan bibirnya yang terbuka tanpa kata. Untuk beberapa saat beliau terus seperti itu hingga anggukan Kelvin dijumpainya dan ia akhirnya bersuara. "Papa nggak tahu harus ngomong apa," ucapnya. "Congrats, Vin. Kamu jug
Seperti yang mereka rencanakan semalam, sepulang dari kampus, Amaya pergi bersama dengan Kelvin ke rumah sakit. Mereka melakukan pendaftaran lebih dulu dan menuju ke ruang pemeriksaan ibu hamil. Amaya duduk di kursi tunggu, berdiam diri tanpa mengatakan apapun dan itu membuat Kelvin yang ada di sebelah kanannya menyentuh tangan Amaya dan membuat jemari mereka saling mengait. "Kok diam aja?" tanyanya. "Kenapa, Sayang?" "Nggak apa-apa, Mas Vin, cuma gugup aja." Kelvin tersenyum mendengarnya, mengguncang lirih tangan Amaya sembari mendekatkan wajahnya untuk berbisik, "Sama, aku juga gugup." Amaya memandang Kelvin setelah matanya mengedar pada semua orang yang ada di sana dan duduk untuk menunggu nomor antrian. "Kayaknya kita dikira pasangan yang nggak bener deh." Amaya menyenggol lengan Kelvin yang kedua alisnya terangkat penuh kebingungan. "Nggak bener kenapa, Sayang? Cuma perasaan kamu mungkin ...." "Hm, semoga aja begitu. Takut aja dikira pasangan kumpul kebo soalnya dari pasi
Amaya mengatakannya setelah ia memastikan bahwa hasil yang ditunjukkan oleh test pack yang ada di tangannya itu adalah benar bergaris dua. Ia menunduk, menggigit bibir saat meremas ujung test pack itu erat-erat. Air matanya hampir luruh sebab Kelvin hanya berdiam diri saat ia mengaku hamil. Ekspresinya seperti ... entahlah. Ia hanya diam saja tanpa mengatakan satu kalimat pun. Jangankan kalimat ... sepatah kata pun tak ada sama sekali. Bagaimana jika sudah begini? Bukannya Kelvin yang mau mereka memiliki anak? Kenapa dia hanya diam saja? Pikiran Amaya berkecamuk. "Kamu baru tahu?" tanya Kelvin setelah keheningan yang cukup lama. Amaya mengangguk, tak menunjukkan wajahnya pada Kelvin saat pria itu selangkah mendekat mengikis sekian meter yang semula memisahkan mereka. "Sayang?" panggil Kelvin pada Amaya yang menghindari tatapan matanya. Kelvin menunduk, menyentuh dagu Amaya sehingga ia menengadah dan ia dibuat terkejut melihatnya. "Loh? Kok nangis kenapa?" tanya Kelvin seray