Dalam kepanikannya, Dikara meraba kantong celananya, mencari ponsel. Ia mengetik nomor Ameera dengan jari-jari yang gemetar. Ameera adalah satu-satunya orang yang tahu bagaimana mengatasi dirinya ketika ia kehilangan kontrol seperti ini.Panggilan tersambung setelah beberapa nada dering. “Dikara, apa yang terjadi?”“Aku… aku tidak bisa bernapas,” katanya terbata-bata, suaranya terdengar putus asa. “Dia pergi, Ameera. Janeetha pergi, dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.”“Dikara, dengarkan aku,” kata Ameera dengan nada menenangkan. “Tarik napas perlahan. Ikuti suaraku. Tarik napas dalam… tahan sejenak… dan hembuskan perlahan.”Dikara mencoba dengan tubuhnya masih gemetar.Satu tarikan napas, dua, lalu tiga. Perlahan, rasa sesak di dadanya sedikit mereda, meskipun masih terasa seperti sengatan api yang terus menyalakan rasa takut di dalam hatinya.“Sekarang, katakan padaku,” lanjut Ameera hati-hati. “Apa yang sebenarnya kau rasakan?”“Aku takut…” Dikara berbicara, hampir seperti
Last Updated : 2024-12-21 Read more