All Chapters of Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!: Chapter 121 - Chapter 130

137 Chapters

121. Peringatan Rusli

Mobil hitam itu semakin mendekat, nyaris memepet sisi taksi, memaksa kendaraan berhenti di pinggir jalan.Fabian mengumpat pelan, siap untuk melontarkan protes, tetapi rasa kesalnya berubah menjadi keterkejutan saat melihat siapa yang keluar dari mobil itu.Rusli.Fabian merasakan amarahnya melonjak, tetapi ia menahannya. Pintu taksi di sisi kanannya terbuka, dan Rusli masuk dengan wajahnya yang cemas, duduk di sampingnya tanpa permisi.Fabian menatap Rusli tajam, rahangnya mengatup keras. “Apa-apaan ini, Rusli? Kau pikir kau siapa sampai menghentikan taksi di tengah jalan seperti ini?”Rusli menghela napas berat, pandangannya waspada. “Aku tidak punya waktu untuk basa-basi, Fabian. Kau tahu kenapa aku di sini.”Fabian menyipitkan mata, bibirnya melengkung sinis. “Kalau kau datang untuk menakutiku atas nama Dikara, kau buang-buang waktu. Aku tidak peduli!”Rusli menoleh cepat, menatap Fabian dengan ekspresi mendesak. “Kau pikir aku mau melakukan ini? Aku hanya menjalankan perintah. Da
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

122. Tidak di Bandara

Keramaian bandara terasa asing di telinga Dikara. Deretan suara panggilan penerbangan, pengumuman keberangkatan, dan langkah-langkah kaki yang berlalu-lalang hanya menjadi dengungan samar. Baginya, hanya ada keheningan yang menusuk, membungkus setiap sudut ruangan dengan ketegangan yang terus menumpuk.Ia duduk di ruang tunggu eksekutif, tubuhnya tegak namun terasa seolah-olah disandera oleh waktu yang berjalan begitu lambat. Jari-jarinya mengetuk pelan lengan kursi. Dikara memang tampak tenang, tetapi seakan seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja bagi Fadil yang berdiri tak jauh darinya.Di hadapan Dikara, secangkir kopi hitam miliknya sudah mendingin, sedingin wajahnya yang keras dan tanpa ekspresi.Pria itu tak menyentuhnya sama sekali. Ia bahkan mungkin lupa jika ada minuman itu di meja.Pandangannya terpaku lurus ke arah pintu keberangkatan yang selalu berayun membuka dan menutup, seolah Fabian akan muncul dari baliknya kapan saja.Sayangnya, kali ini keberuntungan tak ber
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

123. Keputusan Rusli

Langit di luar stasiun sudah gelap, dan lampu-lampu di sepanjang jalur rel berpendar temaram.Fabian berdiri di dekat pintu masuk stasiun kereta cepat, tangan kanan memegang koper kecil tiba-tiba saja terasa lebih berat dari seharusnya. Keringat dingin mengalir di pelipisnya meski udara malam cukup sejuk.Di sampingnya, Rusli bersandar di tiang besi, menyulut rokok yang hanya terbakar setengah hati. Tatapan Rusli menembus kaca stasiun, memperhatikan setiap orang yang melintas, waspada.“Masih ada waktu untuk mundur, Rusli,” ucap Fabian pelan, nyaris seperti bisikan. Suaranya dipenuhi keraguan. “Ayo, ikutlah bersamaku.”Rusli menghembuskan asap rokok, melirik Fabian sekilas. “Kau pikir aku akan mundur setelah sejauh ini?” Pria itu terkekeh getir. “Kalau aku ikut pergi bersamamu, Tuan Dikara pasti akan tetap memburu kita. Setidaknya, kalau aku ikut campur, aku bisa mengulur waktu.”Fabian menunduk, menggenggam koper dan tiketnya lebih erat. Berat hati, ia kembali menatap pria di depanny
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

124. Hukuman Dikara

Gudang tua di pinggiran kota itu berbau debu dan besi berkarat. Lampu gantung berayun pelan, menciptakan bayangan panjang yang menari di lantai beton.Rusli melangkah masuk, diapit dua pria bertubuh besar. Tangan kanannya menyentuh saku celana, mencari-cari sesuatu yang tak ada. Rokoknya sudah habis sejak tadi, dan kini yang tersisa hanya udara dingin yang menggores tenggorokan.Di tengah ruangan, Dikara duduk di kursi logam. Lengan disilangkan, tatapannya menusuk tajam seolah menembus dada Rusli. Ia tidak mengatakan apa pun—membiarkan keheningan menjadi pisau yang perlahan mengiris.Rusli berhenti beberapa langkah di depan Dikara. Ia menarik napas panjang, mencoba mengabaikan detak jantung yang terasa semakin keras."Aku pikir kau tahu apa yang terjadi pada orang yang berkhianat padaku, Rusli." Suara Dikara terdengar datar, tetapi dinginnya membuat udara di dalam ruangan terasa lebih menyesakkan.Rusli menatapnya langsung. Matanya tidak goyah sedikit pun. "Aku tahu, Tuan."Dikara me
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

125.

Di sebuah penginapan kecil di pinggiran Ardenton, angin malam berdesir lembut melalui celah jendela. Suasana di dalam kamar begitu sunyi, hanya terdengar detak jam dinding yang terdengar pelan, seolah menghitung setiap detik dalam ketegangan.Janeetha duduk di tepi ranjang, ponselnya tergenggam erat di tangan. Matanya tak lepas dari layar, menunggu pesan yang mungkin datang kapan saja. Maria duduk di kursi di seberang ruangan, memeluk lututnya sambil memandang Janeetha dengan sorot penuh pengertian."Fabian sedang bersama Arman," kata Janeetha, akhirnya memecah kesunyian. Suaranya terdengar serak, bergetar samar. "Mereka akan menyusul kita besok."Maria mengangguk pelan. "Itu kabar baik. Mereka tahu apa yang mereka lakukan, Janeetha."Namun, Janeetha hanya menghela napas panjang, matanya masih terfokus pada layar ponsel yang tidak menunjukkan pesan baru. "Aku takut, Maria. Dikara... dia bisa melakukan apa saja. Jika sesuatu terjadi pada Fabian karena aku..."Maria bangkit dari kursinya
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

126. Mengejar Janeetha

Suara tetesan air bergema dalam kegelapan. Janeetha berdiri di tepi sumur tua, kaki telanjangnya menyentuh rumput yang basah oleh embun. Ia mengenakan gaun putih panjang yang melambai ditiup angin malam. Di sekelilingnya, hanya ada kabut tebal yang menyelimuti.Langkah berat terdengar dari belakang. Janeetha memutar tubuhnya perlahan.Dikara berdiri beberapa meter darinya, wajahnya tersembunyi dalam bayangan. Namun, tatapan itu… tajam dan penuh obsesi."Janeetha…" suara Dikara bergema, seolah datang dari segala arah."Jangan mendekat!" seru Janeetha, suaranya bergetar.Namun Dikara terus melangkah. Setiap langkahnya seperti menekan bumi, meninggalkan bekas yang dalam di tanah."Tak ada tempat untuk lari," bisik Dikara. Ia menjangkau tangannya, jemari panjangnya melingkar di pergelangan tangan Janeetha, mencengkeram erat."Lepaskan!" Janeetha berusaha menarik tangannya, tetapi cengkeraman Dikara terlalu kuat.Dengan satu gerakan, Dikara mendorongnya ke tepi sumur. Janeetha terhuyung, d
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

127. Tentang Arman

Pesawat pribadi meluncur mulus di atas hamparan awan malam, mengoyak keheningan yang menyelimuti langit.Kabin pesawat begitu sunyi, hanya terdengar suara mesin yang bergetar pelan. Namun, di dalamnya, ketegangan terasa seperti listrik yang menjalar di udara.Dikara duduk di kursi kulit dekat jendela, matanya tajam menatap kelamnya langit luar.Di tangannya, sebuah gelas berisi anggur merah tergenggam, namun tidak sekali pun ia menyesapnya. Jemarinya mengetuk sisi gelas dengan irama lambat, tak teratur—sebuah pertanda jelas bahwa pikirannya tidak berada di tempat ini.Di seberangnya, seorang pria muda duduk dengan punggung tegak, wajahnya kaku dalam ketidaknyamanan. Pria itu baru saja direkrut oleh Dikara—salah satu orang yang disebut "berbakat" oleh Fadil. Namun, malam ini, ia hanya terasa seperti bayangan pucat di hadapan Dikara."Namamu?" Dikara membuka suara, matanya tidak beralih dari jendela.Pria itu tersentak, sebelum bur
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

128. Mari Dimulai

"Kau pikir aku peduli dengan perhatian?!” Suara Dikara seketika naik satu oktaf membuat Rayhan semakin menciut. Ekspresi wajahnya semakin dingin dengan seringai samar terlukis di bibirnya. “Jika perlu, hancurkan seluruh Ardenton! Aku tak peduli!"Rayhan langsung mengetikkan pesan di ponselnya. "Saya akan sampaikan sekarang juga, Tuan."Dikara menyandarkan kepalanya, memejamkan mata sejenak. Tapi ketenangan itu hanya bertahan beberapa detik sebelum matanya kembali terbuka, menatap tajam ke arah luar jendela.Janeetha... kau pikir kau bisa lari sejauh ini dariku?Tiba-tiba ponsel Rayhan bergetar. Ia membaca pesan yang masuk dengan cermat sebelum melirik Dikara. "Tuan... mereka melaporkan seseorang yang mencurigakan di penginapan kecil dekat distrik timur. Wanita dengan ciri-ciri yang mirip Nyonya Janeetha."Dikara menoleh, ekspresinya berubah dingin. "Ciri-ciri yang mirip bukan jawaban yang ingin kudengar."Rayhan menelan
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

129. Berlari di Kegelapan

Dini hari itu terasa lebih dingin dari biasanya. Goyangan pelan di bahu semakin lama semakin terasa, membuat Janeetha terjaga dari tidurnya.“Janeetha,” suara Maria berbisik tetapi terdengar mendesak. “Bangun. Kita harus pergi sekarang.”Janeetha mengerjap berusaha menyesuaikan diri dengan gelapnya kamar, sementara Maria membantunya untuk duduk.“Apa? Berangkat?” tanyanya dengan suara serak.Maria mengangguk. Meski kamar itu temaram, tetapi tetapi dapat memperlihatkan ekspresi serius di wajah wanita itu. “Arman baru saja mengabari. Anak buah Dikara semakin banyak di sekitar sini. Mereka bergerak lebih cepat dari yang kita duga.”Sekejap, kantuk Janeetha hilang sepenuhnya. Rasa cemas muncul begitu saja. “Mereka sudah menemukan kita?”“Belum, belum.” Maria menggeleng berusaha menenangkan. “Karena itu kita harus bergerak lebih cepat dari rencana.”“Fabian dan Arman? Bukankah kita akan menunggu mereka untuk berangkat bersama?” Janeetha mengikuti Maria yang sudah berdiri dari tempat tidur
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

130. Mengejar Janeetha (2)

Pagi itu, sinar matahari samar-samar menyelinap di balik jendela besar kamar Dikara. Langit masih kelabu, seolah mencerminkan amarah yang membara di dalam dirinya.Setelah selesai menghabiskan sarapan, Dikara menyeka bibirnya dengan lap sebentar sebelum akhirnya pria itu bersiap untuk melakukan pencarian. Rayhan berdiri tegak di sudut ruangan, menanti instruksi berikutnya dengan sedikit cemas. Ia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara sejak Dikara menerima laporan terakhir tentang keberadaan Janeetha."Apa rencanamu?" tanya Dikara setelah berdiri di dekat Rayhan.Anak buahnya itu berjalan menuju ruang tamu. Di sana, atas meja sudah terbentang sebuah peta.Saat Dikara mendekat, ia dapat melihat banyak titik meras pasa lembaran tersebut. "Jelaskan padaku," ucap Dikara sambil duduk di sofa. "Titik merah otu adalah lokasi yang sudah diperiksa oleh tim kami, Tuan." Rayhan sedikit membungkuk saat menjelaskan.Dikara seketika melihat ke arah Rayhan dengan tatapan merendahka
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more
PREV
1
...
91011121314
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status