Share

113. Nyonya Menghilang, Tuan

Author: DSL
last update Last Updated: 2024-12-18 22:33:31

Janeetha memandang ke luar jendela, menyaksikan lampu-lampu jalan yang berkelebat. “Aku hanya ingin jauh dari dia. Itu saja.”

“Terkadang, menjauh saja tidak cukup,” kata Arman, nadanya serius. “Kau harus memastikan dia tidak bisa menemukanmu lagi. Itu artinya, kau juga harus menghilangkan apa pun yang bisa mengikatmu padanya.”

Kata-kata itu membuat Janeetha terdiam. Ia tahu maksud Arman, tapi memutuskan semua itu tidaklah mudah. Ada terlalu banyak hal yang masih menahannya, meskipun ia tahu semua itu juga yang membuatnya terjebak.

Mobil melambat saat memasuki sebuah gang kecil. Arman menghentikan kendaraan dan mematikan mesin. “Kita ganti mobil di sini,” ujarnya singkat.

Janeetha menatapnya dengan cemas. “Kenapa? Apa ada sesuatu yang salah?”

“Tidak,” jawab Arman sambil turun dari mobil. “Ini hanya langkah pengamanan. Fabian memastikan kita tidak meninggalkan jejak.”

Janeetha turun dari mobil, memeluk tas kecilnya erat-erat. Di depan mereka, sebuah mobil lain sudah menunggu. Seorang wa
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   114. Resah yang Membesar

    BAB 114Suara napas Dikara di ujung telepon terdengar pelan tapi Fadil yakin pria itu tidaklah sedang baik-baik saja.“Apa yang kau maksud dengan menghilang, Fadil?!” Dikara nyaris membentak membuat siapa pun akan merasa terancam.“Saya … hanya menemukan gelang Nyonya di spa, tapi Nyonya sudah tidak ada di sana,” jawab Fadil dengan hati-hati. “Rekaman CCTV menunjukkan bahwa dia keluar melalui pintu belakang hotel. Dia naik mobil hitam bersama seseorang.”Keheningan yang menyusul membuat Fadil menelan ludah dengan gugup. Ia tahu Dikara tidak akan menerima kabar ini dengan baik. Ia bahkan mulai sibuk memikirkan nasibnya ke depan.“Plat nomor mobil itu?” tanya Dikara akhirnya.“Disamarkan, Tuan,” jawab Fadil. “Namun, saya akan melacaknya. Orang yang bersamanya tampaknya sangat berpengalaman dalam membantu pelarian seperti ini.”Dikara terkekeh pelan membuat Fadil semakin resah.“Kirimkan semua rekaman itu padaku sekarang!” perintah pria itu terdengar tak ingin dibantah.“Saya sudah mengu

    Last Updated : 2024-12-19
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   115. Semakin Yakin

    Rusli terdiam. Ancaman itu bukan hal baru, tapi kali ini ada intensitas yang berbeda. Ia tahu Dikara sedang berada di puncak amarah. Namun ia juga tahu atasannya mulai masuk dalam titik lemahnya.Kehilangan Janeetha adalah titik lemah pria itu.“Baik, Tuan,” jawab Rusli akhirnya, memilih untuk terdengar pasrah. “Saya akan mempercepat semuanya.”“Sudah seharusnya!” sahut Dikara sinis. “Dan pantau setiap langkah Fabian! Aku ingin tahu siapa yang ia temui, di mana dia berada, dan apa yang dia lakukan setiap detiknya. Jika kau menemukan apa pun yang mencurigakan, laporkan langsung padaku!”“Saya mengerti, Tuan.”Dikara memutus sambungan tanpa menunggu jawaban lebih lanjut. Ia kembali duduk dan menyandarkan tubuhnya ke kursi. Fabian bukan hanya ancaman, tapi juga penghinaan langsung pada otoritasnya.Di sisi lain, Rusli duduk di kursi mobilnya, ponsel masih berada di tangannya. Ia menghela napas panjang, merasa semakin terjebak di antara kesetiaannya pada Dikara dan keinginannya untuk memb

    Last Updated : 2024-12-19
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   116. Jejak Yang Semakin Samar

    Hening sejenak di ujung telepon, sebelum Fabian menjawab dengan suara penuh keyakinan, “Aku tidak akan membiarkan dia menang. Kau akan bebas, Janeetha. Aku janji.”Air mata Janeetha kembali jatuh, kali ini bercampur antara kebahagiaan dan harapan. “Aku percaya padamu, Kak Fabian. Terima kasih.”“Kita akan bertemu lagi segera,” jawab Fabian. “Tetaplah kuat. Kau tidak sendirian.”Panggilan berakhir, tapi semangat Janeetha terangkat. Ia menatap Maria, yang memberinya senyuman penuh dukungan.Janeetha memejamkan mata sejenak, suara Fabian kembali terngiang di telinganya. Kata-katanya menyusup ke dalam hati, memberikan kekuatan yang hampir terlupakan.Saat ia membuka matanya kembali, menatap Maria yang kini sedang memeriksa peta kecil di dashboard.“Kau punya teman-teman yang baik,” kata Maria tiba-tiba, tanpa mengalihkan pandangannya dari peta. “Tidak semua orang cukup beruntung mendapatkan bantuan seperti ini.”Janeetha tersenyum samar. “Aku tahu. Tanpa mereka… aku tidak tahu apa yang ak

    Last Updated : 2024-12-20
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   117. Serangan Panik

    Dikara tiba-tiba tertawa pendek, tawa yang penuh sarkasme dan rasa sakit. Ia mengangkat salah satu gaun yang dikenakan Janeetha di acara pernikahan mereka. Gaun itu masih wangi, aromanya mengingatkan Dikara pada malam-malam yang kini terasa seperti mimpi yang tak tergapai.“Kenapa kau selalu membuat segalanya begitu sulit?” tanyanya, seolah Janeetha ada di hadapannya. Suaranya berubah, melembut, hampir seperti memohon. “Kenapa kau tidak mengerti… aku hanya ingin kau tetap di sini, bersamaku.”Tapi tidak ada jawaban, hanya keheningan yang semakin menusuk.Rasa frustasi kembali menghantam Dikara. Ia menjatuhkan gaun itu ke lantai, lalu menendang pintu lemari hingga terbanting. “Sial! Apa yang kurang dariku? Apa yang kurang dari hidupku yang sudah kuberikan padamu, hah?!”Ia berjalan ke tempat tidur, mendapati sebuah bantal yang pernah digunakan Janeetha. Dikara duduk di tepinya, menunduk sambil mengusap wajah dengan kedua tangan. Amarahnya mulai bercampur dengan rasa takut yang perlahan

    Last Updated : 2024-12-20
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   118. Pantang Lemah

    Dalam kepanikannya, Dikara meraba kantong celananya, mencari ponsel. Ia mengetik nomor Ameera dengan jari-jari yang gemetar. Ameera adalah satu-satunya orang yang tahu bagaimana mengatasi dirinya ketika ia kehilangan kontrol seperti ini.Panggilan tersambung setelah beberapa nada dering. “Dikara, apa yang terjadi?”“Aku… aku tidak bisa bernapas,” katanya terbata-bata, suaranya terdengar putus asa. “Dia pergi, Ameera. Janeetha pergi, dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.”“Dikara, dengarkan aku,” kata Ameera dengan nada menenangkan. “Tarik napas perlahan. Ikuti suaraku. Tarik napas dalam… tahan sejenak… dan hembuskan perlahan.”Dikara mencoba dengan tubuhnya masih gemetar.Satu tarikan napas, dua, lalu tiga. Perlahan, rasa sesak di dadanya sedikit mereda, meskipun masih terasa seperti sengatan api yang terus menyalakan rasa takut di dalam hatinya.“Sekarang, katakan padaku,” lanjut Ameera hati-hati. “Apa yang sebenarnya kau rasakan?”“Aku takut…” Dikara berbicara, hampir seperti

    Last Updated : 2024-12-21
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   119. Masih Menyangkal

    Dikara kemudian terkekeh sumbang. “Aku harus merendahkan diri di hadapan Janeetha? Membiarkannya merasa menang? Tidak ada dalam kamusku!”Kata-kata Ameera memang menusuk, tapi ia memilih mengabaikannya. Baginya, kelemahan hanyalah jalan pintas menuju kehancuran.“Aku tak akan pernah merendah pada yang sudah rendah!” dengkusnya lirih, seakan menegaskan kalimat itu lebih kepada dirinya sendiri. “Dan aku akan memastikan Janeetha tahu tempatnya.”Dengan masih sedikit terhuyung, Dikara melangkah menuju jendela. Membiarkan cahaya menerpa wajahnya yang sedikit pucat. Dari ketinggian mansion, ia bisa melihat sepinya taman di bawah sana, seperti mewakili rasa sepi yang berkecamuk dalam hatinya.Ponselnya bergetar di atas meja. Dikara melirik sekilas—sebuah pesan dari Fadil.[Kami masih mencari keberadaan Nyonya Janeetha, Tuan. Tapi belum ada jejak konkret. Kami akan melaporkan kembali segera.]Dikara mengatupkan rahangnya, tetapi ia memutuskan untuk tidak membalas apapun. Baru kali ini ia mera

    Last Updated : 2024-12-21
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   120. Kosong

    Langit memancarkan cahaya sorenya saat mobil hitam Dikara berhenti secara sembarangnan di depan rumah Fabian.Pria itu keluar dari mobil dengan langkah cepat, hampir seperti melompat turun. Rahangnya mengatup keras, matanya tajam mengamati setiap sudut bangunan kecil yang berdiri sunyi di hadapannya.Tanpa ragu, ia berjalan menuju pintu depan. Tangannya mengepal, dan dengan sekuat tenaga ia menggedor pintu tersebut.“Fabian!” Dikara terus menggedor pintu, suaranya menggema di sepanjang teras. “Aku tahu kau ada di dalam! Buka pintunya sekarang!”Tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang menyelimuti.Pria itu kembali menggedor pintu kali ini lebih kuat dari sebelumnya.“Fabian! Aku tidak akan meminta dua kali!” Dikara berseru. Urat lehernya bahkan menonjol saking kerasnya.Namun, tetap tidak ada reaksi.Dikara menyipitkan mata, ekspresinya semakin mengeras. Tangannya meraih gagang pintu, dan mencoba membukanya. Ternyata pintu itu terkunci.“Sialan!”Dalam sekejap, Dikara mengangkat kakin

    Last Updated : 2024-12-22
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   121. Peringatan Rusli

    Mobil hitam itu semakin mendekat, nyaris memepet sisi taksi, memaksa kendaraan berhenti di pinggir jalan.Fabian mengumpat pelan, siap untuk melontarkan protes, tetapi rasa kesalnya berubah menjadi keterkejutan saat melihat siapa yang keluar dari mobil itu.Rusli.Fabian merasakan amarahnya melonjak, tetapi ia menahannya. Pintu taksi di sisi kanannya terbuka, dan Rusli masuk dengan wajahnya yang cemas, duduk di sampingnya tanpa permisi.Fabian menatap Rusli tajam, rahangnya mengatup keras. “Apa-apaan ini, Rusli? Kau pikir kau siapa sampai menghentikan taksi di tengah jalan seperti ini?”Rusli menghela napas berat, pandangannya waspada. “Aku tidak punya waktu untuk basa-basi, Fabian. Kau tahu kenapa aku di sini.”Fabian menyipitkan mata, bibirnya melengkung sinis. “Kalau kau datang untuk menakutiku atas nama Dikara, kau buang-buang waktu. Aku tidak peduli!”Rusli menoleh cepat, menatap Fabian dengan ekspresi mendesak. “Kau pikir aku mau melakukan ini? Aku hanya menjalankan perintah. Da

    Last Updated : 2024-12-22

Latest chapter

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   137. Berpisah

    Hujan masih rintik-rintik saat Maria dan Janeetha tiba di desa kecil yang sunyi, tersembunyi di balik perbukitan. Jalan berbatu yang mereka lalui basah dan licin, tetapi Maria mengemudi dengan hati-hati hingga akhirnya menemukan sebuah gudang tua di pinggir desa. Ia memarkir mobil mereka di sana, menutupi bagian depannya dengan ranting dan daun kering untuk menyamarkan keberadaannya.“Ini harus cukup untuk membuatnya tidak terlihat,” ujar Maria, menepuk-nepuk tangannya yang kotor setelah selesai menyembunyikan kendaraan.Janeetha, yang berdiri tidak jauh, hanya mengangguk pelan. Matanya gelisah, terus memandang sekeliling seperti takut seseorang akan muncul tiba-tiba dari balik kabut yang menggantung rendah di desa itu.“Janeetha, ayo masuk ke sini dulu,” Maria mengajak, menunjuk sebuah bangunan kosong di dekat mereka yang tampak seperti rumah tua yang sudah lama ditinggalkan.Keduanya masuk, dan Maria menutup pintu dengan hati-hati. Udara di dalam dingin dan lembap, tetapi setidaknya

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   136. One to One

    Hujan mulai turun rintik-rintik ketika Fabian akhirnya tertangkap. Ia berlutut di atas tanah berlumpur, tangan terikat di belakang punggungnya. Nafasnya terengah-engah, rambut basah menempel di dahinya. Tiga anak buah Dikara berdiri mengawasinya dengan waspada.Meski tampak seperti orang yang tak berdaya, tetapi dalam diri Fabian puas dengan apa yang telah ia lakukan. Setidaknya, ia dapat menyedot perhatia Dikara hanya tertuju padanya.Tak butuh waktu lama, sosok yang Fabian tunggu-tunggu pun tiba.Pria itu terlihat turun dari mobil SUV hitam yang kini terparkir cukup jauh dari lokasi. Fabian memang sengaja memilih jalur yang sedikit sulit dijangkau oleh kendaraan.Langkah Dikara tenang sekaligus tegas, mantel panjang yang dikenakannya berkibar tertiup angin. Matanya langsung menangkap Fabian yang sedang berlutut.“Well, well, well. Bukankah ini Tuan Fabian yang terhormat,” ucap Dikara datar, kedua mata gelapnya sarat dengan penghinaan. Fabian mendongak perlahan. Meski wajahnya penuh

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   135. Memancing Dikara

    Fabian berlari semakin cepat, napasnya memburu, dan tubuhnya mulai terasa berat oleh hujan yang membasahi pakaiannya. Hutan di sekelilingnya terasa gelap dan suram, seolah-olah bersekongkol untuk menyulitkan pelariannya. Namun, ia tidak peduli.Langkah-langkahnya sengaja dibuat mencolok. Kakinya menjejak tanah berlumpur dengan keras, meninggalkan jejak yang jelas di belakangnya. Sesekali, ia meraih cabang pohon dan mematahkannya dengan sengaja, menciptakan tanda-tanda yang tak mungkin terlewatkan oleh pengejarnya.Dalam pikirannya, rencana ini sederhana.Dikara pasti akan memilih mengejarnya daripada Arman. Fabian tahu betul bagaimana peringai pria itu. Dikara bukan hanya sosok yang obsesif, tapi juga penuh harga diri.Bagi Dikara, Fabian adalah ancaman langsung. Bukan sekadar seseorang yang membantu pelarian Janeetha, tetapi juga orang yang dianggap mencuri sesuatu yang menurutnya adalah miliknya.Fabian kembali melihat sekilas ke belakang, memast

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   134. Mencoba Mengalihkan

    Fabian memandang jalur setapak yang mereka tinggalkan dengan hati-hati. Daun-daun basah yang berserakan di tanah kini menunjukkan jejak kaki yang sengaja mereka ciptakan. Ia melirik Arman yang sedang membenahi tali ranselnya, tampak serius sekaligus gugup.“Sudah cukup?” tanya Fabian pelan, suaranya nyaris tertelan oleh gemerisik angin di antara pepohonan.Arman mengangguk cepat. “Jejaknya terlihat jelas. Kalau mereka mengikuti ini, mereka akan menuju arah yang salah.”Fabian menghela napas, matanya kembali menyisir area di sekitar mereka. Hutan itu terasa mencekam, bukan hanya karena ketenangannya tetapi juga ancaman yang mengejar di belakang mereka.“Janeetha dan Maria harus punya waktu untuk mencapai desa,” gumam Fabian, seperti hendak meyakinkan dirinya sendiri. “Semoga trik ini berhasil.”Arman menepuk bahu Fabian. “Kita hanya perlu menarik perhatian mereka cukup lama. Kalau kita tetap di jalur ini, mereka pasti akan mengira kita bersama Janeetha.”Fabian mengangguk, meskipun ras

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   133. Nyaris

    Suara deru mesin mendekat dengan cepat, membuat jantung Janeetha berdegup semakin kencang. Di sudut gudang yang gelap, ia memeluk lututnya erat-erat, berusaha mengendalikan napas agar tidak terlalu keras terdengar. Maria, di sisi lain, berdiri diam seperti patung di dekat jendela kecil, mengintip ke luar.“Mereka berhenti,” bisik Maria dengan nada tegang, nyaris tidak terdengar.Janeetha mendongak. “Berhenti di mana?”Maria tidak menjawab, hanya memberi isyarat agar Janeetha tetap diam.Di luar, suara langkah kaki bergema di antara pepohonan. Beberapa suara samar terdengar, percakapan cepat yang sulit dipahami.“Periksa sekitar sini,” suara seorang pria terdengar lebih jelas, keras dan tegas.Janeetha menahan napas. Ia tahu suara itu. Salah satu anak buah Dikara yang sering datang ke rumah mereka dulu.“Maria…” bisik Janeetha, hampir tidak mampu mengucapkannya.Maria menoleh cepat, menaruh jari telunjuk di bibirnya sebagai isyarat untuk tetap diam. Namun, tatapan tegas itu juga tidak

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   132. Pelarian Tak Berujung

    Mobil yang dikendarai Maria melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan sempit yang semakin dipenuhi pepohonan rindang. Janeetha mencengkeram kursi dengan erat, jantungnya berpacu seirama dengan ketakutan yang menghantuinya.Dari kaca spion, SUV hitam itu tampak semakin mendekat. Mereka tidak main-main.“Maria, mereka hampir mengejar kita!” suara Janeetha bergetar, memecah keheningan mencekam di dalam mobil.“Diam dan pegang erat!” Maria memutar setir dengan keras, memasuki jalanan berbatu yang lebih terpencil. Getaran akibat jalanan yang tidak rata membuat tubuh mereka terguncang.Janeetha memandangi ke belakang lagi. SUV itu tampak melambat sedikit, tetapi masih berada di jalur yang sama.“Berapa jauh lagi kita harus pergi?” tanya Janeetha, panik.Maria tidak menjawab, hanya fokus pada jalanan di depannya.Namun, suara dering ponsel Maria tiba-tiba memecah ketegangan. Janeetha memandang sekilas ke arah layar yang menyala di dashboard.Arman.Maria langsung mengangkat panggilan itu tan

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   131. Mereka Datang

    Mobil yang dikendarai Maria melaju tanpa henti selama berjam-jam, melintasi jalanan sepi dan desa-desa kecil yang nyaris kosong. Janeetha memandangi jendela dengan tatapan kosong. Langit mulai terang, tetapi hawa dingin masih terasa menusuk hingga ke tulang.Maria menurunkan kaca jendela sedikit, membiarkan udara pagi masuk ke dalam mobil. “Kita hampir sampai di perbatasan kota kecil. Mungkin kita bisa berhenti sebentar,” ucapnya, memecah keheningan.Janeetha hanya mengangguk pelan. Ia menyandarkan kepalanya ke kursi, mencoba meredakan rasa gelisah yang menghantui sejak tadi malam. Fabian dan Arman masih belum bisa dihubungi, dan itu semakin membuatnya khawatir.Beberapa menit kemudian, mobil memasuki area pom bensin kecil di pinggir kota. Tempat itu terlihat sepi, hanya ada satu kendaraan lain yang sedang mengisi bahan bakar.“Kita berhenti di sini,” ujar Maria sambil memarkirkan mobil di dekat mesin pengisian. “Aku akan mengisi bensin. Kau mau sesuatu?”Janeetha menggeleng. “Aku han

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   130. Mengejar Janeetha (2)

    Pagi itu, sinar matahari samar-samar menyelinap di balik jendela besar kamar Dikara. Langit masih kelabu, seolah mencerminkan amarah yang membara di dalam dirinya.Setelah selesai menghabiskan sarapan, Dikara menyeka bibirnya dengan lap sebentar sebelum akhirnya pria itu bersiap untuk melakukan pencarian. Rayhan berdiri tegak di sudut ruangan, menanti instruksi berikutnya dengan sedikit cemas. Ia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara sejak Dikara menerima laporan terakhir tentang keberadaan Janeetha."Apa rencanamu?" tanya Dikara setelah berdiri di dekat Rayhan.Anak buahnya itu berjalan menuju ruang tamu. Di sana, atas meja sudah terbentang sebuah peta.Saat Dikara mendekat, ia dapat melihat banyak titik meras pasa lembaran tersebut. "Jelaskan padaku," ucap Dikara sambil duduk di sofa. "Titik merah otu adalah lokasi yang sudah diperiksa oleh tim kami, Tuan." Rayhan sedikit membungkuk saat menjelaskan.Dikara seketika melihat ke arah Rayhan dengan tatapan merendahka

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   129. Berlari di Kegelapan

    Dini hari itu terasa lebih dingin dari biasanya. Goyangan pelan di bahu semakin lama semakin terasa, membuat Janeetha terjaga dari tidurnya.“Janeetha,” suara Maria berbisik tetapi terdengar mendesak. “Bangun. Kita harus pergi sekarang.”Janeetha mengerjap berusaha menyesuaikan diri dengan gelapnya kamar, sementara Maria membantunya untuk duduk.“Apa? Berangkat?” tanyanya dengan suara serak.Maria mengangguk. Meski kamar itu temaram, tetapi tetapi dapat memperlihatkan ekspresi serius di wajah wanita itu. “Arman baru saja mengabari. Anak buah Dikara semakin banyak di sekitar sini. Mereka bergerak lebih cepat dari yang kita duga.”Sekejap, kantuk Janeetha hilang sepenuhnya. Rasa cemas muncul begitu saja. “Mereka sudah menemukan kita?”“Belum, belum.” Maria menggeleng berusaha menenangkan. “Karena itu kita harus bergerak lebih cepat dari rencana.”“Fabian dan Arman? Bukankah kita akan menunggu mereka untuk berangkat bersama?” Janeetha mengikuti Maria yang sudah berdiri dari tempat tidur

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status