Semua Bab Cinta Rahasia Sang Dokter: Bab 101 - Bab 110

114 Bab

Sean Merasa Dejavu

“Sebenarnya, ada hubungan apa di antara kalian berdua?” tanya Sean pada Ruben dan Emery, di sebuah ruangan tertutup. Mereka bicara bertiga di sana. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.“Apa maksudmu?” Ruben pura-pura tidak mengerti maksud ucapan Sean.“Tidak usah berpura-pura lagi denganku. Kalian berdua … hubungan kalian sudah sejauh mana sekarang?” desak Sean.“Maaf, kamu tidak sopan menanyakan hal itu pada kami,” Emery menimpali.Sean menoleh ke arah Emery. “Jawab saja pertanyaanku!”“Apa kamu mencurigai kami berdua?” Ruben agak cemas menanggapinya.“Tadi, kudengar Emery memanggil pamanku dengan sebutan ayah mertua. Aku tidak salah dengar, kan? Pendengaranku masih sangat bagus bahkan mendengar cicak merayap di dinding pun jelas terdengar di telingaku,” jelas Sean.Deg!Ruben menoleh ke belakang. Dia menatap Emery yang berdiri di belakangnya. Emery baru menyadarinya sekarang. Ternyata dia keceplosan bicara di depan Sean.‘Astaga! Ini salahku,’ Emery merasa bersalah.“Kenapa kal
Baca selengkapnya

Komplikasi

“Bagaimana jika terjadi sesuatu yang mengerikan pada ayah mertuaku?” Emery jadi berburuk sangka.“Jangan bicara seperti itu! Sebaiknya kamu doakan yang terbaik saja untuk pamanku,” saran Sean.“Aku takut sekali. Kudengar dia mengalami komplikasi dari penyakit pneumonianya.” Emery masih menangis meski sedang bercerita pada Sean.“Kita tidak bisa mencegahnya. Itu sudah ketentuan takdir Tuhan, Emery,” hibur Sean. Dia berusaha menenangkan hati Emery yang masih gelisah. Perasaan bersalahnya masih mendominasi hatinya.“Aku tahu itu dan itu yang kutakutkan sekarang.”“Tenanglah! Kita doakan bersama-sama agar kesehatannya segera membaik.”Emery mengangguk. Dia menuruti nasihat Sean.“Apa kamu sudah merasa lebih baik sekarang?” Sean memastikan.“Ya, aku merasa sudah lebih baik. Terima kasih, Sean. Kamu sudah menemaniku malam ini,” ucap Emery.“Sama-sama, Emery. Kembalilah ke ruanganmu. Kamu bisa istirahat di sana. Atau … mau kuantarkan pulang?”“Tidak usah. Aku akan menemani Ruben di sini. Dia
Baca selengkapnya

Kesempatan Jadi Orang Ketiga

Emery tidak bisa tidur malam ini. Dia terus kepikiran tentang komplikasi penyakit ayah mertuanya itu. Di samping itu, dia juga merasa gelisah karena Ruben tiba-tiba mengubah sikapnya, menjadi sangat dingin terhadap istrinya.“Aku tidak suka dengan keadaan seperti ini. Aku sangat merindukanmu, Ruben,” ucap Emery sambil merebahkan tubuhnya di tempat tidur.“Cepatlah pulang!” harap Emery sambil melihat-lihat kembali layar ponselnya. Sebelum akhirnya dia meletakkan ponselnya di atas meja kecil, samping tempat tidurnya.Emery berusaha memejamkan kedua matanya malam ini. Meski terasa sangat sulit dilakukannya, dia tetap memaksakan untuk menutup matanya. Air mata menetes di pipinya. Dia tidak menyeka dan memilih untuk membiarkannya saja. Malam yang begitu dingin dan terasa sepi sekali.‘Kuharap hari ini segera berakhir. Agar aku bisa kembali lagi besok, bertemu denganmu, Sayang.’***Emery tidak bersemangat bekerja hari ini. Sesampainya di rumah sakit, ketika hendak menjenguk ayah mertuanya,
Baca selengkapnya

Masalah Besar di Rumah Sakit

Emery dan Sean makan siang bersama di ruang kerjanya. Sean melihat Emery makan dengan lahap sekali. Di samping dia kelaparan, dia juga kesal sekali atas perlakuan buruk suaminya. Sehingga dia melampiaskannya pada makanan.“Mer, pelan-pelan makannya!” tegur Sean. “Kenapa kamu makan tergesa-gesa begitu seperti sedang di tempat darurat saja?”Emery menghela napas sembari mengambil jeda. Kemudian, dia makan dengan perlahan-lahan. Dia mengunyah makanannya dengan lembut, tidak tergesa-gesa seperti tadi. Setelah Sean menegurnya.“Seperti ini?” Emery menunjukkannya pada Sean.“Ya, menurutku itu lebih baik dari yang tadi. Lebih tenang kelihatannya,” kata Sean menanggapinya. Dia tersenyum sambil mengunyah makanannya.“Habiskan makanmu!” Emery memerintah.“Tentu. Aku akan menghabiskan makanan ini. Enak banget masakanmu,” puji Sean.“Benarkah? Tapi, bukan aku yang memas
Baca selengkapnya

Tega Menusuk Dari Belakang

“Dengar Adrian! Aku tidak akan pernah mengizinkanmu memberikan apa pun tanpa seizinku. Kamu mengerti?” tegas Tuan Milano.“Maafkan aku, Ayah,” sesal Adrian. Dia tidak pernah menyangka kejadiannya akan menjadi seperti ini.“Dan kalian berdua … astaga!” Tuan Milano tidak tahu lagi harus melakukan apa pada Emery dan Ruben. Dia terlanjur kecewa pada mereka.Padahal Tuan Milano menyimpan banyak harapan pada Ruben dan Emery. Dia merasa dikhianati oleh keduanya.“Kalian berdua telah mengkhianatiku,” ungkap Tuan Milano sambil memendam kecewa.Tuan Milano meminta salah satu dari mereka untuk segera mengundurkan diri dari rumah sakit. Emery dan Ruben saling beradu pandang satu sama lain. Mereka pun mengajukan banding dan memohon pada Tuan Milano untuk mempertimbangkannya lagi. Sebelum Tuan Milano mengambil keputusan.“Tuan, bukankah Anda juga pernah berjanji pada saya akan menguji kemampuan
Baca selengkapnya

Sahabat Ternyata Musuh Paling Nyata

“Aku tidak pernah menyangka. Sahabatku ternyata musuhku yang paling nyata. Sekarang aku paham, kenapa aku harus berhati-hati dengan orang-orang terdekatku. Dia berkeliaran di sekitarku tapi dia juga ingin menghancurkan kebahagiaanku,” sindir Emery.“Apa kamu menyesal berteman denganku?” tanya Sienna.“Menyesal?” ulang Emery bergumam bingung. “Yang aku sesalkan adalah sikapmu, bukan persahabatan kita.”“Kenapa? Apa kamu tidak marah padaku? Seharusnya kamu membenciku, Mer,” Sienna sewot.“Dari awal aku memang tidak pernah memercayaimu. Tapi, aku tidak pernah bisa membencimu. Lalu, apakah kamu senang sudah menghancurkan hidupku?” kata Emery menantang Sienna.“Aku … ada alasan lain kenapa aku harus melakukannya?” ujar Sienna. Dia berusaha membela dirinya dan tidak mau disalahkan.“Alasan apa itu? Apa karena kamu iri padaku?” desak Emery. Sienna terdiam beberapa saat.“Katakan padaku! Aku ingin tahu yang sebenarnya darimu.” Emery memaksa Sienna agar mau mengatakannya.Sienna memalingkan wa
Baca selengkapnya

Pantang Menyerah Meski Mendapat Penolakan

Emery terisak. Sean sudah menduga, saat ini mantan kekasihnya itu sedang tidak baik-baik saja. Sean memahami situasi sulit yang tengah dihadapi Emery akhir-akhir ini. Setelah pernikahannya terungkap di hadapan publik, seluruh rekan dokter dan perawat tahu apa yang selama ini dia dan Ruben sembunyikan.“Menangislah, Emery! Jika itu membuatmu merasa lebih baik. Aku tidak akan mencegahmu untuk meluapkan semua perasaanmu saat ini,” kata Sean bersimpati.Emery menangis sekencang-kencangnya. Setelah Sean mempersilakannya. Sepertinya Emery sudah tidak bisa lagi menahan unek-unek dalam hati dan beban pikiran yang mendominasi seluruh pikirannya.Ketika Emery meluapkan semua rasa sedihnya, Sean hanya duduk diam mendengarkannya saja. Dia tidak akan menyela, mengkritik, atau menyuruhnya berhenti menangis. Dia tidak akan melakukannya.Sesampainya di depan rumah Emery, Sean masih bungkam. Dia menunggu Emery mengatakan sesuatu kepadanya. Emery menyeka air matanya. Sudah waktunya dia turun dari mobil
Baca selengkapnya

Tidak Ada Lagi yang Harus Disembunyikan

“Tidak apa-apa, lupakan saja. Ada apa? Sepertinya ada yang ingin kamu bicarakan denganku. Katakan saja!” Profesor Rudiana bangkit dari tidurnya dan duduk perlahan-lahan sambil menyandarkan tubuhnya di belakang tumpukan bantal.Ruben membantu ayahnya supaya duduknya lebih nyaman lagi. Setelah itu, dia duduk di samping tempat tidur sang ayah sambil menarik napas panjang sebelum berbicara serius dengannya.“Ayah, aku ingin minta maaf padamu,” ucap Ruben memulai pembicaraan. Profesor Rudiana menoleh ke arahnya.“Kelihatannya pembicaraanmu serius sekali,” kata profesor Rudiana menimpalinya. “Apa ini soal pernikahanmu dengan wanita itu?” terkanya.“Iya, itu benar, Yah. Aku sangat mencintainya. Karena itulah aku menikahinya,” ungkap Ruben. Dia mengatakan yang sebenarnya dari lubuk hatinya paling dalam.Profesor Rudiana tersenyum agak sinis. “Kamu hanya mencintai wanita itu. Apa tidak ada wa
Baca selengkapnya

Ruben Gantikan Sanksi Emery

Ruben mengikuti Tuan Milano di belakangnya. Pagi ini, Tuan Milano ingin bicara serius dengan Ruben, terkait masalah pernikahannya dengan Emery. Ruben sudah siap menerima dan menanggung segala risikonya.Jika Emery dulu pernah rela berkorban untuknya, apa salahnya Ruben melakukan hal yang sama saat ini untuk istrinya. Agar impas.“Dokter Ruben!” panggil Tuan Milano.“Iya, Tuan,” sahut Ruben dengan tegas.“Kamu tahu, kan, alasan kenapa saya memanggilmu ke sini?”“Saya tahu, Tuan.”“Bagus. Jadi, saya tidak akan menjelaskannya lagi jika kamu sudah tahu maksud arah pembicaraan kita kali ini.”Tuan Milano mengungkit kembali kesalahan Ruben dan Emery yang telah melanggar peraturan rumah sakit. Dalam surat perjanjian antara pegawai dengan pihak rumah sakit tidak diperbolehkan berhubungan atau menjalin asmara dengan sesama rekan kantor. Jika hal itu tidak bisa dihindarkan, maka solusi
Baca selengkapnya

Permohonan Emery

“Aku akan pergi sekarang,” kata Emery hendak meninggalkan ruangan Ruben.“Nanti kita bicara lagi di rumah, Sayang,” balas Ruben.Sienna agak tidak senang dengan pembicaraan mereka. Ruben dan Emery kini sudah berani memamerkan kemesraannya di hadapan rekan-rekan kerjanya yang lain. Ruben mungkin merasa sudah tidak menjadi masalah lagi. Namun, bagi Sienna tetap saja jadi risih melihatnya.“Saya akan meletakkan dokumen yang Anda butuhkan di meja. Permisi,” kata Sienna yang bergegas pergi meninggalkan ruang kerja Ruben.“Terima kasih,” ucap Ruben.Sienna menyusul Emery. Kebetulan sekali, Emery belum terlalu jauh melangkah. Sehingga dia bisa mengikutinya dari belakang Emery.Emery berhenti di sebuah mesin soft drink. Dia mencari koin di saku jas dokternya. Sayang sekali, dia tidak membawa uang koin. Lantas, Sienna yang memasukkan koin tersebut dan memberikan soft drink itu pada Emery.“
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status