All Chapters of Legenda Dewa Nusantara: Perang Dua Benua: Chapter 111 - Chapter 120

150 Chapters

Bab 111: Dilema Sang Pahlawan

Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya, seolah-olah bintang-bintang pun memilih bersembunyi di balik awan tebal. Di dalam kamarnya, Gema duduk termenung, merenungkan apa yang baru saja dibicarakan dengan Putri Sri Ayu dan Roro Kenanga. Suasana hati Gema semakin berat seiring dengan kenyataan yang semakin jelas bahwa Raja Jayabaya mungkin tengah diracuni. Jika benar begitu, siapa lagi yang bisa dipercaya di dalam istana ini?Gema berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju jendela, memandang keluar ke arah istana yang megah, tetapi penuh dengan rahasia gelap. Di balik kemegahan itu, intrik dan konspirasi seolah bersembunyi di setiap sudut. Sesaat, pikirannya terarah kepada Ki Joko Tingkir, panglima yang selama ini menjadi sosok yang dipercayai oleh seluruh kerajaan.“Ki Joko,” gumamnya perlahan. “Andai saja kau ada di sini…”Ki Joko Tingkir adalah satu-satunya orang yang memiliki kekuatan dan pengaruh yang bisa menandingi D
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

Bab 112: Takdir yang Terbelenggu

Malam telah menyelimuti seluruh Istana Kerajaan Langit Timur. Di dalam kamarnya yang megah, Raja Jayabaya duduk bersandar pada kursi kayu besar berlapis ukiran emas. Wajahnya yang biasanya memancarkan kewibawaan seorang raja kini tampak pucat, penuh kerutan kekhawatiran yang terukir dalam. Tubuhnya gemetar halus, dan peluh dingin membasahi dahinya. Aliran darah di meridiannya terasa seperti arus panas yang membakar setiap urat nadi, merambat dari jantungnya hingga ke ujung-ujung tubuhnya.Dia menggigit bibirnya, menahan rasa sakit yang tak terelakkan. Setiap tarikan napas seolah menjadi perjuangan tersendiri. Sekalipun dia sudah mencapai tingkatan Penggabungan, kekuatan yang membuatnya mampu meramal masa depan dan mengubah takdir orang lain, kini tak mampu menahan rasa sakit yang menjalari tubuhnya dari dalam. Meridiannya terasa seperti diserang oleh ribuan jarum yang menembus setiap titik vital tubuhnya, memotong jalur energi spiritual yang selama ini dia kendalikan
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

Bab 113: Akhir Sebuah Kepemimpinan

Cahaya redup dari lilin-lilin yang menyala di kamar Raja Jayabaya hanya menerangi sebagian kecil ruangan megah itu. Di sudut, tubuh sang raja terbaring tak bergerak di lantai dingin, napasnya terengah-engah dan pelan. Pandangan matanya kosong, hampir tak ada tanda-tanda kehidupan yang tersisa. Sang raja, yang selama ini dikenal sebagai simbol kekuatan dan ramalan masa depan, kini tampak seperti bayangan dari sosok agung yang pernah ia wujudkan.Pintu kamar raja berderit pelan, dan dari celahnya, sebuah sosok elegan melangkah masuk. Dewi Sekarwangi. Dengan pakaian sutra berwarna merah gelap yang melambangkan kekuasaan dan kecantikan, dia berjalan tanpa suara mendekati tubuh lemah Jayabaya. Tatapannya dingin, penuh dengan niat yang terselubung di balik senyum tipis yang menghiasi wajahnya.“Oh, Yang Mulia... lihat dirimu sekarang,” gumamnya dengan nada penuh ejekan. “Sang peramal besar yang bisa melihat masa depan, tapi gagal melihat kematiannya sendiri
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

Bab 114: Rencana Licik di Balik Tahta

Di dalam ruangan megah dengan hiasan emas dan permata yang menandakan kemewahan kerajaan, Pangeran Arjuna duduk di kursi besar, menghadap jendela besar yang memperlihatkan pemandangan ibukota dari ketinggian. Wajahnya yang tampan, namun keras dan penuh ambisi, menunjukkan betapa dalam pikirannya berkecamuk dengan rencana-rencana besar.Di sisi lain, Putri Saraswati, duduk dengan anggun di sampingnya, memandangi kitab-kitab suci sihir yang tertumpuk di hadapannya. Mata cemerlangnya menyiratkan kecerdasan dan liciknya seorang ahli sihir cahaya, namun saat ini yang dia pikirkan bukanlah kedamaian melainkan kekuasaan.Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan pelan, menandakan kedatangan seseorang. Sosok Dewi Sekarwangi melangkah masuk dengan anggun, pakaian sutranya yang berwarna merah darah berayun seiring langkahnya. Senyum penuh tipu muslihat terukir di wajahnya, dan pandangannya langsung tertuju pada kedua anak kerajaan itu.“Waktunya hampir tiba,” uc
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

Bab 115: Raja Kecil yang Congkak

Keesokan harinya, matahari baru saja muncul di atas cakrawala, mencurahkan sinarnya yang keemasan ke seluruh wilayah Kerajaan Langit Timur. Namun, suasana di dalam istana tampak tidak sesuai dengan keindahan yang terlihat di luar.Para penjaga, pelayan, dan pejabat istana bergerak dengan wajah tegang, ada yang berbisik-bisik di antara mereka, tak berani mengangkat kepala terlalu tinggi. Berita bahwa Raja Jayabaya sedang sakit telah menyebar, namun tak ada yang tahu bahwa raja mereka kini terbaring dalam kondisi mati suri yang tak dapat disembuhkan.Di dalam ruang singgasana yang megah, dengan ukiran naga dan burung phoenix yang menghiasi pilar-pilar tinggi, suasana semakin terasa ganjil. Di atas takhta kerajaan, yang biasanya hanya diduduki oleh sang raja sendiri, kini tampak seorang pria muda dengan sorot mata tajam dan sikap penuh keangkuhan.Pangeran Arjuna, dengan baju zirah keemasan yang dikenakan seolah sedang bersiap memimpin perang, duduk dengan angkuh d
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

Bab 116: Intrik yang Melingkari Istana

Suasana di dalam istana Kerajaan Langit Timur berubah drastis. Aroma ketidakpastian menyelimuti setiap sudutnya, seperti kabut yang enggan beranjak di pagi hari. Para pejabat, pelayan, dan penjaga istana kini mulai merasakan ketegangan yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya. Ketidakhadiran Raja Jayabaya yang biasanya mengendalikan segalanya, memberi ruang bagi ambisi-ambisi tersembunyi untuk mulai menunjukkan dirinya.Di dalam sebuah ruangan besar, Pangeran Arjuna duduk dengan angkuh di atas kursi megah, memerintah seolah-olah tahta kerajaan sudah resmi menjadi miliknya. Ia memandangi para pejabat dan pengawal yang berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kemenangan, seolah semuanya sudah berada di bawah kendalinya."Lapor, Yang Mulia Pangeran Arjuna," salah satu pejabat muda, bernama Ki Sudarsana, menghadap dengan sikap penuh hormat. "Kami telah menerima laporan dari perbatasan. Pasukan Benua Barat telah mundur untuk sementara, namun tampaknya mereka sedang menyu
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more

Bab 117: Tuduhan Palsu

Para prajurit berkumpul di alun-alun, berbaris dengan rapi dan menunggu perintah dari atasan mereka. Namun, suasana yang biasanya dipenuhi rasa hormat dan kekaguman kini berubah menjadi keraguan dan ketidakpastian. Para prajurit saling bertukar pandang, berbisik tentang perintah yang baru saja dikeluarkan oleh Pangeran Arjuna.Di tengah alun-alun itu, Jaka Tandingan berdiri tegak, wajahnya tak menunjukkan emosi meski ada kegetiran yang menghantui setiap sudut hatinya. Beberapa prajurit yang dulunya berlatih dan bertempur di sampingnya, kini berdiri dengan tatapan kaku, menunggunya untuk ditangkap."Jaka Tandingan!" terdengar suara lantang seorang perwira dari kejauhan. "Atas perintah Yang Mulia Pangeran Arjuna, kau ditahan dengan tuduhan pengkhianatan dan menjadi mata-mata musuh!"Bisikan mulai terdengar di antara para prajurit. Tuduhan itu begitu tak masuk akal, namun tidak ada yang berani berbicara menentang perintah pangeran. Mereka tahu betapa keras dan semb
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more

Bab 118: Perdebatan di Ruang Tahta

Suasana di Ruang Tahta Utama terasa berat dan tegang. Pilar-pilar besar yang biasanya megah kini terasa seperti menekan siapa saja yang ada di dalam ruangan itu. Di atas singgasana, Pangeran Arjuna duduk dengan angkuh, mengenakan jubah kerajaan yang terlalu besar untuk kesombongannya. Di sampingnya, Putri Saraswati berdiri dengan tenang, wajahnya dingin, penuh perhitungan. Keduanya menatap tiga orang yang baru saja masuk ke dalam ruangan.Gema, Roro, dan Putri Sri Ayu berdiri di hadapan mereka. Wajah Gema tegang, matanya menyala dengan kemarahan yang coba ia kendalikan. Di sampingnya, Roro tampak waspada, siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi. Sementara itu, Putri Sri Ayu tampak bingung dan cemas, wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan yang jelas, terutama karena dua kakaknya berdiri di hadapannya dengan aura yang mengintimidasi."Kalian tahu mengapa kalian dipanggil?" Pangeran Arjuna memulai, suaranya penuh dengan kesombongan yang mengalir dari bibirnya. Dia mena
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more

Bab 119: Rencana Licik

Setelah Gema, Roro, dan Putri Sri Ayu meninggalkan ruang tahta, suasana yang tersisa begitu mencekam. Hanya Pangeran Arjuna dan Putri Saraswati yang berada di ruangan tersebut. Wajah Arjuna memerah karena marah. Pangeran itu terlihat berusaha menenangkan dirinya, tapi kebencian yang membara di hatinya terhadap Gema tidak dapat disembunyikan."Beraninya mereka!" Arjuna memukul meja yang ada di samping tahtanya dengan keras. "Anak kecil itu! Gema harus segera diajar. Dia terlalu berani mempertanyakan otoritasku!"Saraswati, yang berdiri di sebelahnya, hanya memandang dengan dingin. "Tenang, Kak. Kita tidak bisa membiarkan emosimu menguasai dirimu sekarang. Ayah mungkin sedang tidak berdaya, tapi kita harus memainkan peran ini dengan cerdik. Jangan sampai Gema justru mendapatkan dukungan lebih banyak dari orang-orang karena langkah bodoh."Arjuna mengepalkan tinjunya, matanya menyipit penuh kebencian. "Apa yang kau usulkan, Saraswati? Bagaimana aku bisa membiarkan
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more

Bab 120: Pembebasan Terukur

Malam tiba di Kerajaan Langit Timur. Langit tampak tenang, bintang-bintang bersinar terang seperti malam-malam biasanya. Namun, di balik kedamaian itu, intrik kotor tengah berlangsung. Dewa Sekarwangi melangkah dengan anggun di antara lorong-lorong gelap yang menuju penjara bawah tanah. Jubah hitamnya berkibar pelan, menyatu dengan bayangan, membuat sosoknya nyaris tak terlihat. Dengan kekuatan ilusi yang ia miliki, tidak ada satu pun prajurit yang mampu menyadari keberadaannya.Penjara tahanan perang ini terletak jauh di bawah istana, tempat yang dianggap paling aman dan dijaga ketat oleh para prajurit kerajaan. Namun, Dewa Sekarwangi memiliki caranya sendiri untuk menyusup tanpa diketahui. Tiba di depan gerbang baja besar yang mengurung Patih Kartanegara dan Arya Wisesa, dia berhenti sejenak, menatap kedua tahanan yang duduk dengan ekspresi dingin dan marah."Ah, sudah saatnya kalian berdua mendapatkan sedikit kebebasan," ucap Sekarwangi dengan senyuman licik di waja
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status